Â
ekspor                Rp 11.460,51
Gandum. import Rp 3.649,36
ekspor           Rp 5.654,14
Singkong. import Rp. 4.333,67
ekspor           Rp. 4.509,47
Kedelai. import   Rp. 5.979,90
ekspor           Rp 10.080,17
Dari tingginya harga per kg untuk ekspor namun tetap laku dijual, terlihat bahwa usaha ekspor yang dilakukan seolah sebuah keterpaksaan untuk mengisi kolom pemasukan dari lini ekspor pada neraca perdagangan. Bisa jadi bahan pangan yang diekspor adalah bahan pangan yang diimpor 1 bulan sebelumnya, sehingga biaya-biaya yang diserap meningkatkan harga jual ekspor. UU pangan no 18 Â tadi bisa dijadikan alasan untuk mengimpor demi mencukupi kebutuhan pangan pokok nasional dahulu, setelah itu bahan pokok yang berlebih hasil impor tadi di ekspor kembali. Begitu mudahnya undang-undang yang ada dilakoni layaknya lilin peraga yang dapat dibentuk apa saja..
Jika harga ekspor demikian tinggi, berarti dapat diukur seberapa kuat bahan pangan kita untuk bersaing di pasar internasional.
Harga ekspor setinggi ini dipengaruhi oleh ketidak perdulian untuk menjadikan KK petani sebagai pemilik usaha tani. Angkatan kerja KK Petani yang ada hanyalah berperan sebagai buruh, yang berakibat lumpuhnya keunggulan komparatif produk bahan pangan untuk diekspor.