Jika hasil voting adalah kebenaran, maka kubu/suara/kekuatan yang kalah voting harus dihancurkan, harus dilumatkan. Karena jika sebuah negara membiarkan dan melegalkan sebuah ketidak benaran ada, berarti negara itu tidak benar, hasll pilihannya pun tidak benar.
Tetapi negara-negara yang berlandaskan demokrasi ala barat ini tidak konsisten dalam melaksanakan sistemnya, termasuk negara yang mengadopsinya. Terbukti pihak yang kalah menjadi kubu oposisi yang berlawanan dengan pemenang voting, dengan alasan mengkontrol pemerintah pemenang voting. Padahal kubu yang kalah karena voting, akan mencari celah agar dapat menjatuhkan pemerintah pemenang voting, apapun caranya. Salah satunya adalah terjadinya tahapan pemakzulan kepala negara dari jabatannya sebagai Presiden. Dan inilah yang terjadi pada Presiden Abdurrahman Wahid yang dilengserkan karena dianggap tidak mampu mengurus negara oleh lawan-lawan politiknya.
Begitupula mekanisme politik bangsa ini yang sudah mulai mengadopsi demokrasi ala barat, apakah berani menihilkan kekuatan kubu CaPres dan CaWapres yang kalah voting?
Sesungguhnya ada slogan yang sudah lengkap dalam konsep Pancasila dengan "Bhineka Tunggal Ika" nya. Istilah ini diambil dari kitab Sutasoma tulisan Mpu Tantular, yang selengkapnya berbunyi: "BHINEKA TUNGGAL IKA, TANHANA DHARMA MANGRWA".
"Berbeda-beda namun tetap satu, Kebenaran tidak bisa Mendua/Rancu".
Jadi sebenarnya slogan yang ada pada pita burung garuda sudah menafikan demokarsi ala barat dengan voting sebagai instrumennya.
Artinya, dijaman Mpu Tantular yang hidup berabad-abad lalu sudah menyadari bahwa voting adalah musuh bangsa Nusantara. Pasti, para leluhur kita mengungkapkan hal itu karena telah melihat efek destruktif yang dihasilkan oleh instrumen voting.
Dengan demikian, amandemen UUD 45 pasal 6A ini jelas-jelas bertentangan dengan sila kepemimpinan dalam Pancasila. Jelas bertentangan dengan prinsip yang lebih tinggi dalam negara yaitu Pancasila.
Jika ada aturan yang berlaku, namun kaidahnya bertentangan dengan aturan/prinsip yang lebih tinggi, maka aturan itu disebut PREMATURE.
Layaknya bayi yang lahir premature, maka ia akan mengalami kendala dalam kehidupan keseharian. Apakah tidak bisa "mendengar", tidak bisa "melihat" tidak punya indra perasa termasuk sensitivitas terhadap jerit azasi bangsanya, atau "organ-organ" tubuh bangsa menjadi cacat sehingga tidak berfungsi dengan normal.
Dan jika amandemen UUD 45 pasal 6 ini dianggap yang lebih benar dari Pancasila, mengapa para penguasa bangsa tidak mengamandemen Pancasila? Apakah takut terkesan tidak menghargai trah para pahlawan yang mencetuskan Pancasila?