Film Tahun 1980-an
"Godain Kita Dong" adalah salah satu film di tahun 1989 yang diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro. Film bergenre drama dan komedi  disutradari oleh Hadi Poernomo dan ditulis oleh Agusti Tanjung.
Sejak rilisnya film "Godain Kita Dong" pada 1 Januari 1989, Soraya Intercine Films semakin melebarkan sayapnya dengan melahirkan film - film lain dengan bintang yang sama.
Meski tidak sempat meraih penghargaan layaknya film Warkop lainnya. Film "Godain Kita Dong" 1989 berhasil masuk ke dalam jajaran film lawas dalam sebuah platform layanan streaming berbasis langganan, Netflix. (Millah, 2021)
Film Tahun 2000-an
"Cinta Brontosaurus" merupakan film adaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama. Raditya Dika sebagai tokoh utama dan penulis novel "Cinta Brontosaurus", rupanya sekaligus menjadi penulis film bergenre drama dan komedi.
Melalui rumah produksi Starvision Plus, Film "Cinta Brontosaurus" berhasil rilis pada 8 Mei 2013 dengan jumlah penonton 892.915 orang.
Adapun penghargaan yang telah diraih oleh film sutradara Fajar Nugros dalam kategori Screening dalam Udine Far East Film Festival pada 25 April - 3 Mei 2014. (Pamungkas, 2021)
Paradigma Film di Tahun yang Berbeda
Kehadiran film "Godain Kita Dong" (1989) dan "Cinta Brontosaurus" (2013) di tengah -- tengah masyarakat memberikan paradigma baru.
Paradigma film sendiri merupakan cara pandang manusia terhadap sebuah narasi film yang telah diproduksi.n (Astuti, 2022:20)
Dalam film "Godain Kita Dong" (1989) yang menceritakan keirian Kasino dan Indro pada Dono sebagai pekerja di peternakan ayam pamannya pada Dono, anak dari pamannya yang mengejar studi di Amerika Serikat.
Sepulangnya Dono ke rumah, justru Ia membawa seorang wanita asal Amerika bernama Madonna. Hal tersebut menjadi awal konflik film "Godain Kita Dong" (1989) dimulai.
Terlebih lagi, Dono telah dijodohkan oleh orangtuanya bersama wanita bernama Ayu Sukoco, anak dari teman lama orang tuanya.
Sehingga, paradigma  yang digunakan dalam film "Godain Kita Dong" (1989) menggunakan paradigma fungsionalisme.
Paradigma fungsionalisme disebarluaskan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons pada tahun 1949, yang memandang bahwa suatu sistem masyarakat akan terjadi lantaran seimbangnya nilai -- nilai agama, keluarga, politik, dan sosial budaya.
Pada film "Godain Kita Dong" (1989) ditunjukkan melalui nilai keluarga Dono. Orang tua Dono yang mempertahankan nilai kekeluargaan, dengan menjodohkan Dono.
Perjodohan tersebut dilakukan lantaran adanya kesamaan latar belakang sosial dan budaya Ayu Sukoco dan Dono. Terlebih lagi, perjodohan tersebut bentuk perjanjian ekedua keluarga sejak lama.
Berbagai masalah dalam kisah percintaan Dono dan Madonna tak kunjung usai. Hingga, orang tua Dono diam - diam mengirim Madonna kembali ke Amerika.
Mau tidak mau, Dono mengikhlaskan kepergian Madonna dengan melanjutkan hidup di kampung halamannya, Indonesia.
Sedangkan dalam film "Cinta Brontosaurus" (2013) yang menceritakan alur kisah percintaan Dika pasca putus dari Nina, pacarnya.
Sehingga, paradigma yang digunakan untuk menarasikan cerita film adaptasi novel tersebut adalah paradigma fenomenologi.
Paradigma fenomenologi mengacu pada pengalaman manusia dalam memandang suatu keyakinan maupun persepsi atas peristiwa yang terjadi.
Dalam film "Cinta Brontosaurus" (2013), paradigma fenomeologi ditunjukkan melalui keyakinan Dika bahwa cinta bisa kadaluwarsa  dan mati ketika waktunya nanti. Keyakina tersebut berdasar pada pengalaman percintaan sebelumnya.
Hingga akhirnya Dika bertemu Jessica dengan pola pikir yang berbeda, yang membuat kembali mempertanyakan "Apakah cinta ada batas kadaluwarsa dan bisa mati?"
Genre Film di Tahun yang Berbeda
Genre atau aliran suatu film dalam bentuk narasi cerita terdiri dari drama, laga, dan horor. Adapun sub-genre, berguna untuk menambah klasifikasi film agar lebih memudahkan penonton dalam memilih film.
Pada Film "Godain Kita Dong" (1989) dan film "Cinta Brontosaurus" (2013) mengangkat genre yang sama, yakni Drama dan disertai dengan sub-genre yang sama, yaitu Komedi dan Romantis.
Walaupun keduanya, menggunakan genre dan sub-genre yang sama. Namun, terdapat berbagai perbedaan dari alur cerita yang dinarasikan.
Seperti dalam film "Godain Kita Dong" (1983). Unsur drama pada beberapa adegan ketika ditonton kembali setelah tahun 2000-an, justru menunjukkan karakter yang diperankan aktris/aktor seperti dipaksakan dan terlihat tidak natural.
Sedangkan dalam film "Cinta Brontosaurus" (2013), unsur drama di beberapa adegan ketika ditayangkan kembali pada tahun 2000-an, terkesan lebih natural dan karakter yang diperankan menyesuaikan pada aktris/aktor yang memerankan.
Meski begitu, kedua film tetap mendapat hati audiens untuk tidak segan menonton kembali film tersebut.
Daftar Pustaka
Astuti, RA, V. (2022). Buku Ajar Filmologi: Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press.
Millah, S. (2021, Maret 15). Ini Alasan Netflix Hadirkan Film Lawas Indonesia. Harian Jogja. Diakses dari https://news.harianjogja.com/read/2021/03/15/500/1066246/ini-alasan-netflix-hadirkan-film-lawas-indonesia
Pamungkas, P. (2021, Februari 1). Film -- Cinta Brontosaurus (2013). Tribunnews Wiki. Diakses dari https://www.tribunnewswiki.com/2021/02/01/film-cinta-brontosaurus-2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H