Mohon tunggu...
Bernadeta Novi Andriyani
Bernadeta Novi Andriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Saya Bernadeta Novi Andriyani, seorang guru bahasa Indonesia dengan pengalaman mengajar sejak tahun 2015. Saya memiliki kecintaan mendalam terhadap bahasa dan sastra Indonesia, yang saya sampaikan kepada para siswa dengan penuh semangat. Di luar jam mengajar, saya sangat menikmati membaca novel. Kegiatan ini tidak hanya memberi saya hiburan, tetapi juga memperkaya pengetahuan saya tentang berbagai gaya penulisan dan wawasan budaya yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Langit Sumatera

20 November 2024   07:30 Diperbarui: 20 November 2024   10:12 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat pesawat perlahan meninggalkan landasan, aku menatap keluar jendela, berharap angin Sumatera mampu menerbangkan pergumulan yang selama ini kupendam. Seorang pramugari mendekat. Ia terlihat ramah dengan senyum yang hangat sejenak mengalihkan pikiranku dari segala kerisauan. Matanya bertemu mataku, dengan nada lembut ia bertanya, "Mas, orang Madura ya?"

Aku tersenyum kecil, sedikit kikuk dan mengangguk. "Eh... iya, Mbak," jawabku pelan.

Baru saat itu aku tersadar masih mengenakan sarung usang dengan sandal hotel di kakiku. Ia tersenyum lebih lebar sebelum melangkah pergi, lalu berlalu meninggalkan kesan yang sulit kuabaikan. Merasa tak nyaman, aku beranjak menuju toilet untuk mengganti pakaian.

        Pesawat mengudara, pikiranku mengembara. Tapi anehnya, wajah pramugari tadi terus muncul di benakku. Rambutnya dicepol rapi, senyumnya menawan dan aroma parfumnya, Black Opium menarik indera penciumanku. Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan membuka materi paparan dari tabletku tapi pandanganku terus melirik ke arah lorong, berharap ia muncul lagi.

Seolah semesta mendengar pikiranku, ia kembali lewat di depanku, membawa nampan berisi makanan dan minuman. Kali ini, aku memberanikan diri memulai percakapan.

"Mbak, saya boleh minta air mineral dingin?" tanyaku dengan senyum ramah.

"Pasti, Mas. Tunggu sebentar, ya," jawabnya dengan nada lembut sembari mengambil sebotol air mineral dingin dari keranjang troli minuman yang ia dorong. 

 "Terima kasih. Turun mana, Mbak?" Astaga, pertanyaan macam apa yang barusan keluar dari mulutku?

Dia tersenyum kecil, mencoba menahan tawa, lalu menjawab candaanku, "Hah..? Bisa aja Mas.."

Aku tertawa kecil, mencoba menutupi rasa canggungku, “Eh, Bercanda, Mbak. Maaf ya? Sudah sering ke Sumatera ya, Mbak?” tanyaku berusaha mengalihkan obrolan.

Ia tersenyum lagi, kali ini lebih lepas. "Pekerjaan membawa saya ke mana-mana, Mas. Kalau Mas sendiri, ini perjalanan bisnis atau liburan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun