Mohon tunggu...
Berman Sitompul
Berman Sitompul Mohon Tunggu... Advokat -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehilangan

29 Juni 2018   23:04 Diperbarui: 30 Juni 2018   17:31 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika jenazah dibawa ke rumah aku duduk menghadapannya, aku termangu menatap wajahnya yang sudah kaku, wajah yang sepertinya nampak tersenyum dan terkesan mengucapkan selamat tinggal untukku, wajah yang selama ini tak pernah menunjukkan kelelahan meskipun banyak beban hidup yang dihadapinya. Yang kepadanya aku tak pernah ada ketika dia membutuhkanku.

Kudekati wajah kaku itu dan kupandangi terus, perlahan kusentuh wajah yang dahulu selalu tersenyum padaku meskipun aku banyak menyakitinya. Tak terasa air mata penyesalanku menetes dipipinya yang sudah dingin dan kaku. Kusadari bahwa tubuh yang terbujur kaku itu adalah tubuh lelaki yang selama ini mengabdikan seluruh hidupnya untuk aku dan anak-anak kami. Aku tak tahu harus bagaimana hidup kami kelak karena dialah yang selama ini melakukan segalanya untuk aku dan anak-anak kami.

Saat itulah dadaku sesak ... teringat akan kebaikan yang telah dia berikan padaku selama 13 tahun berumah tangga denganku. Teringat betapa aku tak pernah memperhatikannya. Aku hampir tak pernah masak untuknya, bahkan setiap tiba jam makan ... akupun tak pernah menanyakannya apakah dia sudah makan, apa yg dia makan dan dimana dia makan, padahal dia selalu mengeluh bahwa sejak kuliah dia tidak pernah makan dengan teratur.

Tersadar bagiku, bagaimana letihnya selama ini dia ternyata, seringkali dia sampai dirumah sudah larut dan harus berangkat lagi paginya dan tanpa membangunkanku dia kembali menyusun bajunya sendiri untuk esok paginya dia harus keluar kota.

Aku teringat ketika dia mengeluh sakit dan dengan hati terpaksa saat itu aku menghantarnya ke dokter, tetapi tidak menemaninya saat diperiksa, dimana aku hanya sibuk dengan gadget terbaru yang dibelikannya untukku. Sama sekali aku tidak tau tentang sakitnya dan bahkan ketika dia meminta makanan rebus-rebusan untuk dia makan sehari-hari, aku tidak pernah melakukan untuknya.

Saat prosesi pemakaman tiba, lagu-lagu rohani dinyanyikan mengiringi kepergiannya menghadap Tuhan, aku melihat anak-anakku menangis sejadi-jadinya karena kehilangan Papa yg sangat menyayangi mereka. Saat melihat peti matinya hilang dalam onggokan tanah yang menimbun diatasnya, aku menyadari betapa berharganya dia bagiku. Aku terluka menyadari kehilangannya.

Aku merasakan, bahwa ternyata hari-hari setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang sebelumnya aku inginkan, sebaliknya aku justru berada dalam keinginan untuk selalu bersamanya. Tidak ada lagi yang membuatku tersenyum, mencandaiku ketika aku risau, yang selalu ada setiap kali aku butuh untuk melakukan sesuatu untukku.

Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya ada di sampingku. Aku rindu mendengar suara dengkuran yang mengisi malam-malamku ketika dia keletihan setelah bekerja seharian, suara dengkuran yang sungguh selama ini justru aku sangat membencinya.

Saat-saat aku rindu, aku hanya bisa mencium bau keringat yang pernah menetes dibantalnya, mencium baju-bajunya yang pernah dibasahi keringat karena keletihannya dalam melewati hari-hari pengorbanannya bagiku dan anak-anak kami, memeluk guling yang biasa dipeluknya karena aku tidak bersedia tidur dekat-dekat dengannya.

Seringkali aku harus marah dengan diriku sendiri karena kebodohan yg selama ini aku lakukan, sungguh aku tidak punya alasan untuk memperlakukan yang tidak adil baginya. Aku sungguh menyesal .... !! Aku menyadari bahwa sekarang ini justru aku telah terjerat dalam ketulusan cintanya denganku, yang selama hidupku tidak akan pernah ada yang dapat menggantikannya.

Dulu aku tidak pernah tau bagaimana dia mencari uang demi menyenangkan hidup aku dan anak-anak kami, aku hanya tau berapa yang dia harus transfer setiap bulannya ke rekeningku untuk keperluan-keperluan kesenanganku, untuk membayar tagihan kartu kreditku, biaya pembayaran dokter kecantikanku, biaya rutin untuk pembayaran salon langgananku, dan untuk uang arisan serta untuk biaya makan-makan bersama sahabat-sahabatku. Aku tidak mau tau dari mana dia harus mencarinya, yang aku tau bahwa ketika aku meminta uang padanya, dengan lembut dia selalu menjawab ... "besok pagi aku trasfer ya Mam ..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun