Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Home Artikel Utama

Mudik Nyaman, tetapi Rumah Aman Tidak Seindah Harapan

29 April 2023   22:41 Diperbarui: 30 April 2023   12:42 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (PIXABAY/PHOTOMIX COMPANY via Kompas.com) 

Masa liburan merupakan masa yang selalu dinanti. Sesekali lepas dari rutinitas sehari-hari menjadi kebutuhan setiap pribadi. 

Terlebih pada momen hari raya keagamaan, tentu satu kerinduan untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. 

Khusus bagi para perantau, masa libur hari raya begitu berharga. Pulang ke kampung halaman tidak kuasa ditunda. 

Begitu pula saya dan suami. Sebagai sepasang insan perantau yang dipertemukan di ibukota, kami akan berusaha mudik pada momen liburan hari raya. 

Jika beberapa tahun sebelumnya kami tidak pernah pusing saat harus meninggalkan rumah untuk mudik, berbeda dengan setahun silam. 

Pada tahun-tahun sebelumnya, kami santai saja meninggalkan rumah dalam keadaan kosong. 

Meskipun berada di sekitar ibukota, lingkungan tenpat tinggal kami relatif aman dari tindak kejahatan. Lagipula, tidak ada tanggung jawab apapun yang kami tinggalkan di rumah, misalnya hewan peliharaan. Itu sebabnya tidak ada urgensi bagi kami saat itu guna menitipkan rumah kepada pihak lain. 

Namun, ketika hendak mudik setahun lewat, kondisinya sudah berbeda. Kami harus memikirkan banyak makhluk hidup yang tidak mungkin kami bawa serta.

Pertama, ada beberapa pot tanaman hias yang harus rutin disiram setiap hari. Lalu, ada tiga ekor kucing yang minta makan 2-3 kali sehari. Juga ada satu ember ukuran 80 liter yang berisi sekitar 50 ekor peliharaan ikan lele. Ikan-ikan lele ini pun tidak boleh alpa diberi makan 2-3 kali sehari. 

Akhirnya, kami memutuskan untuk menitipkan rumah beserta makhluk-makhluk hidup yang kami tinggalkan, kepada seorang kerabat. Kebetulan kediaman kerabat ini tidak jauh dari tempat tinggal kami, dan beliau bersedia. 

Sebelum pergi, kami meninggalkan beberapa instruksi cara pemeliharaan tanaman dan hewan peliharaan yang kami tinggalkan. Untuk perawatan tananan hias dan kucing relatif mudah. Siapapun bisa melakukannya. Berbeda perlakuan untuk ikan lele dengan budidaya di dalam ember. Cara dan waktu pemberian pakan harus tepat. Untuk itu kami menginformasikan lebih detail khusus untuk cara pemberian pakan lele. 

Sudah menjadi kebiasaan saya pula, selalu meninggalkan rumah dalam kondisi bersih dan rapi. Khususnya ketika hendak bepergian ke luar kota dalam beberapa hari. Tujuannya, taklain agar ketika kembali dari luar kota, saya tidak perlu repot membersihkan rumah. Tentu sangat merepotkan, saat tiba di rumah badan lelah, lalu masih harus bersih-bersih rumah terlebih dahulu. 

Jadi, saat itupun saya tinggalkan rumah dalam kondisi bersih dan rapi. Saya tidak meninggalkan bahkan satu peralatan kotor pun di wastafel. Padahal sebelum berangkat saya menyiapkan banyak masakan untuk bekal di perjalanan. 

Rasanya tenang sekali akhirnya bisa meninggalkan rumah pada seorang yang kami kenal baik. Sekalipun kami belum pernah memercayakan rumah kami padanya, tetapi karena saudara, saya pikir tentulah akan aman terkendali. 

Tidak lupa saya meninggalkan sejumlah uang sebagai upah jasa menjaga rumah. Sekalipun kerabat, tenaga dan jasanya tetap harus dihargai dengan rupiah. Jumlah yang kami berikan pun cukup besar. Hitung-hitung berbagi berkat pada saudara. 

Selama kami di kampung halaman, kami juga rutin berkomunikasi dengan kerabat ini. Memastikan semua berjalan baik. 

Kenyataan tidak selalu seindah harapan

Usai satu minggu di kampung halaman, libur pun berakhir. Tiba waktunya kami harus kembali ke ibukota, kembali ke rutinitas kami seperti biasa. 

Tidak terlintas prasangka apapun yang tidak baik. 

Setelah menempuh perjalanan hampir 20 jam dari Jawa Timur, pukul tujuh pagi kami turun dari taksi yang membawa kami kembali ke rumah. Rasa lelah pun menggelayut. Ingin rasanya lekas mandi, lalu beristirahat. 

Namun, kenyataan tidak selalu seindah harapan. Bayangan kondisi rumah yang baik-baik saja jauh dari harapan. 

Begitu memasuki halaman rumah, pemandangan yang tidak kami harapkan terpampang nyata di depan mata. Teras rumah berantakan. Kandang kucing yang kami taruh di teras rumah, sudah bergeser jauh. Kardus-kardus bekas yang kami taruh di atas kandang sebagai tempat lesehan kucing sudah berserakan di teras. Tempat makanan dan minumannya pun berserakan di antara pot-pot tanaman hias. 

Bukan hanya itu. Hal yang paling mengagetkan adalah pintu rumah yang sudah terbuka sedikit, sekitar 10 cm. Yup, pintu rumah ternyata tidak terkunci bahkan tidak tertutup sempurna, astaga! 

Jantung saya langsung berdegup kencang. Buru-buru saya masuk ke dalam rumah, dan mengecek segalanya. Syukur, semuanya aman.

Memang, lingkungan kediaman kami ini tergolong aman. Pintu rumah tidak terkunci bahkan terbuka pun, kondisi rumah baik-baik saja. 

Hanya, amat sangat disayangkan terjadi kelalaian seperti ini. Bagaimana mungkin pintu bahkan tidak tertutup sempurna. Kerabat kami yang kami konfirmasi setelahnya, pun tidak mengerti bagaimana bisa pintu tidak terkunci.

Setelah kami tanya lebih lanjut, ternyata bukan dia yang menutup pintu. Anaknya yang berusia 12 tahunlah yang ditugaskan mengunci pintu. Yah, sudahlah. Kami juga tidak mau memperpanjang masalah. 

Kekecewaan kami bukan hanya itu. Kondisi rumah sangat berantakan, dari muka hingga belakang. Tidak ketinggalan kamar tidur. Di kamar tidur, kondisi atas kasur berantakan. Sprei dan bantal acak-acakan. Padahal saya tinggalkan dalam keadaan rapi. 

Selain itu, lantai rumah kotor sekali. Di meja makan dan dapur berserakan peralatan makan. Tempat sampah di dapur pun penuh dengan bungkus-bungkus makanan. Padahal apa salahnya dibuang ke tempat sampah di depan rumah. 

Namun, kekecewaan kami belum ada apa-apanya. Kondisi paling mengenaskan adalah ketika kami melihat ke halaman belakang dimana terdapat ember besar tempat peliharaan ikan lele. Beberapa ekor ikan tampak sudah mati mengambang, dan banyak lainnya sudah megap-megap di permukaan air, berusaha mencari oksigen. Airnya sangat kotor penuh dengan sisa-sisa pakan. Sepertinya pemberian pakannya berlebihan. Pakan yang berlebihan dan tidak termakan pada akhirnya mengotori air dan meracuni ikan. 

Suami pun buru-buru menguras ember tempat peliharaan lele ini. Maksud hati agar banyak lele yang bisa diselamatkan. Apa daya, dari sekitar 50 ekor, hanya tersisa 15 ekor lele.yang bertahan hidup! Sayang sekali, padahal sudah siap panen! 

Mau bagaimana lagi. Sudah terjadi. Kami pun malas ribut. Kejadian matinya sebagian besar ikan lele peliharaan kami pun tidak kami ceritakan pada kerabat kami itu. Cukup kami yang tahu. Tidak usah diperpanjang. Tidak ada gunanya juga. 

Tidak menyalahkan orang yang menjaga rumah

Pengalaman setahun lalu itu begitu berharga buat saya. Pelajaran buat saya untuk lebih bijaksana. 

Yang pasti, saya tidak menyalahkan kerabat yang saya minta tolong menjaga rumah. Dalam kejadian ini, jelas saya yang salah! 

Kenapa begitu? Pastinya karena saya sudah memercayakan rumah pada orang yang tidak tepat. Harusnya saya lebih berhati-hati. Tidak sembarang menitip rumah. 

Kenapa saya tidak menyalahkan kerabat saya ini?

Pertama, karena mungkin memang dia tidak memiliki ketertarikan dan kemampuan untuk menjaga dan merawat rumah orang lain. Termasuk barang-barang yang ditinggalkan untuk dirawat. Kedua, mungkin kerabat saya ini juga bukan seorang yang teliti dalam hal-hal penting, seperti menutup dan mengunci pintu dengan benar. 

Dan yang ketiga, mungkin saya dan kerabat saya memiliki perbedaan cara pandang dalam hal merawat dan menjaga rumah. Mungkin baginya, kondisi tempat tidur berantakan bukan masalah besar. Begitu pula dengan lantai yang kotor, dapur yang berantakan dan sampah yang menumpuk adalah hal biasa. 

Kalau sudah berbeda cara pandang, tentu akan sulit menyelaraskannya. Jadi, lebih nyaman ketika saya legowo saja. 

Rumah yang kotor dan berantakan, akhirnya saya bersihkan dan rapikan pelan-pelan. Meskipun dengan kondisi tubuh lelah.

Ikan-ikan yang mati pun kami ikhlaskan. Hubungan kekerabatan jauh lebih berharga daripada ikan-ikan lele itu. 

Namun, untuk ke depannya, mungkin saya harus memikirkan metode yang tepat ketika akan meninggalkan rumah untuk liburan. Kalaupun saya harus menitipkan pada pihak lain, saya harus mencari orang yang tepat untuk itu. 

Satu hal lagi. Kendati pun misalnya saya sudah berhati-hati, tetapi kejadian seperti ini terulang, saya harus ikhlas. Tidak ada pekerjaan apalagi insan yang seratus persen sempurna! 

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun