Hal ini yang paling penting. Upaya pencegahan dimulai dari rumah dan dari orangtua. Mengajarkan anak untuk hidup jujur sedari anak usia balita. Bukan hanya sekadar teori, tetapi juga dipraktikkan.
Pendidikan kejujuran ini bisa diawali dengan hal-hal kecil. Misalkan, tidak boleh membawa pulang mainan teman yang dipinjamnya saat bermain bersama. Kalaupun sampai terbawa pulang, anak diajarkan untuk mengembalikan kepada yang punya seraya mengucapkan maaf dan terima kasih.
Anak juga sebaiknya diajarkan untuk taat pada hukum dan aturan, baik hukum agama maupun hukum negara. Tidak boleh mencuri atau menginginkan harta milik orang lain merupakan salah satu aturan yang ada dalam hukum agama maupun hukum negara.
Saat anak saya kecil, dia sering ikut saya berbelanja ke warung. Beberapa kali kejadian, pemilik warung mengembalikan uang dalam jumlah yang lebih dari semestinya. Ketika saya hitung jumlahnya lebih, maka saya akan mengembalikan kelebihannya.Â
Sekalipun, saya baru sadar setelah di rumah, saya akan segera kembali ke warung tersebut untuk mengembalikannya.
Awalnya anak saya bertanya, "Kenapa Mama kembaliin uangnya?"
"Karena uang kembaliannya lebih dari yang seharusnya Mama terima, Jadi harus Mama kembalikan," jawab saya.
"Kalau tidak Mama kembalikan berarti Mama mencuri uang orang lain. Dan mencuri itu tidak baik di mata Tuhan. Negara juga melarang dan menghukum orang yang mencuri."Â
Itu beberapa cara pendidikan kejujuran yang saya ajarkan dan praktikkan di rumah. Harapannya, bekal didikan yang benar di masa muda akan mengantarkan anak untuk tetap hidup jujur dan benar hingga masa dewasanya kelak.(MW)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H