Bisa dibayangkan anak yang tinggal di asrama, banyak orangtua sudah melewatkan masa-masa indah bersama anak.Â
Masanya anak hidup tinggal bersama orangtua tidaklah lama. Bisa jadi hanya sampai usia 17 tahun saat anak akan mulai kuliah. Mungkin saja karena melanjutkan pendidikan, anak terpaksa pindah ke kota lain tempat dimana kampusnya berada.
Kalau anak sudah keluar dari rumah, selamanya akan sulit untuk bisa berkumpul kembali bersama orangtua. Karena setelah kuliah, anak akan bekerja, kemudian menikah, dan mungkin saja tidak akan kembali lagi ke kota asal dimana orangtuanya tinggal.Â
Mungkin terdengar terlalu sentimental, tetapi sebagai ibu, saya pribadi tidak ingin melewatkan masa-masa indah melihat tumbuh kembang anak dari dekat secara langsung, terlebih bisa menjadi teman curhatnya setiap hari.Â
***
Empat alasan di atas tentu tidak bisa diterapkan bila memang situasinya tidak memungkinkan. Seperti yang dialami seorang teman.
Teman saya ini pada tahun 2020 yang lalu, kehilangan istrinya (teman akrab saya juga) karena Covid. Anak mereka cuma satu dan saat itu baru lulus SD.
Teman saya ini memiliki pekerjaan yang mengharuskannya sering bepergian keluar kota, sementara tidak ada kerabat yang bisa dititipkan untuk menjaga anaknya selama dia bepergian. Akhirnya, oleh karena pertimbangan tersebut, anaknya dimasukkan ke sekolah berasrama.Â
Jadi, sekolah berasrama sebaiknya dikhususkan bagi anak-anak yang memang mengalami situasi darurat, minim pengasuhan dan pengawasan orangtua.
Namun, bila orangtua masih mampu mengawasi, bahkan ibu atau ayah bekerja hanya dari rumah, anak sebaiknya tetap diasuh sendiri.Â
***