Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Home Artikel Utama

Panas? Bandingkan Rumah Zaman Dulu dengan Rumah Zaman Now

20 Januari 2023   12:37 Diperbarui: 22 Januari 2023   21:16 2559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah zaman kolonial Belanda (www.riskiringan.com)

Setiap jendela memiliki empat bilah papan, terdiri dari dua bilah, masing-masing satu bagian atas dan satu bagian bawah, baik sebelah kiri maupun sebelah kanan. 

Ketika membuka jendela tinggal merentangkannya ke kiri dan ke kanan. Sehari-harinya kami cukup membuka dua bilah bagian atas saja.

Ketika sedang ada acara dan menghadirkan banyak tamu, maka kami akan membuka semua bilah papan jendela lebar-lebar sehingga tamu yang berada di dalam rumah tidak merasa pengap.

Untuk mengantisipasi agar pada malam hari, ketika semua jendela ditutup dan penghuni rumah tidak kepanasan, di setiap jendela dibuat lubang ventilasi berupa papan berbaris miring menghadap ke bawah, dengan menyisakan lubang antarpapan kira-kira 2 cm.

Rumah kami ini tetap memiliki jendela kaca, tetapi hanya khusus di ruang tamu, dengan jumlah yang juga cukup untuk membuat siapapun yang duduk di sana tidak akan kegerahan.

Antisipasi lainnya terhadap hawa panas, rumah kami ini tidak banyak sekat, sekalipun cukup besar dan memungkinkan bila disekat. Pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga hanyalah sebuah rak pajangan.

Rak ini juga buatan ayah bersama teman-temannya, dengan tingginya hanya berjarak kira-kira satu meter dari langit-langit rumah.

Tidak lama setelah rumah berdiri, ayah menanam berbagai pohon buah-buahan di sekeliling rumah. Beberapa pohon jambu air, jambu batu, nangka, durian, jeruk purut, kedondong, sampai pohon randu pun ada. 

Memang tanahnya sendiri cukup luas, sekitar 4.500 meter persegi, sehingga ayah bebas menanam apa saja untuk menutup lahan terbuka menjadi hijau. Taklupa, ayah juga menggali sebuah sumur di samping dapur. Sumur ini tidak pernah kering, di musim kemarau yang panjang sekalipun.

Ketika saya berusia 8 atau 9 tahun, ayah membuat sebuah kolam ikan di samping rumah. Kolam ikan ini ayah sebut sebagai miniatur Danau Toba, lengkap dengan "Pulau Samosir" di tengah kolam. Berkali-kali kami bisa memanen ikan mujair dari kolam ikan buatan ayah ini.

Saya memang tidak sempat bertanya kepada ayah apa kiat-kiatnya membangun rumah yang nyaman bebas dari hawa panas sekalipun tinggal di daerah tropis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun