Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bertamu Saat Hari Raya Imlek, eh Tuan Rumahnya Tidak Peduli

17 Januari 2023   19:15 Diperbarui: 22 Januari 2023   15:05 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas meja tamu sudah tersusun beberapa toples berisi aneka kue kering dan kerupuk khas Bangka, juga beberapa piring berisi aneka kudapan khas Imlek.

Taklama, ibu yang sangat ramah ini masuk ke bagian dalam rumah yang dibatasi sebuah gorden dengan ruang tamu. Sepertinya beliau hendak memanggil anaknya. Sebelumnya, si ibu mempersilakan kami mencicipi berbagai kudapan yang tersedia.

Ya, karena sudah diberi "lampu hijau" oleh tuan rumah, tanpa ragu-ragu semua tangan langsung bergerak ke toples sesuai selera makanan yang disukai. Saya sendiri langsung menyasar lapis legit yang tersedia di salah satu piring. Hmm, lapis legit memang maknyus...

Beberapa menit kemudian, si ibu muncul kembali dengan sebuah nampan di tangannya. Di atas nampan penuh dengan gelas-gelas berisi sirup manis berwarna kuning dengan potongan-potongan kecil es batu di dalamnya. Sesuai dugaan saya, minuman dingin tersebut adalah sirup rasa jeruk yang rasanya begitu segar pada siang yang panas itu.

Sambil menikmati sajian dan minuman dingin, kami menunggu tuan rumahnya muncul. Tetapi anehnya, yang kami tunggu-tunggu, teman kami ini, takjuga menemui kami. Setelah lama waktu berjalan, dan kami juga sudah cukup makan dan minum, akhirnya si ibu yang menemani kami, meminta maaf. 

Sebenarnya, kurang jelas juga apa alasan si anak tidak mau keluar menemui kami. Padahal yang bertamu juga kan teman-teman yang sudah setiap hari ditemuinya di sekolah. 

Si ibu hanya berkata bahwa si anak tidak mau keluar karena malu. 

Hingga kami pamit pulang, teman kami ini tidak juga muncul. Pikiran remaja saya kala itu sempat enggak habis pikir, kenapa harus malu ya, apa yang membuatnya malu...? 

Memasuki tahap dewasa, kemudian saya baru mengerti. Setiap anak, tanpa melihat suku maupun agana, memiliki cara berpikir yang berbeda.

Cara berpikir ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pola asuh, pendidikan di rumah, lingkungan tempat dimana si anak dibesarkan, bacaan dan tontonan yang diserapnya, serta berbagai faktor sosial budaya lainnya. 

Hal-hal yang dianggap bukan masalah bagi orang dewasa, bisa jadi merupakan masalah bagi mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun