#3. Jangan limpahkan kekesalan dan kemarahan pada anak-anak
Hal ini yang saya lihat terjadi pada Tessa yang saya kisahkan di atas. Kemarahan kepada suami sering dilimpahkan kepada anak-anaknya.Â
Sering kali Tessa tidak segan-segan berkata kasar dan membentak anak-anaknya. Sebenarnya Tessa sadar bahwa hal tersebut tidak benar, bahwa dia tidak boleh menempatkan anak-anak sebagai sasaran kekesalannya.
Hanya saja, terkadang Tessa sendiri tidak mampu mengendalikan diri ketika emosi kemarahan tersebut tidak bisa disalurkan pada sang suami.Â
Akibatnya apa bila hal tersebut berlanjut? Lama-kelamaan anak-anak pun akan memiliki sifat dan perilaku yang tidak jauh berbeda dengan kedua orangtuanya.
#4. Introspeksi diri
Saya banyak mendengar dan melihat kisah-kisah pernikahan dengan istri yang terus-menerus merasa tersakiti dan teraniaya.
Saya bukan ingin menyalahkan istri, tetapi yang saya lihat ada kalanya istri juga ikut andil akan berkembangnya temperamen suami yang kasar dan pemarah tersebut.
Misalnya, ternyata istri juga memiliki karakter yang suka melawan kata-kata suami dan berbalik membentak-bentak suami, atau sering memancing-mancing kemarahan suami.
Ada tipe suami yang bisa menerima istri demikian. Tetapi, tidak sedikit juga suami yang tidak suka. Ketidaksukaannya ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku kasarnya.
Makanya, tidak ada salahnya, istri juga melihat ke dalam diri, mencari tahu kekurangan diri sendiri yang mungkin saja mempengaruhi sikap suami. Apakah ada karakter dan sikap negatif dari istri yang bisa menjadi pemicu suami berlaku kasar, lalu perbaiki.
Bila ingin mengubah orang lain, ubahlah dirimu sendiri terlebih dahulu.