Tidak semua orangtua siswa memiliki penghasilan berlebih. Banyak juga orangtua siswa yang memaksakan diri agar anaknya bisa bersekolah di sekolah bagus dan mahal, tetapi sebenarnya penghasilan mereka terbatas.
Ini mereka lakukan semata demi memberi pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Membayar SPP, uang kegiatan sekolah, dan uang buku saja terkadang mereka sudah cukup kewalahan, apalagi kalau ditambah dengan berbagai iuran hadiah untuk guru.
Orangtua siswa yang memiliki kehidupan yang lebih mapan seharusnya tidak menyamaratakan kemampuan semua orangtua.Â
Mungkin bagi mereka uang 100 ribu tidak ada artinya, hanya seharga jajan kopi dan roti nereka di kafe mahal. Namun, bagi orangtua murid yang lainnya nilai sebesar itu bisa saja sangat berarti.
Ada pembiaran dari pihak sekolah dan pihak berwenang
Budaya memberi hadiah pada guru semakin marak ketika ada pembiaran dari pihak sekolah. Begitu pula di SD tempat anak saya bersekolah dulu. Kepala sekolah jelas tahu ada budaya ini, tetapi dibiarkan begitu saja.
Ternyata budaya ini bukan hanya terjadi di sekolah anak saya. Di sekolah-sekolah lain baik swasta maupun negeri di kota saya dan kota sekitarnya budaya serupa marak terjadi.Â
Hal ini membuat saya bertanya-tanya, apakah mungkin pihak yang berwenang dalam kebijakan dan pengawasan pendidikan yaitu Diknas tidak mengetahui hal ini. Rasanya tidak mungkin mereka tidak tahu. Ini sudah bertahun-tahun, lho. Kalau tidak mau tahu, entahlah...
Guru merasa hadiah itu haknya
Sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, lama-lama akan menjadi kebiasaan, lalu akhirnya menjadi budaya. Budaya dengan tujuan baik tentu sangat baik bila dikembangkan. Akan menjadi berbahaya ketika budaya tersebut cenderung berakibat negatif, termasuk budaya memberikan hadiah pada guru.Â