Malam harinya, sebelum tidur, saya gendong momoy sebentar, lalu saya tidurkan di dalam kardusnya, Ketika saya selimuti, matanya tertutup seperti tertidur, tetapi tarikan napasnya terlihat mulai berat.Â
Benar saja, dua jam kemudian, ketika saya terbangun dan mengeceknya, badan momoy sudah dingin, tarikan napasnya sudah tidak ada lagi, momoy sudah pergi. Hiks...
Meskipun saya pura-pura tegar, menguburkannya di depan rumah dengan wajah yang terlihat biasa -biasa saja, tetapi hati saya sedih sekali.Â
Saya juga kecewa pada diri sendiri. Ada penyesalan, mengapa tidak begini, mengapa tidak begitu agar momoy selamat.
Saya pun menyesali siapapun orang yang telah membuang momoy di usia yang masih sangat rapuh, yang belum bisa berpisah dari induknya.
Sekalipun hanya hewan, sepatutnya janganlah memperlakukannya semena-mena.
Seandainya momoy dibiarkan tumbuh besar bersama ibunya, mungkin momoy sudah bisa berlari-lari hari ini.
Namun, inilah risikonya. Bagaimanapun, bersama hewan kesayangan, siap memelihara, siap pula ditinggal sewaktu-waktu. Selama sudah berusaha melakukan yang terbaik, ikhlaskan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H