Mereka umumnya berkelompok 2-5 orang. Kadang bawa alat musik sekadarnya, kadang cuma bawa botol air mineral yang dipukul-pukul mengiringi nyanyian yang tak jelas. Tak jarang mereka hanya ber"puisi" yang isi "puisi' nya hanya teror untuk penumpang.
"Bapak, ibu, kakak, mas, abang yang terhormat. Kami bukanlah pengemis, kami bukan peminta-minta. Kami juga bukan penjahat. Kehadiran kami disini hanya untuk meminta belas kasihan kalian. Kami lapar, bapak, ibu! Kami butuh makan! Apalah arti uang seribu dua ribu bagi bapak ibu. Tidak akan membuat kalian jatuh miskin. Tolong, jangan sombong bapak ibu!"
Seperti itu kira-kira sepenggal "puisi" mereka, yang disampaikan dengan suara keras dan sangat terkesan untuk menakut-nakuti penumpang.
Dengan puisi bernada memaksa dan penuh ancaman seperti itu, siapa kira-kira yang akan bersimpati? Kalau pun ada yang memberi mungkin karena terpaksa.
Bahkan sampai beberapa tahun ke belakang, dan mungkin juga sampai hari ini, dimana angkutan kota masih banyak yang beroperasi di Jakarta dan sekitarnya, kehadiran pengamen seringkali tidak diharapkan. Bukan karena jenis pekerjaaanya, tetapi lebih karena sikap dan perilaku mereka yang seringkali menakut-nakuti penumpang.
Pengamen di warung-warung makan juga punya kisah sendiri. Waktu masih pegawai kantoran dulu, saya dan suami sering singgah untuk makan malam atau sekedar jajan di warung-warung makan yang ada di seputaran Blok M. Pengamennya banyak sekali di sana, dengan berbagai karakter.
Banyak pengamen yang sopan dan menghibur pengunjung. Namun, ada juga yang tidak sopan dan terkesan memaksa. Mereka tidak segan-segan langsung membuang uang recehan pemberian pengunjung bila mereka anggap nilai uang itu terlalu kecil, sadis kan?
Tukang parkir
Untuk juru parkir, beda lagi ceritanya. Dimana ada keramaian, di situ pasti ada juru parkir, padahal terkadang kehadirannya tidak dibutuhkan.
Contoh kecil, di suatu warung bakso dan mie ayam yang cukup ramai pengunjungnya, dengan halaman parkir yang hanya cukup untuk parkir paling banyak 7 motor berimpitan, apa perlu juru parkir? Sepertinya tidak perlu, tetapi di sana ada tukang parkir.
Di suatu kompleks ruko di kawasan Depok, untuk masuk ke area ruko, kendaraan dikenakan biaya parkir. Anehnya, ketika kita parkir di depan sebuah tempat usaha di kompleks ruko tersebut, kendaraan dikenakan biaya parkir lagi. Tentu saja biaya parkir ini tidak resmi. Dilakukan oleh juru parkir dadakan. Bisa pedagang asongan yang kebetulan jualan di sana, bisa pula pemilik lapak minuman botol.
Para pedagang ini mendadak jadi juru parkir saat melihat ada kendaraan akan keluar. Namun, kehadirannya tidak ada saat orang kesulitan memarkirkan kendaraan.