Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Keponakan Saya Kelas 5 SD Positif Covid-19, Diduga Tertular dari Guru

1 Februari 2022   11:08 Diperbarui: 1 Februari 2022   14:05 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di SDN 010 Batam Kota, Batam, Kep. Riau, Senin (10/1/2022). (ANTARA FOTO/TEGUH PRIHATNA via Kompas.com)

Seorang keponakan saya, berusia 11 tahun, duduk di kelas 5 sebuah SDN di Jakarta, positif Covid-19. 

Hasil ini didapat setelah dilakukan test swab pada hari Minggu kemarin di sebuah puskesmas.  

Gejala tidak enak badan sudah dirasakan keponakan saya sejak hari Jumat sepulang dari sekolah. Sedangkan demam baru dirasakannya Minggu dini hari. Pagi itu juga orangtuanya langsung membawa anak ini ke puskesmas terdekat.

Virus Corona tersebut diduga tertular dari seorang guru yang mengajar di kelasnya. Guru ini mengajar di kelas keponakan saya pada hari Senin pada awal minggu lalu, dalam kondisi batuk-batuk. Satu atau dua hari kemudian, sang guru menjalani test swab dan dinyatakan positif Covid-19.

Pada hari Kamis, tracing dan test swab pun dilakukan kepada semua siswa satu kelas, juga siswa dan guru lain yang kontak erat. 

Dari hasil test swab, semua siswa satu kelas termasuk keponakan saya, di mana guru itu mengajar dinyatakan negatif.

Agak membingungkan juga, hasil test pada hari Kamis negatif, tetapi esok harinya, anak ini merasakan tidak enak badan, dan hari Minggu kemarin dinyatakan positif.

Selanjutnya, test swab juga langsung dilakukan pula pada orangtuanya, dan syukur hasilnya negatif.

Karena gejalanya tergolong ringan, hanya demam tanpa batuk pilek, maka diputuskan keponakan saya ini dirawat dan isolasi di rumah saja. Lagipula, tidak mungkin dirawat di rumah sakit tanpa pendampingan orangtua.

PTM sebaiknya ditinjau ulang

Situasi Jakarta saat ini memang sepertinya sedang "tidak baik-baik saja" berkaitan dengan peningkatan kasus positif Covid-19. Semakin hari kasus positif Covid-19 kian bertambah.

Melansir dari Kompas.com, kasus baru Covid-19 di DKI Jakarta bertambah sebanyak 5.262, pada Senin kemarin. Selanjutnya, pasien dalam perawatan meningkat sebanyak 4.193, kini tercatat ada 32.170 pasien Covid-19. Sebanyak 6.809 pasien dirawat di rumah sakit, sedangkan 25.361 pasien menjalani isolasi mandiri.

Di tengah peningkatan kasus baru yang cukup besar ini, kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tetap berjalan seperti biasa.

Sekolah anak saya yang sebelumnya ditutup selama satu minggu akibat adanya siswa kelas 3 SD yang terpapar Covid-19, Senin kemarin sudah menggelar PTM kembali khusus SMP, sementara PTM untuk TK/SD masih dihentikan sementara dan dialihkan secara daring.

PTM yang tetap dilaksanakan dalam kondisi peningkatan jumlah pasien positif yang cukup signifikan ini menuai kekhawatiran banyak orangtua siswa. Wajar saja jika kemudian sebagian orangtua murid enggan memberangkatkan anak mereka ke sekolah. 

Di kelas anak saya saja yang duduk di kelas 7, sepertiga siswa tidak hadir pada PTM Senin kemarin. Saya menduga ini berkaitan dengan kekhawatiran orangtua.

Dalam grup WA orangtua dan wali kelas juga, berkali-kali orangtua meminta pihak sekolah meninjau ulang kegiatan PTM. Tetapi pihak sekolah menyampaikan bahwa sekolah hanya mengikuti arahan dan ketentuan dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Dalam situasi seperti ini, menurut saya sebagai orangtua siswa, memang ada baiknya pelaksanaan PTM khususnya di DKI Jakarta ditinjau ulang.

Ada baiknya PTM dihentikan sementara, paling tidak hingga situasi lebih kondusif. Artinya hingga lonjakan kasus positif mereda atau melandai. 

Para ahli memperkirakan lonjakan kasus akan terus naik dalam bulan Februari ini. Jadi, tidak ada salahnya jika pembelajaran daring kembali dilakukan paling sedikit selama beberapa minggu ke depan.

Andaikata pun PTM tetap digelar, opsi lain bisa dilakukan untuk melindungi siswa dari penularan  Covid-19.

Yakni PTM khusus dilaksanakan bagi siswa SMP dan SMA. Sementara untuk siswa SD/TK secara daring saja.

Pertimbangannya, siswa SMP dan SMA umumnya sudah memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dalam menghadapi serangan virus atau penyakit.

Berbeda dengan anak-anak yang lebih kecil yaitu siswa SD/TK, mereka masih terlalu kecil. Mereka belum memiliki daya tahan tubuh seprima kakak-kakaknya yang SMP dan SMA dalam melawan penyakit.

PTM untuk siswa SD/TK bisa kembali digelar setelah kasus positif di DKI Jakarta melandai.

Kolaborasi semua pihak

Sekiranya pun pemerintah tetap memberlakukan PTM harus berjalan seperti biasa untuk semua tingkat pendidikan, tidak ada pilihan bagi semua pihak selain memperketat protokol kesehatan. 

Di sekolah anak saya, sebuah sekolah swasta di Jakarta Selatan, melalui surat edaran memberikan imbauan kepada semua orangtua murid. Imbauan ini antara lain mengajak orangtua untuk turut serta memperhatikan kesehatan putra-putri mereka.

Pihak sekolah meminta siswa untuk tidak menghadiri PTM bila beberapa kondisi terjadi. Seperti baru bepergian jauh, baru berwisata ke tengah keramaian, baru menghadiri acara-acara keluarga, atau siswa/anggota keluarga yang baru tiba dari luar kota dan ada indikasi sakit setelah bepergian atau menunjukkan gejala serupa terpapar Covid-19. Larangan mengikuti PTM juga berlaku jika siswa mengalami batuk, pilek, demam, pusing, diare, dan sakit.

Imbauan dan aturan ini tentu sangat baik demi kepentingan bersama. Pihak sekolah bagaimana pun tidak memiliki hak membatasi mobilitas siswa dan keluarganya.

Untuk itu dikeluarkan imbauan ini, agar tumbuh kesadaran orangtua siswa untuk memperhatikam kepentingan dan kesehatan semua pihak.

Jangan sampai, hanya karena satu pihak yang lalai prokes, banyak pihak jadi repot dan terkena akibatnya.

Di samping itu, perlu kesadaran orangtua untuk lebih memperhatikan kesehatan putra-putrinya. 

Keponakan saya yang positif Covid-19 ini juga menurut saya ada peran kelalaian orangtuanya di dalamnya.

Orangtuanya kurang memperhatikan waktu tidur keponakan saya ini. Akhir-akhir ini, anak ini sering sekali tidur larut malam, dan jarang tidur siang. 

Di luar kegiatan mengerjakan tugas sekolah, waktu dari sepulang sekolah hingga malam hari dihabiskannya dengan bermain gawai.

Padahal kebutuhan tidur anak usia 6-12 tahun lebih banyak daripada orang dewasa, antara 9-12 jam setiap hari (Kompas Health).

Ketika waktu istirahat atau jam tidurnya selalu kurang, daya tahan tubuh anak akan terus menurun dan pada akhirnya tidak mampu menahan serangan virus atau penyakit.

Di tengah pandemi ini, ayo orangtua sebaiknya lebih peduli lagi pada kesehatan anak. Baik waktu tidur juga asupan gizi anak harus diperhatikan dengan lebih baik lagi.

Tentang bagaimana meyikapi PTM dengan bijaksana dan menjaga kesehatan anak sudah pernah saya sampaikan dalam artikel Seorang Siswa Terpapar Covid-19, Pagi Ini Anak Saya Dipulangkan dari Sekolah.

Selain itu, pihak sekolah sebaiknya lebih tegas lagi. Aturan yang ketat harus diterapkan. Seperti soal kesehatan para guru. 

Bila guru memang sudah merasa tidak enak badan, janganlah memaksakan diri mengajar atau menghadiri PTM. Kasihan siswa-siswi yang diajar.

Kemungkinan virus tersebut berpindah ke murid bisa terjadi, khususnya untuk murid-murid yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah.

Untuk memutuskan mata rantai penularan virus Covid-19 memang membutuhkan kerjasama semua pihak. Tetaplah menjaga dan mengutamakan kesehatan keluarga karena pandemi ini belum berakhir.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun