Cabang-cabangnya pun ada di bagian pohon yang sangat tinggi berbahaya dipanjat anak-anak. Padahal buah-buahnya sangat manis. Untuk jambu air hijau ini, kami lebih sering menggunakan galah untuk menggapainya.
Untuk jenis jambu air merah, semakin merah warnanya akan semakin manis rasa buahnya. Biasanya kami akan berlomba-lomba mendapatkan buah jambu yang paling merah. Sekalipun si jambu bergantung di cabang yang tinggi, kami berusaha mengambilnya.Â
Abang dan adik laki-laki saya yang cukup berani memanjat lebih tinggi, saya tidak berani. Beberapa kali hampir jatuh karena menginjak cabang yang rapuh, membuat saya lebih aman nangkring di cabang-cabang yang rendah saja.
Bukan hanya pohon jambu, di halaman depan rumah pun ada sebatang pohon seri (pohon kersen). Pohon seri ini tidak pernah berhenti berbuah.Â
Buah yang sudah berwarna merah akan sangat manis, sedangkan buah berwarna hijau yang masih keras akan kami jadikan alat bermain. Caranya dengan memutarnya di lantai semakin lama buah seri berputar, kami semakin keren.
Keberanian kami menjelajahi kebun memang hanya sampai halaman depan dan samping rumah. Area kebun lebih luas lagi di belakang rumah, tetapi kami anak-anak dilarang bermain ke sana.Â
Kami juga takut karena pepohonan rapat dan cukup bersemak di sana. Kalaupun kami pergi ke kebun belakang, biasanya bersama orangtua atau orang dewasa yang tinggal di rumah kami.Â
Pernah satu kali salah seorang tante tak sengaja memegang ular di salah satu cabang pohon yang ada di kebun belakang. Hiiihh....
Beraneka kegiatan anak di luar rumah
Selain memanjat pohon, cukup banyak kegiatan bermain bagi anak-anak di musim kemarau pada masa itu.
Bermain perang-perangan seperti yang telah saya sebutkan di atas, bermain masak-memasak dan lompat tali bagi anak perempuan, menjelajah kebun, membuat perosotan dari timbunan pasir, bermain caklingking merupakan sebagian kecil diantaranya.