Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Viral Kasus Kaesang-Felicia, Jangan Menginginkan Kebahagiaan Orang Lain

10 Maret 2021   08:59 Diperbarui: 10 Maret 2021   21:16 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaesang dan Felicia kala masih merajut hubungan (Sumber Instagram/Kaesang via grid.id)

Wow, ramai sekali lalu lalang pemberitaan perihal kisah cinta yang porak poranda antara Kaesang dan Felicia. Kisah cinta yang telah dirajut selama 5 tahun, bubar diiringi isu ghosting.

Memang miris membayangkan hubungan yang terbilang cukup lama, harus berakhir. Apalagi berakhirnya hubungan ini dikaitkan dengan hadirnya orang ketiga. 

Biasanya, bila sebuah hubungan yang sudah cukup lama dirajut, lalu kemudian putus, kedua belah pihak akan terpuruk beberapa waktu. Keduanya akan benar-benar patah hati dan sangat menderita. Dengan catatan, berakhirnya hubungan tersebut karena sesuatu hal di luar "campur hati" orang ketiga.

Tapi bila sudah ada pihak ketiga yang membayangi sebelumnya, bisa dipastikan, begitu putus, salah satu di antaranya akan langsung jadian dengan pihak ketiga tadi.

Saya tidak ingin membahas lebih lanjut penyebab kandasnya hubungan dua sejoli ini. Biarlah itu menjadi konsumsi pribadi mereka.

Di sini saya hanya mencoba membagikan tiga pelajaran penting yang sebaiknya kita ketahui berkaitan dengan hubungan percintaan.

Jangan pacaran terlalu lama, kecuali ada jaminan dia tetap setia

Pacaran terlalu lama akan menimbulkan potensi kerugian yang cukup besar. Terutama di pihak perempuan. Rugi waktu, rugi umur, rugi perasaan dan rugi-rugi lainnya. Pacaran terlalu lama hanya untuk putus nantinya, sama saja membuang-buang waktu.

Saya mengenal beberapa perempuan yang pacaran hingga lebih dari 10 tahun, bahkan ada yang sampai 14 tahun, tetapi pada akhirnya putus. Kehancuran terutama terjadi pada pihak perempuan. 

Andaikata pacarannya mulai umur 15 tahun tentu masih lebih baik. Karena ketika putus masih pada umur dua puluhan. Lha, kalau mulai pacarannya umur 20, ketika putus sudah di angka 30-an, kan kasihan.

Apalagi bila memiliki perbedaan-perbedaan yang bersifat prinsip dengan pasangan. Sudah pasti akan sulit melangkah ke jenjang pernikahan. Kalaupun tetap juga memaksakan untuk menjalin hubungan, ini sama saja dengan menyiksa diri. Siap-siap saja patah hati berkepanjangan.

Kita sendiri memang tidak bisa menduga pasti suatu hubungan yang dijalani akan bermuara ke pelaminan atau tidak. Namun kita bisa "membaca" dan mengusahakannya.

Saya sendiri sebenarnya pacaran cukup lama dengan suami, hampir 5 tahun. Tetapi saya tetap bersedia menjalankan hubungan  ini karena hati saya berkata dengan yakin, suami saya (waktu itu masih pacar) tidak akan berpaling dari saya. 

Ketika menjalin kedekatan dengan pasangan, kita tentunya bisa mempelajari karakter pasangan kita. Apakah dia seorang yang setia, apakah dia tipe orang yang pegang komitmen, apakah dia tipe doyan selingkuh, atau apakah dia orang yang mudah ingkar janji, apakah dia orang yang suka tebar pesona, dan sebagainya.

Apalagi bila durasi pertemuan dengan pasangan cukup intens. Kita bisa menganalisisnya.

Jadi, boleh saja pacaran lama, asalkan ada jaminan dia akan tetap setia. Janji setia ini bukan dari kata-kata yang keluar dari mulutnya bahwa dia akan setia, tetapi dari karakternya yang kita baca selama merajut hubungan tersebut.

Jangan biarkan pasangan kita dekat dengan lawan jenis, atas alasan apapun

Rasa suka bisa timbul dari kebersamaan yang terus-menerus. Iya apa iya?

Di daerah saya ada pepatah begini:  Tunggul yang jelek saja, kalau dilihat tiap hari, bisa jadi cakep. Tunggul adalah pangkal pohon yang masih tinggal tertanam di dalam tanah sehabis ditebang.

Pepatah ini menganalogikan hubungan antara anak manusia. Apa yang menarik dari tunggul? Sepertinya tidak ada.

Sama saja dengan hubungan antar laki-laki dan perempuan. Bila setiap hari bertemu, ngobrol bareng, curhat bareng, pulang kuliah atau pulang kerja bareng, yang semula tidak memiliki perasaan apapun, lama-kelamaan akan muncul benih-benih suka lalu cinta.

Bila status keduanya masih sama-sama sendiri, tentu tidak masalah. Yang akan menjadi masalah bila salah satu atau bahkan keduanya sudah memiliki pasangan masing-masing. Hal inilah yang kemudian memunculkan pelakor atau pebinor.

Oleh karena itu, saya paling tegas keberatan bila ada rekan kerja suami saya, yang wanita tentu saja, yang ingin nebeng pulang kerja bareng bersama suami saya. Saya selalu mewanti-wanti ini pada suami saya.

Tidak ada alasan harus nebeng, sekalipun arah tujuan pulang bersamaan. Angkutan umum banyak. Ada busway, ada KRL, ada MRT, bahkan ojek online banyak, dan punya uang pula. Pulang sendiri-sendiri saja.

Bukannya saya pelit, atau benci pada rekan-rekan wanitanya. Tidak. Tetapi ini salah satu upaya saya menjaga keutuhan rumah tangga. Bisa dibayangkan kan, perjalanan pulang hampir 1,5 jam, lalu hanya berduaan, hampir setiap hari pula, besar godaannya.

Apalagi perempuan dikenal sebagai makhluk paling baper se-jagad raya. Bisa panjang urusannya.

Kita memang tidak mungkin bisa mengawasi kemana dan apa yang dilakukan pasangan ketika tidak bersama kita. Namun paling tidak buatlah kesepakatan dengan pasangan, batas-batas yang harus dipatuhi bersama. 

Hal ini juga berlaku bagi siapapun yang sudah memiliki pasangan. Sebaiknya tidak menjalin hubungan terlalu dekat dengan lawan jenis di luar pasangan kita.

Bila pun harus menjalin hubungan karena pekerjaan, jalinlah sewajarnya saja, dan buat batasan jelas dalam hubungan kemitraan tersebut.

Sebaiknya hindari pula momen-momen kebersamaan khusus berdua. Sebisa mungkin hindari segala kesempatan yang berpotensi menimbulkan kedekatan dan rasa nyaman.

Pegang teguh komitmen, dan berjuanglah untuk setia pada pasangan kita. 

Jangan menginginkan kebahagiaan orang lain.

Mengawali sesuatu dengan cara yang baik, akan berbuah yang baik pula.

Apabila kita melihat teman kita sudah berbahagia dengan pasangannya, jangan menaruh iri dengki. Atau ketika kita melihat teman kita begitu dicintai pasangannya, jangan membuat kita ngiler dan ingin ikut memilikinya.

Buang jauh-jauh pikiran itu dari kepala kita. Sebaliknya, kita sebaiknya ikut senang atas kebahagiaanya.

Tanamkan selalu di hati dan pikiran, jangan pernah menginginkan kebahagiaan orang lain. Apalagi sampai merampasnya.

Tentu kita sering mendengar ini: jangan berbahagia di atas penderitaan orang lain.

Daripada sibuk dengan pikiran negatif tersebut, lebih baik kita berusaha menciptakan kebahagiaan kita sendiri.

Sebaiknya kita mulai suatu hubungan dengan cara-cara elegan tanpa harus menghancurkan pihak lain. 

(MW)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun