2. Harus siap sebagai penalang
Karena seringnya uang tidak terkumpul penuh di hari H, saya pun lebih sering bertindak sebagai penalang. Menalangi terlebih dahulu uang-uang arisan yang belum terkumpul.
Jadi, yang berhak terima tetap terima penuh. Kekurangan dari yang belum setor, saya tutupi dulu. Hal ini menyebabkan saya harus selalu sedia uang lebih.
Untung saja jumlahnya masih terjangkau. Kalau nilai setoran arisannya besar, sampai ratusan ribu atau jutaan, bisa berabe. Apa kabar uang belanja?
3. Ada saja yang seret setor
Kejadian ini benar terjadi. Ada saja yang menunggak hingga seminggu dua minggu. Berkali-kali terjadi.
Bahkan di dua bulan sebelum berakhir, ada seorang ibu yang sedang bermasalah dengan suaminya, benar-benar mengalami kesulitan keuangan, tak lagi mampu membayar sisa setoran arisan yang tinggal beberapa kali.
Syukurnya, nama si ibu ini belum pernah keluar dalam setiap kocokan, alias belum dapat arisan. Solusinya, saya yang menalangi jatah setorannya, dan si ibu ini mendapat jatah arisan paling buncit, atau yang terakhir dapat. Itupun tidak penuh lagi, karena saya potong dengan jumlah uang yang sudah saya talang sebelumnya.
Berbekal pengalaman-pengalaman tersebut di atas, dengan segala cobaan yang saya hadapi, hehehe...., saya tidak pernah lagi mau berperan sebagai koordinator arisan.
Jadi peserta arisan, hayuk atuh. Tapi jadi koordinator, makasih...
Di sekolah anak saya yang kini duduk di bangku Sekolah Dasar, tidak terhitung berbagai grup arisan bertebaran di sana. Mulai dari yang nilai setorannya hanya puluhan ribu hingga jutaan rupiah, tersedia.Â