Melihat gaya hidup para mahasiswa yang melakukan seks pranikah dengan bebas kala itu, saya mencatat ada tiga faktor utama yang menjadi stimulus berkembangnya fenomena tersebut.
Lemahnya pengawasan
Sependek pengetahuan saya selama beberapa tahun tinggal di sana, jarang sekali terlihat atau terdengar orangtua atau sanak saudara dari para mahasiswa tersebut yang datang mengunjuungi mereka. Baik yang berasal dari Jakarta maupun luar Jakarta. Entah apa motifnya.
Mungkin saja karena kesibukan orangtua, keterbatasan biaya untuk mengunjungi anak bagi yang berasal dari luar Jakarta, atau telah memberi kepercayaan sepenuhnya kepada anak-anak mereka.
Hal ini didukung dengan tidak adanya pengawasan serta tatanan dari pihak pemilik kontrakan, juga dari aparat yang berwenang di lingkungan tersebut.
Seandainya ada pengawasan bersinambung dari orangtua, ada aturan yang jelas dan ketat dari pemilik kontrakan sebagai pengganti orangtua, juga dari perangkat wilayah, mungkin fenomena ini tidak akan tumbuh dan berkembang.
Pengaruh teman sebaya dan lingkungan
Beberapa kali saya melihat mahasiswa baru yang semula menempati kamar kontrakannya sendiri, satu atau dua tahun kemudian telah ada satu teman lawan jenis yang hidup bersama dengannya.
Teman sebaya dan lingkungan sekitar yang memiliki kehidupan yang bebas dan cenderung permisif pada perilaku seks pranikah mendorong anak-anak muda ini melakukan hal yang sama. Perilaku yang semula dianggap tidak biasa dan bertentangan dengan norma, akhirnya dipandang sebagai perkara biasa.
Saya jadi teringat satu ungkapan : Pergaulan yang buruk akan merusak kebiasaan yang baik.
Religius