Tahun-tahun pertama saya tinggal di Jakarta, di awal tahun 2000-an, bersana kakak perempuan, kami menyewa sebuah rumah kecil di kawasan yang terletak di perbatasan Depok dan Jakarta Selatan.
Rumah ini berada di dalam sebuah kompleks di tengah lahan yang cukup luas yang dimiliki oleh sebuah keluarga.
Di dalamnya terdapat beberapa bangunan. Antara lain sebuah rumah induk yang cukup besar yang dihuni oleh pemilik lahan, beberapa rumah berukuran lebih kecil yang dihuni oleh anak-anak dan kerabatnya yang telah menikah, sebuah rumah yang kami sewa, serta deretan rumah kontrakan yang jumlahnya sekitar 15 pintu.
Rumah-rumah kontrakan yang ada di dalam kompleks itu umumnya dihuni oleh mahasiswa. Kebetulan di sekitar wilayah ini terdapat beberapa perguruan tinggi, baik yang besar maupun yang kecil.
Hanya ada satu kontrakan saja yang dihuni oleh keluarga kecil yang memiliki satu anak balita.
Rumah-rumah kontrakan ini tidak besar. Hanya memiliki satu ruangan ukuran studio yang berfungsi sebagai kamar, satu dapur kecil tanpa sekat yang menyatu dengan kamar, dan satu kamar mandi.
Teras depannya memiliki sekat tembok antar rumah dengan ukuran teras yang cukup untuk menjemur pakaian atau parkir satu motor. Cocok sekali untuk tempat tinggal mahasiswa atau pekerja yang belum menikah.
Kompleks ini sedikit tertutup, memiliki halaman yang luas dan rindang, dipagari tembok tinggi, dan tidak begitu terlihat dari jalan. Sangat nyaman dan tenang untuk dijadikan tempat tinggal.
Sayangnya, beberapa tahun kemudian si pemiliki lahan menjual tanahnya kepada sebuah perusahaan pengembang, dan kini telah berubah menjadi perumahan kelas menengah.
Begitu tenangnya kawasan ini sehingga orang luar banyak yang tidak mengetahui fenomena yang terjadi di dalamnya. Tentang gaya hidup para mahasiswa yang berdiam di dalamnya.