Hati Baja
Pagi-pagi bercuci muka,
Buru-buru pergi kerja.
Kenapa sedih selalu melanda?
Hmm.., siapa tahu sebabnya?
Pria tua menjajalkan dagangan,
telanjang  kaki terus berjalan.
Tiada yang iba dan kasihan,
kaki dan tangan jadi alasan.
Ternyata dia pun menolak bantuan.
"eh, kenapa Tuan?" tanya si kawan.
Kaki dan tangan jadi jawaban.
Pria tua pergi dengan senyuman.
Si Burung  Perkata
Dinamai  siburung  perkutut
Kunamai  si burung  perkata
Semua hak ingin kau rebut,
Lalu hidup seperti tak berdosa
Saat matahari tenggelam,
Kenapa ku tak diselamatkan?
Engkau berpikir dan diam,
Ini aturan atau anjuran?
Nyanyian Hujan
Waktu terus berjalan,
diriku masih sendirian.
Hidup tanpa sandaran,
mati penuh keinginan.
Janganlah  kotori tangan
dengan asa dan kesedihan.
Biarkan hujan yang bersihkan
semua kesalahan-kesalahan.
Kalaulah punuk merindukan bulan,
akulah katak yang merindukan hujan.
Selalu menanam kebahagiaan,
selalu tuai kesedihan.
Ah.., maafkanlah Tuhan... Â Â Â Â
Sore-sore hujan mengguyur
masyarakat  hidup menganggur.
Kemana hati kan berlipur?
Sedang tubuh penuh lumpur.
Darulakhirat
Sebelum kisahku tamat,
pikirku siap berangkat.
Ah, kalau diingat-ingat,
masih kurang ibadat.
Padahal, sudah sekarat.
Dulu, sering kudengar ayat,
supaya menjaga syahwat.
Hu-hu-hu! Semuanya telat!
Jiwa menuju Darulakhirat.
Eliminasi Alam
Manusia telah bermain
dan tidak akan kembali.
Berusaha  menyelamatkan
Keluarga, maupun diri.
Tidak peduli dengan sesama,
karena dirilah yang utama.
Egois adalah teman,
Naif adalah lawan.
Dia bukan Agas,
mengapa harus beringas?
Seolah hidupnya pantas
untuk dijadikan tuntas?
Sungguh, ekstremitas.
Jebakan Hiena
Kau adalah teman, dulunya.
Sekarang, pecah seluruhnya.
Apapun kini katanya,
Api dendam melahapnya.
Ha-ha-ha, kurang ajar!
Kemana pun akan kukejar.
Jiwa dan raga akan gemetar.
Beri ampun bagi si kurang ajar?
Sayang, dendam telah menjalar.
Jebakan Hiena
Benar katanya, kau mesum!
Apa? Selamat dari hukum?
Lihatlah! Siapa yang tersenyum?
Tinggal menunggu momentum!
Kemanalah tempat tuk menghindar,
di lembah kebenaran diri terdampar,
dikepung  oleh  singa yang lapar,
barang alasan takkan didengar.
Si Buas
Rooarr!! Akulah buas. Â Siaga!
Semua hati harus berbangga,
karena diriku sangat berharga.
Berhentilah menduga-duga!
Dirimu hanyalah  penyangga.
Biarkan kebuasan berkelana
dan tersesat di padang sabana.
Kengerian terus bergentayangan,
Menyingkirkan atau disingkirkan.
Cermin Air
Siapa yang berani menjamin
amanahnya seorang pemimpin?
Dari suaralah ia tercermin,
bersama doktrin ia terjalin.
Tiada hak untuk mencegat,
Karena keputusan telah bulat.
Janganlah jadi penghambat,
Biarkan mereka bersyahadat.
Telepon Dari Ibu
Hariku  yang berat dan penat,
terasa ringan walau untuk sesaat.
Tutur katamu bagaikan obat
Penenang yang  paling berkhasiat.
Tiada bernilai semua pangkatku.
Lenyap, saat kuterlelap di pangkuanmu.
Ibu, Â usaplah kepalaku, nyanyikan lagu indah.
Kutahu do'amu  untukku, selalu berkah.
                                                            Padang, 08 Desember 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI