(Kalau anda termasuk orang yang percaya akan surga dan neraka, anda wajib membaca tulisan ini dengan tuntas, walaupun tulisan ini hanya ramuan dan kumpulan dari beberapa perbincangan di warung kopi..insyaallah anda tidak akan kecewa..hehehe. eehh.satu lagi tulisan ini pernah saya post di catatan FB saya..tapi ngak apalah..karena saya hanya ingin tulisan tidak hilang saja...selamat membaca).....
................................
Senin seminggu setelah UAN........
“waktu tinggal 30 menit lagi..”
Begitulah suara ibu guru bahasa Indonesia,ibu Uswatun khazanah terdengar berat di telingaku, ini berarti 60 menit sudah berlalu, tapi belum satupun kata yang mampu kutulis di atas kertas folio bergaris ini, apalagi sebuah cerpen bertemakan persahabatan, seperti yang ibu guru minta, untuk memenuhi tugas ujian praktek pelajaran bahasa indonesia pasca UAN beberapa hari lalu.Pikiranku melayang entah ke mana, bayangan pertengkaran hebat, ayah dan ibuku tadi pagi masih lekat di benakku. Sejumlah pertanyaan hadir begitu saja dalam hati kecilku.....
“apakah ayah dan ibu kawan-kawanku juga sering ribut, ketika usia perkawinan mereka sudah di atas 10 tahun...?”
“Apakah kalau ayah dan ibu mereka cekcok, harus berakhir dengan perceraian...?”
“Ah..bingung....!!!!” batinku dalam hati.
Sebenarnya menulis sebuah cerpen bagiku bukan hal yang terlalu sulit, untuk saat ini, tapi entah kenapa aku males,tangan terasa kaku dan beku, bukan saja karena problem keluarga tadi padi. Tapi pelajaran bahasa indonesia ini, sejak aku masuk sekolah menegah pertama ini, tepatnya mungkin bukan pelajarannya, melainkan guru bidang studi ini, penyebabnya...! ini semua berawal ketika akau baru masuk sekolah ini, ketika itu aku diminta untuk memperkenalkan diriku, dengan menyebutkan namaku, tempat tanggal lahirku, hobbiku dan cita-citaku. Nah...ketika aku ditanya tentang apa hobiku kujawab dengan enteng tapi meyakinkan,
“Hobiku adalah melamun dan menghayal...!”
“Lho...kok...?” Ibu guru bahasa indonesia itu kaget, disusul oleh tawa riuh-rendah siswa kelas I yang baru beberapa orang aku kenal. Dengan tenang aku menjawab seraya memeberikan alasan kenapa kupilih hobi itu,
“ Karena dengan melamun dan berkhayal, aku bisa melakukan apapun yang tak bisa kulakukan di alam nyata.....!!!”
Semua diam, guru itu juga diam. Mungkin merasa kurang sreg dengan jawabanku, tapi aku tak peduli, tanpa memberi komentar apapun, akupun di suruh duduk kembali ke tempatku, tapi sejak itu ia selalu menunjukkan sikap ketidaksukaannya padaku.
Pikiranku kalut, aku tercenung, rasanya memerlukan matahari tambahan untuk bisa menerangi hati dan perasaanku saat ini, apalagi kalau ingat akan perceraian ibu dan ayahku, setelah cekcok cukup hebat tadi pagi, aku bingung harus ikut siapa?, ayah atau ibuku...? karena kedua-duanya sangat menyayangiku sebagaimana aku sayang juga kepada keduanya.
Tapi kalau sedikit mau mengikuti saran guru agamaku, bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu, mungkin aku akan ikut ibu saja.
“ Tapi bagaimana dengan ayahku..?”
Walaupun aku tahu bahwa penyebab retaknya biduk rumah tangga ini adalah ayahku, yang kata ibu sampai saat ini, masih inten berhubungan dengan Monalisa, walau hanya di dunia maya tepatnya facebook yang ayah bikin di internet. Menurut cerita ayah, Monalisa adalah cinta pertamanya, yang saat ini sudah menjadi seorang dosen filsafat di kota Bandung, kata ayah juga, untuk saat ini Monalisa tak lebih hanya sebagai teman diskusi, itupun hanya di dunia maya, lewat facebook itu saja. Tapi aku tak bisa begitu saja menyalahkan ibuku yang kemudian cemburu kepada Monalisa. Karena semua masih serba mungkin terjadi, ayahku masih muda dan hidupnya cukup mapan, sedang Tante masih gadis.
“So what is the problem...? Apa yang salah denganku..?” suatu saat ayhku membela diri, ketika kutanya tentang Monalisa.Masih menurut cerita ayah Monalisa kembali hadir dalam kehidupan ayah, sekitar delapan tahun yang lalu ketika aku masih berumur 5 tahunan, lewat sms pertamanya tentang ‘ Ulat bulu dan kaktus berduri”
“ Pernah kupinta pada tuhan seekor binatang kecil mungil, tapi tuhan memberiku ulat berbulu, Ah... Tuhan tak adil, Tuhan tak lagi maha pemurah..., lalu kupinta lagi bunga kecil dan indah, Lalu tuhan memberiku kaktus berduri,...ah Tuhan begitu kejam padaku.?
Tapi kemudian.....
Lambat laun ulat bulupun menjelma menjadi kupu-kupu yang indah, dan kaktuspun berbunga indah, sedap dipandang mata, ternyata....!
Tuhan tak hanya memberi apa yang kita pinta, tetapi Tuhan selalu memberi yang terbaik, buat kita....! (Ttd. Monalisa)
“ Baiklah anak-anak..., waktu kalian tinggal 5 menit..!!”
Ujar ibu guru bahasa indonesia, sambil mengemasi barang-barangnya di atas meja guru.
Sementara kertasku masih kosong, pikiranku masih berkutat pada plihan, antara ibu dan ayah, kalau mereka betul-betul bercerai... ikut ibu dengan seurga di bawah telapak kakinya...? atau ikut ayahku dengan cerita surga yang jauh berbeda dari bayanganku sebelumnya, hasil diskusinya dengan dosen filsafat tante Monalisa....
Menurut tante Monalisa surga itu ruwet dan rumit...!!
“Bayangkan saja...! Untuk bisa masuk ke surga itu saja, kau harus melewati jembatan, yang besarnya hanya seperti sehelai rambut yang dibelah tujuh...! tentu bukan hal mudah bukan, bahkan mungkin susuatu yang mustahil !!”
“Begitu kau menginjakkan kaki di surga, kau tidak akan pernah bisa berlama-lama di sana, karena kau pasti tergoda oleh buah kholdi yang legendaris itu, Adam saja hanya bisa bertahan beberapa waktu di sana. Bisa kau bayangkan...!!! berapa banyak pohon dan buah kholdi yang sejak zaman nabi Adam belum pernah ditebang, apalagi ditebang secara liar....?”
“Terus...Yah... !!? Sambungku waktu itu.
“ Ini juga masih menurut Monalisa” jawab Ayah kemudian.
“Di surga itu tidak ada mineral atau pocari sweet, atau minuman lainnya, yang ada hanya sungai-sungai yang mengalir di dalamnya, susu dan madu, apa kau bisa sepanjang malam dan siang kau hanya minum susu..dan madu saja...?”
“ Eh...satu lagi..., Yang ini kau akan paham, kelak ketika kau sudah dewasa !!” kata ayahku lebih lanjut.
“ Di surga itu, laki-laki seperti ayah ini, disiapin 40 bidadari cantik, yang jauh lebih cantik dari luna maya, Wulan Guritno, apalgi tante Monalisa. Kalau menghadapi ibumu saja, saya mesti menyeiapkan satu viagra (obat kuat buat lelaki), trus... berapa viagra kira-kira yang harus kubawa ke surga..????”
Betul ayah bilang, untuk persolan yang terakhir, aku tak paham sama sekali.Jadila aku yang tambah bingung.....
Setelah mendengar pemaparan ayah tentang surga hasil diskusinya dengan tante Monalisa, akhirnya kuputuskan untuk bertanya pada guru agama di sekolahku, yang menurut kebanyakan orang, sang guru agama tersebut adalah ahli tarekat.
“Nak...! perlu kamu ketahui, Tuhan itu Maha segalanya, surga itu hanya sebagaian dari tanda kebesaran-Nya, urasan kamu, tante Monalisamu, ayahmu atau siapapun di dunia ini memahami surga dengan segala macam penafsiran, itu sama sekali tak akan mengurangi kebesaran Tuhan....!”.
Begitulah guru agamaku menjelaskan panjang lebar tentang hakekat surga, jadilah aku semakin tambah bingung, tapi maklumlah aku kan baru anak kelas III Sekolah Menengah Pertama. Tapi sekarang aku harus menentukan pilihan tanpa bertendensi pada surga yang menurutku masih absurd. Aku harus segera memilih, ikut ayah atau ibu..?
“Waktu kalian habis, selesai atau tidak..? semua kertas harus dikumpulkan....!!”
Kata ibu guru bahasa indonesia itu, sambil berdiri di belakang meja guru.
Dalam kebingungan yang memuncak, dengan penuh khidmat aku akhirnya menetukan pilihan, akuy harus memilih ayah...., walau tanpa tahu alasannya kenapa.
Lalu kutulis sebuah kalimat di atas kertas folio bergaris itu.
“Ibu....! Maafkan aku...!!”
Lalu dengan agak bergetar kertas itupun kukumpulkan, kertasku menjadi kertas terakhir yang guru bahasa indonesia itu terima, sambil menatapku tajam bu guru itu menerima kertasku, akupun tertunduk, terdiam membisu, seakan menunggu ungkapan marah dari guru itu. Sejurus kemudian, sambil bergumam.
“ Harusnya ibu yang meminta maaf padamu nak, karena selama ini, ibu telah memperlakukan kamu tidak sebagaimana mestinya.”
Akupun tambah bingung, binguuuuuu.....ng!!!!!
“Ah.... tapi entahlah...!!, Sulga yaa Rabb....!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H