Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ten Hag Stay? Ini Analisisnya

26 Mei 2024   23:39 Diperbarui: 27 Mei 2024   08:01 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erik ten Hag dan trofi Piala FA (Sumber: AP Photo/Ian Walton)

Sebagai penggemar Manchester United sejak 1994, saya harus turut menulis opini selepas raihan trofi FA Cup pada Sabtu malam (25/5). Pertanyaan yang sedang ramai dicari jawabannya adalah: Apakah Erik ten Hag dipertahankan atau tidak?

Tahun lalu, tepatnya di 1 Oktober 2023, saya telah menulis opini tentang masa depan ten Hag di Kompasiana (Lihat: Ten Hag, Lagi-Lagi Bukan Sosok yang Pas?). Di artikel itu saya menyoroti kelemahan ten Hag dalam hal manajemen manusia.

Sejak awal dia buru-buru mendatangkan mantan-mantan pemainnya di Ajax dan dengan buru-buru juga melepas pemain-pemain akademi. Hasilnya justru pemain-pemain ex-Ajax itu jarang tampil dengan berbagai sebab, kecuali kiper Onana.

Kedua, kesulitannya mengubah permainan saat tertinggal. Ketiga, dia coba menerapkan ketegasan yang biasa dilakukannya saat di Ajax. Dia lupa bahwa tipikal pemainnya di Ajax adalah pemain-pemain muda yang belum berstatus bintang dan gaji ratusan ribu poundsterling.

Saat itu (September 2023), posisi Manchester United berada di peringkat ke-10. Saya mengkhawatirkan posisinya terus melorot jika tidak ada perubahan gaya kepelatihan ten Hag. Namun akhirnya posisi Man United sedikit meningkat di akhir musim, yaitu kedelapan.

Keberhasilan menahan posisi di liga tidak semakin jeblok plus raihan Piala FA tidak dipungkiri pengaruh perubahan gaya ten Hag. Memasuki tahun 2024, saya melihat keras kepalanya melunak dan tidak lagi mengkritisi pemainnya di media karena toh akhirnya tidak punya banyak pilihan pemain tersisa. Bukannya tsunami trofi, United malah mengalami tsunami cedera.

Tsunami cedera

Ini pula yang menjadi alasan ten Hag tidak mendapat hasil maksimal, yaitu bahwa ia jarang sekali menurunkan tim utama secara utuh. Man United menderita lebih dari 60 cidera bergantian selama musim 2023-24. Ten Hag pun telah mencoba 31 komposisi pemain bertahan yang berbeda-beda dalam 48 pertandingan (Mirror).

Namun, banyaknya cidera yang dialami pemainnya justru menimbulkan pertanyaan akan korelasinya dengan menu latihan ten Hag. Pemilik baru yang mengurusi aspek olahraga, Sir Jim Ratcliffe, pun meminta dilakukan investigasi internal.

Sekarang, trofi turnamen domestik tertua di dunia itu telah direbut. Penggemar dan pengamat menanti-nanti, apakah Man United tetap mempertahankan Erik ten Hag?

Rekor terburuk

Saya harus fair mengucapkan terima kasih kepada ten Hag dan para pemain atas persembahan trofi FA Cup musim 2023-24. Bagi kebanyakan fan di seluruh dunia, trofi ini sudah cukup untuk menghibur duka lara sementara waktu. Mungkin lebih sedikit fan yang sadar bahwa musim ini adalah finish terburuk Man United dalam sejarah Premier League.

Untuk pertama kalinya sejak 1990, Man United berakhir di peringkat kedelapan dengan torehan nilai 60, 14 kekalahan di liga, dan selisih gol yang minus (-1). Seburuk-buruknya Moyes dengan minim pemain baru masih bisa finish di urutan ketujuh (2013-14).

Sehancur-hancurnya United saat Rangnick manyambung kerja Solskjaer (2021-22), masih 12 kali mengalami kekalahan di liga. Belum pernah pula United mengalami catatan gol minus di akhir musim.

Ternyata, dalam dua tahun ini, Erik ten Hag juga telah mencatatkan banyak rekor buruk untuk United, antara lain:

- Memberikan kemenangan Galatasaray di tanah Inggris pertama setelah 117 tahun.

- Pertama kalinya United menderita kekalahan beruntun di dua pertandingan pembuka Liga Champions.

- Pertama kalinya kebobolan 7 gol dan dua pertandingan pembuka Liga Champions.

- Pertama kali dalam 28 tahun kebobolan 4 gol dalam laga penyisihan grup Liga Champions.

- Pertama kalinya menelan 4 kekalahan dalam 7 laga pertama di Premier League.

- Poin terendah (9 poin) pada 7 pertandingan pertama liga sejak 1989.

- Kekalahan pertama United di kandang Tottenham Hotspur.

- Kemenangan terbesar Newcastle di Old Trafford (0-3) sejak 1930.

- Pertama kali mengalami 8 kekalahan dan 15 pertandingan pertama di liga sejak musim 1962-63.

- Pertama kali juga mengalami 5 kekalahan dalam 10 pertandingan pertama di Old Trafford sejak 1930-31 dan beberapa rekor buruk lainnya.

Pertandingan final Piala FA sendiri tidak bisa dibilang menarik. Memang United memenangkan pertandingan tetapi dengan statistik yang buruk. Penguasaan bola hanya 26%, tendangan penjuru 1 kali, dan umpan silang cuma 2 kali. Bandingkan dengan City yang menguasai bola 74%, tendangan penjuru 7 kali, dan umpan silang sebanyak 22 kali.

Baiklah, ada lelucon yang mengatakan "biar mereka menguasai bola yang penting trofi saya bawa pulang" tetapi rasanya ini bukan Manchester United. Alasan ini pulalah yang mendepak Jose Mourinho setelah berhasil membawa Piala Liga Europa dan Louis van Gaal setelah meraih Piala FA.

Kondisi berbeda

Saya setuju dengan beberapa pengamat yang mengatakan bahwa pecat-memecat manajer bukanlah solusi untuk keterpurukan United. Semua orang tahu bahwa biang keterpurukan sesungguhnya adalah pemilik dan jajaran pengurusnya yang melihat klub hanya dari sisi bisnis dan bahkan melalaikan perbaikan pusat latihan dan stadion.

Tetapi kondisi ten Hag juga tidak bisa disamakan dengan manajer-manajer sebelumnya. Dibanding lima manajer United sebelumnya, ten Hag telah diberi keluasaan untuk menentukan skuad. Manajemen mengikuti kemauannya mendatangkan mantan-mantan anak asuhnya. Manajemen juga menurut untuk mendepak Ronaldo dan Sancho plus Grenwood.

Ten Hag tak bisa pula disamakan dengan Arteta dan Klopp yang diberi waktu cukup lama membangun tim. Arteta dan Klopp punya karakter yang kuat dalam hal manajerial dan gaya bermain. Meski tidak cepat merengkuh trofi, ada pola perkembangan yang jelas terlihat setiap tahunnya. Dan yang tak kalah penting, tidak membuat rekor-rekor buruk baru bagi klub.

Pengamat yang membandingkan ten Hag dengan Sir Alex dan Arsena Wenger juga sama anehnya. Zaman berbeda, kondisi dan status klub juga berbeda. Ferguson dan Wenger membangun tim dari bawah dan membentuk karakternya.

Manchester United adalah tim menyerang yang atraktif. Kemenangan, agresif, dan comeback adalah ciri khasnya. Ten Hag paham itu namun belum bisa mewujudkannya. Masih lebih menarik menyaksikan pertandingan-pertandingan United di bawah Solskjaer.

Dengan pemain ala kadarnya, kombinasi pemain muda tak berpengalaman dan pemain pra pensiun, United masih bisa dikatrol hingga runner up dengan gol besar dan julukan Raja Comeback. Saya jadi membayangkan jika saja Solskjaer bebas memilih pemain-pemain yang berkualitas dan dibolehkan mendepak pemain-pemain yang tidak dibutuhkannya.

Dilematis

Kembali ke ten Hag, terus terang saya merasakan dilema yang mungkin dirasakan petinggi-petinggi United saat ini artikel ini dipublikasi (26 Mei 2024). Erik ten Hag telah membawakan dua trofi dan mencatatkan tiga final dalam dua tahun ini. Jika ukurannya adalah trofi, maka ten Hag patut dipertahankan. Persis seperti yang diucapkan ten Hag sendiri saat interview seusai kemenangan di Wembley.

Namun jika merujuk pada pembangunan kembali karakter dan identitas United yang ujungnya bermuara pada konsistensi di liga, maka rasanya United perlu mencari manajer lain. Bagi saya, faktor kunci seorang manajer yang sukses adalah skil mumpuni di aspek manajemen manusia. Tahu kapan memanfaatkan siapa.

Saya tidak akan berhenti merujuk pada Sir Alex Ferguson sebagai acuan. Dia tahu bagaimana memperlakukan pemain dalam ruang ganti yang "steril". Dia adalah manajer yang bisa membuat pemain yang biasa-biasa saja menjadi bermanfaat bagi kebesaran tim. Menangani pemain spesial dengan cara spesial pula. Tahu kapan harus memuji dan kapan harus mendamprat, biar itu pemain bintang sekali pun.

Jadi, apakah Erik ten Hag harus dipecat sekarang? Saya berharap tidak. Saya berharap ten Hag bisa bermetamorfosis menjadi manajer berkarakter Manchester United. Harapan yang sama pada Mourinho enam tahun silam. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun