[caption id="attachment_210912" align="aligncenter" width="313" caption="foto oleh Bayu Bergas"][/caption]
...
If adalah perempuan paling tangguh.
Setidaknya dulu, dalam rentang lima tahun kami bersahabat.
Ayahnya telah lama terhajar stroke dan beberapa tahun yang lalu telah meninggal. Ibunya berjualan tas dan beberapa pernik rumahtangga pada sebuah kios di pasar. Tentu mudah ditebak, If tak lain adalah perempuan sederhana. Seperti gambaran di cerita dongeng kebajikan: pagi ia bersekolah, siaga di kios dari siang hingga petang. Malam selalu terlelap dengan cepat.
"Aku mengantuk," keluhnya.
Ia lalu menguap lebarlebar disertai oaaaahhhmmm... dengan volume besar.
Selalu. Selalu seperti itu. Matanya yang sembab semakin terlihat. Kantung matanya seperti hendak terjatuh.
Duh, betapa ia tampak begitu perempuan.
Bagiku keluhannya itu lebih tampak sebagai penunjuk waktu. Betapa tidak, If akan mulai mengantuk menjelang pukul delapan malam. Setidaknya, aku tak perlu repot merogoh ponsel di kantung celana untuk tahu waktu. Cukup menunggu ia bilang 'aku mengantuk' maka itu berarti tak pernah lebih dari jam delapan.
Kalipertama aku memang memastikan:
"Apa itu pertanda aku harus segera pulang?"
"Hahaha... Tidak. Tentu bukan itu. Rutinitas dan kelelahanlah yang membuatku mengeluh."
Dan ia berhasil meyakinkanku, karena dua jam setelahnya barulah biasanya aku pulang. Ini berlangsung dari hari ke hari.
If adalah perempuan sederhana. Ini selalu aku katakan pada siapapun yang menanyakan hubungan kami. Ia seolah hendak bilang: bedakanlah yang mana kebutuhan dan yang mana keinginan. Bagi If, kebutuhan adalah yang harus terpenuhi. Tapi tidak demikian dengan keinginan. Keinginan selalu mengejar manusia, katanya.
If adalah perempuan paling tangguh.
Setidaknya dulu, dalam rentang lima tahun kami bersahabat.
"Lusa pulang?" tanyamu di telepon
"Oke. Bisa." jawabku
Itu mulai terjadi pada tahun kedua selepas sma. If di Semarang dan aku ke barat. Kami harus janjian terlebih dahulu untuk bertemu.
"Kenapa tak bermalamminggu di tempat lain?" tanya if
"Mengusir?" aku balik bertanya
"Hahaha... Kenapa kamu selalu balik bertanya sih! Tendensius pula!"
Aku ikut tertawa. Lalu If masuk ke dalam, membuatkan teh.
"Kamu selalu membuatkanku teh hangat untukku."
If terdiam sejenak. Menunduk ia. Matanya menatap lekatlekat pada cangkir kecil di depanku. Pandangannya menerawang dan tersenyum kecil.
"Dan kamu selalu datang," katanya sembari menatapku
Aku tertawa. Wajahnya agak memerah.
"Bukankah sahabat selalu datang?!" kataku
If hanya diam. Mengangguk kecil.