Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

#Daksa adalah Novel Perjalanan Hidup

24 April 2021   15:19 Diperbarui: 24 April 2021   15:23 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Steven Brahma-dokpri

Ada juga Daru yang menjadi perhatian dalam #daksa. Seorang mengaku homoseksual, tetapi tetap ingin menjalani semua risikonya meski ia harus iklas mendapat konsekwensi atas kehidupannya yang sempat serampangan, semaunya sendiri. Sebagian diri Daru adalah kisah nyata dari seorang sahabat yang ingin orang lain bisa mendapat hikmah dari kisahnya.

Semua banyak kisah manusia ini menjadikan #daksa bisa dibilang adalah sebuah perjalanan hidup. Bukan melulu tentang tahun terbitnya yang panjang itu, tetapi juga bagaimana saya bisa belajar banyak dari para tokoh yang tidak mungkin sebenarnya ada di sekitar kita.

Berharap, jika Anda membacanya pun, dapat merasakan kebahagiaan, kedalaman, harapan baik, kelucuan bahkan juga gundah gulana, kekecewaan, kebingungan serta kesedihan yang tidak bisa sekadar terucap. Dengan demikain semoga bisa ada pemahaman tentang arti pilihan hidup dan bagaimana menghormatinya.

Sinopsis #daksa , Bahagia Tak Semata Raga

 

Gambar oleh Steven Brahma-dokpri
Gambar oleh Steven Brahma-dokpri
Daksa adalah tubuh. Tubuh yang mengantarkan sebuah harapan dan rasa Firdaus, Ola, Wie dan Tra sekian lama. Kisah panggilan hidup Romo Firdaus yang pasang surut, ditampung dalam hangat persahabatan seorang Ola ternyata masih belum juga mampu menguatkan kedua kaki untuk bertahan. Daus memilih sesaat melepas segala penat hidup di luar. Padahal tantangan, tak kalah lelah saat 15 tahun mempertahankan jubah.

Nun di sana, Ola, sang cinta pertamanya, mulai mengepak sayap. Ia sudah bisa memahami hidup yang harus terus disuburi dengan banyak keindahan. Termasuk kedatangan Athafariz, mengoyak renjana lama. Segala beda mereka cuma bisa dilengkahi saat #daksa mau sungguh terima. Apa adanya.

Sementara Wie dan Tra sudah bahagia dengan masing-masing belahan jiwa. Walau tersisa nukilan puisi lama yang nyatanya tak bisa hilang. Bahkan ketika salah satu dari mereka mulai mempertanyakan, kenapa aku harus memilih yang sekarang. Bukan yang lama?

Lalu bagaimana Daus kembali mengolah rasa saat daksanya terus berontak sementara sang penguat telah menemukan cintanya? Masihkah Ola bisa menjadi penghangat sang beraja yang sedang gundah pada panggilan hidup? Nampaknya, beraja lama itu masih bertahta. Maka tak aneh juga kalau Wie masih memendam rasa lamanya pada Tra walau mereka tak pernah bisa bersama.

Selamat membaca. (anj21)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun