Lalu, apakah perjuangan saya sudah puas atau kelar saja sampai di situ?
Tentu saja tidak.
Selain, justru novel beraja menjadi seperti pintu pembuka untuk terbitnya novel-novel saya berikutnya, secara khusus cerita yang ada di dalam novel itu malah jadi berkembang dan menghasilkan dua novel lagi sebagai kelanjutnya.
Novel kedua untuk menjawab beraja adalah "Renjana, yang sejati tersimpan di dalam rasa" , diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU) dan yang ketiga untuk menjawab beraja dan Renjana adalah "#daksa, Bahagia tak semata raga", diterbitkan oleh Elex Media Computindo secara digital (dan akan POD).
Jarak waktu ketiga novel itu pun lumayan jauh.
Kalau novel "beraja" diterbitkan November 2002, novel "Renjana" Desember 2013 dan "#daksa" Januari 2021. Ini semua bukan kesengajaan atau sebuah strategi tertentu, tetapi karena mengingat respon pembaca dan lebih utamanya sebab dari sejak awal "beraja" saya tulis adalah sebagai refleksi saya pada banyak hal terutama hidup diantara para orang berjubah.
Kenapa Ada "Renjana"? Kenapa Ada #daksa?
Aku menemukan hatimu di antara deras hujan memudarkan warnanya.
Semula memang tak terlihat.
Sebab rintik hujan lebih memendarkan gelap mendung.
Sampai ketika rinainya berkurang lalu menguraikan nama yang kemudian kutahu.
Itu namamu....
 Padahal tiap saat kupandang senja, berharap warna jingga
menghantarkan sebuah nama
yang telah disediakan sekian lama, dinanti menempuh mimpi.
 Mungkin ia pernah menari-nari di awan putih.
Siratan biru yang menyertai, ternyata tak mampu buat mataku menangkap
bahkan membiarkannya tak terlihat.
 Dan, ketika hujan menghaturkannya di antara batas senja
terpengkurlah aku tak berkata.
Ternyata ia tak pernah lekang menyimpan namaku
lekat di hatinya, walau sesiang pernah menyertakan debu
yang kumau
bisa kutepiskan, tiada ragu.