Lembanga dan pergerakan disabilitas semakin menjamur di berbagai daerah. ISU disabilitas mulai beberapa dekade ini, isu mengenai disabilitas bukan lagi isu yang minoritas saja di kalangan tertentu namun sudah mulai mencuat masuk ke dalam beberapa lapisan masyarakat. Banyak pergerakan yang diinisiasikan mulai dari disabilitas itu sendiri, disabilitas dan non disabilitas sampai pergerakan yang diinisasi masyarakat non disabilitas yang memiliki visi kemanusiaan untuk memanusiakan manusia.
Untuk organisasi disabilitas yang diinisiasikan oleh disabilitas sebagai berikut :
1. Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) yang kini sudah berganti nama menjadi Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia disingkat PPDI merupakan organisasi payung dan beranggotakan beragam organisasi sosial kecacatan di Indonesia yang didirikan tahun 1987. Visi lembaga ini adalah mewujudkan partisipasi penuh dan persamaan kesempatan penyandang disabilitas dalam seluruh aspek kehidupan. PPDI berfungsi sebagai lembaga koordinasi dan advokasi bagi anggota-anggotanya, sedangkan bagi pemerintah PPCI merupakan mitra dalam penyusunan berbagai kebijakan dan program berkaitan penyandang disabilitas.
PPDI memiliki jaringan kerja hampir diseluruh provinsi di Indonesia dan merupakan anggota dari Disabled People Internasional. Sejak tahun 2005, PPDI bersama organisasi jaringannya aktif mendorong dan memberikan konsep naskah akademis bagi proses ratifikasi CRPD.
PPDI adalah payung bagi organisasi sosial penyandang disabilitas, organisasi sosial disabilitas dan organisasi kemasyarakatan penyandang disabilitas sesuai dengan tingkat kedudukannya berfungsi sebagai wadah perjuangan, koordinasi, konsultasi, advokasi dan sosialisasi disabilitas di tingkat nasional dan internasional.
PPDI bersifat non partisan dan terbuka bagi seluruh organisasi sosial penyandang disabilitas, organisasi sosial disabilitas dan organisasi kemasyarakatan penyandang disabilitas tingkat nasional.
PPDI ini sering membantu dan mengawal pemerintah dalam berbagai kebijakan, seperti UU disabilitas dan kebijakan terkait disabilitas.
2. GERKATIN
Sejak tahun 1960-an para penyandang tunarungu alumni SLB-B Bandung dan Wonosobo memelopori mendirikan perkumpulan tunarungu di Bandung. Jumlah anggotanya masih relatif sedikit. Ketika itu penyandang tunarungu yang bersekolah sangat sedikit. Terbentuk perkumpulan berdasarkan senasib memperjuangkan hak-hak umum belum menyadari eksistensi komunitas tunarungu di Indonesia pun berhak menuntut peningkatan kesejahteraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Nama perkumpulan pertama kali: AMKTRI (Angkatan Muda Kaum Tuli Indonesia) di Bandung, Jawa Barat. Kemudian diganti nama lain: GERKATIN (Gerakan Kaum Tuli Indonesia ) di Bandung dan di Jakarta, tahun 1966. Kemudian muncul perkumpulan tunarungu yang lain di beberapa kota besar yaitu di Yogyakarta, Persatuan Tunarungu Yogyakarta (PERTRY) tahun 1974 kemudian diganti Perhimpunan Tunarungu Indonesia (PERTRI) tahun 1980. Di Semarang, Persatuan Tuna Rungu Semarang (PTRS) tahun 1976; dan di Surabaya, Persatuan Kaum Tunarungu (PEKATUR) tahun 1979. Hingga menyebar ke berbagai daerah di nusantara.
Konon mereka tidak tahu menahu adanya beberapa perkumpulan itu karena tidak pernah beredar informasi, dulu belum ada aksesibilitas sarana komunikasi untuk penyandang tunarungu Hanya berbekal ijazah SLB-B sederajat SD, tidak diperkenankan melanjutkan ke sekolah umum dan kesulitan memperoleh pekerjaan yang layak karena faktor kecacatannya. Hal itulah menjadi tantangan besar yang mesti dihadapi dengan keberanian. Dalam dunia sunyi, para tunarungu berjuang melawan kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dalam persaingan keras di tengah masyarakat umum yang majemuk berlapis-lapis status sosialnya, ruang geraknya sangat terbatas dan sempit sehingga para tunarungu "terpinggir". Dengan susah payah bertatih-tatih menggeluti pendidikan hingga berhasil menggapai gelar kesarjanaan. Sejak itu hingga saat ini telah berkembang pesat alumni SLB-B di Indonesia telah mampu mengenyam pendidikan terpadu di sekolah menengah umum dan perguruan tinggi. Namun itu belum cukup karena mereka itu pada umumnya berasal dari keluarga golongan menengah ke atas sementara masih meluas golongan miskin tidak mampu bersaing. Untuk berprestasi apapun mesti melalui persaingan keras padahal di negeri ini aksesibilitas sarana komunikasi kurang memadai.
Demi tercapai cita-cita perjuangan dan persatuan tunarungu Indonesia, diadakanlah KONGRES NASIONAL I, tanggal 21-23 February 1981 bertepatan tahun internasional cacat dengan agenda utama: mempersatukan perkumpulan tunarungu dalam satu nama, satu lambang dan satu wadah tingkat nasional. Maka tiada lagi nama perkumpulan tunarungu bersifat kedaerahannya. Adapun keputusan kongres nasional I, sbb: 1. Nama organisasi baru: gerakan untuk kesejahteraan tunarungu Indonesia (GERKATIN) 2. Gerkatin pusat bertempat di ibu kota RI. Pendiri organisasi baru GERKATIN adalah 4 (empat) perkumpulan tunarungu Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Perkumpulan-perkumpulan itu secara otomatis adalah GERKATIN Cabang tingkat propinsi.
GERKATIN adalah organisasi tunarungu tingkat nasional di Indonesia, berasas Pancasila, berlandaskan UUD 1945 dan tidak terikat organisasi politik apapun.. Ditetapkan satu lambang GERKATIN.
Diterangkan bahwa kata "gerakan" bukan beraliran politik melainkan makna perjuangan dengan gerak jiwa para penyandang tunarungu Indonesia dan merupakan wadah perjuangannya.
Visi dan Misi.Visi: Dalam dunia kesunyian dan keterbatasan ruang gerak karena penderitaan cacat ketulian, melalui organisasi Gerkatin, para anggota tunarungu berjuang melawan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, serta ketertinggalan dalam perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat umum untuk menjadi manusia yang mandiri serta berguna bagi nusa dan bangsa Indonesia. Misi: " Meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang tunarungu wicara. " Menggali potensi dan meningkatkan SDM tunarungu sebagai subyek pembangun. " Memperkuatkan jaringan kerja sama dengan bada sosial yang menangani penyandang tunarungu baik di dalam negeri maupun luar negeri. " Berperan aktif sebagai mitra pemerintah Indonesia dalam program pengembangan kesejahteraan sosial tunarungu wicara di negeri Indonesia. " Mengembangkan kemandirian selaku WNI yang bertanggung jawab.
Fungsi
" Menghimpun penyandang tunarungu wicara se-Indonesia tanpa pandang tingkat pendidikannya." Sebagai mitra kerja pemerintah Indonesia dan badan sosial yang menangani kesejahteraan sosial khusus tunarungu wicara. " Sebagai wadah komunikasi horizontal bagi seluruh anggota guna memperoleh pertukaran informasi dan pengalaman. " Sebagai sarana pendidikan mentalitas bagi seluruh anggota dan pengurus tunarungu dalam kegiatan berorganisasi.
Program
Program: " Proyek standardisasi Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) untuk pembuatan buku pengantar bahasa isyarat sebagai .pedoman pelatihan penerjermahan bahasa isyarat bagi umum (orang normal pendengar) yang berminat membantu penyandang tunarungu berkomunikasi. Menasionalkan kosa isyarat dari berbagai daerah se Indonesia untuk menjadi sate system isyarat konseptual dalam pencetakan buku kamus besar BISINDO. " Penyiaran bahasa isyarat Indonesia sistem konseptual melalui TVRI. "
Kursus bahasa isyarat Indonesia dan bahasa isyarat internasional untuk umum. " Rapat kerja Nasional GERKATIN ke 1. " Pelatihan kepemimpinan untuk pengurus GERKATIN tingkat daerah. " Menerbitkan tabloid Warta GERKATIN. " Mengirim delegasi GERKATIN mewakili Indonesia pada 17'' WFD RS A/P Representatives Meeting di Shanghai China, 19 21 September 2005, ke Macau bulan Desember 2006 dan 15th WFD World Congress di Spanyol bulan Juli 2007. " Mengirim delegasi GERKATIN seksi kepemudaan pada 3rd WFD Asia. Pacific Deaf Youth di Miyaki-Japan, 30 Oktober 5 Nopember 2005.
Sampai saat ini kegiatan dari GERKATIN ini semakin mengepakkan sayapnya, kegiatan yang kelihatan ditengah masyarakat yaitu pelatihan dan sosialisasi bahasa isyarat, pelatihan bahasa isyarat di CFD, di sekretariat gerkatin, dll. Kegiatan pelatihan dan sosialisasi bahasa isyarat adalah bagian dari mengedukasi masyarakat mengenai keberadaan tunarungu didalam masyarakat, sebagai upaya bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat luas, sebagai wahana menyosialisasikan bahasa isyarat sebagai komunikasi bagi tunarungu, sebagai upaya penjaringan masyarakat yang tertarik dalam belajar bahasa isyarat sehingga kedepan mampu menjadi penerjemah tunarungu dalam beberapa kegiatan seminar.
3. PERTUNI
Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) adalah organisasi kemasyarakatan tunanetra tingkat nasional yang didirikan oleh 4 (empat) orang tokoh tunanetra pada tanggal 26 Januari 1966. Pertuni bertujuan mewujudkan keadaan yang kondusif bagi tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai indifidu dan warga negara yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pertuni mengemban Visi sebagai Organisasi yang memperjuangkan terwujudnya masyarakat inklusif di mana tunanetra dapat berpartisipasi penuh atas dasar kesetaraan. Sampai saat ini, Pertuni telah memiliki Dewan Pengurus Daerah (DPD) di 33 propinsi dan Dewan Pengurus Cabang (DPC) di 207 kabupaten / kota di wilayah Republik Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah seiring kesadaran para tunanetra akan pentingnya membangun jejaring.
4. ITMI
Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) merupakan organisasi kemasyarakatan yang menjadi sarana dan wahana perjuangan tunanetra muslim dalam mencapai tujuan.
Pada tahun 1967 di Bandung berdiri Persatuan Pemuda Islam Tunanetra, yang berkiprah untuk memantapkan aqidah dan menangkal pemurtadan di kalangan tunanetra. Tokoh-tokoh penggagasnya antara lain; KH.Aanjuhana, HR rasikin, Januar, Dadang rasikin, dan DR.H.Ahmad Basri NS.
Pada saat yang sama, tunanetra muslim Yogyakarta membentuk suatu wadah yang bernama Himpunan Tunanetra Islam (HIMTI). Pendirinya antara lain ; Muhammad najmudin, Imam Syafi’I dan Subiyanto.
Pada tahun 1982 di Bandung kedua organisasi tersebut berfusi menjadi Himpunan Tunanetra Islam (HTI). Dalam pengembangan selanjutnya HTI hanya berjalan di Yogyakarta, dan mengubah diri menjadi Yayasan Himpunan Tunanetra Islam (YHTI).
Derap reformasi yang berguir sejak tahun 1998 dan pencabutan pancasila sebagai asas tunggal bagi partai politik, organisasi kemasyarakatan, LSM dan lembaga kemasyarakatan lainnya telah mengilhami seluruh rakyat Indonesia untuk berkiprah dan berkarya menurut aspirasi dan pandangan politiknya masing-masing. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, tunanetra muslim terdorong untuk memperjuangkan kiprah dan potensinya menurut pandangan yang diyakininya berdasarkan syari’at islam.
Di tengah gegap gampita “euphoria reformasi” tersebut, kelompok tunanetra muslim di Bandung, yang dipelopori oleh Yurisman, Ade Daud, Aidin, Yayat Rukhiyat, Muhamad Herianto Nuhung, dan Yudi Yusfar meyakini bahwa perjuangan kearah tersebut dapat diwujudkan dalam satu wadah yang kokoh bersendikan silaturahmi dan ukhuwah islam.
Atas prakarsa Yayasan Himpunan Tunanetra Islam dan kelompok tunanetra islam di Bandung, maka diselenggarakanlah sebuah pertemuan yang diberi nama Musyawarah Nasional Tunanetra Islam (MUNASTI) di Bandung pada tanggal 9-11 Mei 1999 M atau 12-15 Muharam 1420 H. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 120 orang utusan dari 8 provinsi di Indonesia (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa TImur, Riau, Kalimatan Timur, dan Sulawesi Selatan).
Dalam suasana yang dinamis, demokratis dan kekeluargaan yang dilandasi semangat ukhuwah Islamiah, MUNASTI tersebut melahirkan sebuah organisasi tunanetra muslim dengan nama Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).
Terbentuknya ITMI merupakan kristalisasi kesadaran tunanetra muslim dalam memperjuangkan hak-hak dasar sebagai warga negara maupun sebagai umat manusia, dimana kaum tunanetra mempunyai hak-hak dasar yang sama dalam mendapatkan pendidikan dan memperoleh pekerjaan yang layak serta hak berpolitik dll, namun demikian pada kenyataannya dalam upaya mendapatkan hak-hak dasar tersebut kaum tunanetra masih sering diperlakukan diskriminatif. Oleh karena itu fokus perjuangan ITMI adalah pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembinaan keagamaan serta pemberdayaan potensi umat atau dengan kata lain bahwa cita-cita tertinggi yang hendak diraih oleh ITMI adalah ’izul islam walmuslimin walmakfufin (kemuliaan islam, kemuliaan kaum muslimin dan kemuliaan kaum tunanetra).
5. KARTUNET
Kartunet merupakan sebuah situs web yang dikelola oleh Komunitas Kartunet Indonesia sebagai organisasinirlaba yang didirikan oleh empat orang tunanetra pada tanggal 19 Januari 2006. Komunitas Kartunet Indonesia merupakan sebuah organisasi yang bersifat terbuka dan independen. Fokus gerakan Kartunet terletak pada pengembangan minat bakat para penyandang disabilitas dan kampanye wacana masyarakat inklusif melalui mediadalam jaringan.
Kartunet sejatinya merupakan singkatan dari dua kata; “karya” dan “tunanetra”. Organisasi serta media yang dimanfaatkan dibuat dan dikelola oleh sekelompok tunanetra, namun isi yang terdapat pada media tersebut ditujukan kepada masyarakat umum. Kartunet merupakan salah satu wahana untuk mempublikasikan kreasi dari pengunjung situs Kartunet baik berupa karya sastra, penyajian berita, artikel mengenai teknologi, maupun informasi-informasi lain yang berkaitan dengan isu disabilitas.
Kartunet didirikan pada tanggal 19 Januari 2006 oleh empat orang tunanetra; Irawan Mulyanto, Aris Yohanes Elean, Dimas Prasetyo Muharam, dan M. Ikhwan Tariqo. Ide atas pendirian komunitas ini berawal dari Irawan Mulyanto setelah mengetahui bahwa saat itu blogging menjadi salah satu aktivitas yang mulai digemari oleh anak-anak muda penyandang tunanetra. Mereka kemudian membangun sebuah situs web komunitas dalam jaringan yang mempublikasikan karya-karya dari para tunanetra. Melalui situs web tersebut, diharapkan akan dapat membuka lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi para tunanetra.
Ide tersebut disambut oleh Aris Yohanes Elean, Dimas Prasetyo Muharam, dan M. Ikhwan Tariqo yang saat itu masih berstatus sebagai pelajar inklusi SMA Negeri 66 Jakarta, sehingga kemudian didirikan komunitas Kartunet yang merupakan singkatan dari "Karya Tunanetra" dengan harapan dapat menjadi organisasi independen yang mampu menginspirasi orang di sekitarnya untuk ikut berkarya dengan Irawan Mulyanto sebagai ketua Kartunet.Pada tahun 2011, terjadi pergantian kepengurusan, Dimas Prasetyo Muharam terpilih sebagai ketua untuk periode 2011-2013.
Organisasi yang terdiri dari disabilitas dan non disabilitas, sebagai berikut :
1. DAC (Deaf Art Comunity)
Deaf Art Community (DAC) merupakan komunitas seni yang beranggotakan difabel rungu (tuna rungu) dengan segala usia dan hearing. Deaf Art Community dilahirkan pada 28 Desember 2004 yang bertepatan dengan merek mementaskan karya pertama kalinya ke khalayak ramai.
DAC ini tidak hanya terdiri atas teman teman yang tuli, namun juga hearing. Disini komunitas berkumpul, belajar isyarat, dan berkesenian. Misi dari DAC ini mengembangkan kemampuan seni bagi tuli.
Di komunitas DAC ini teman-teman Tuna Rungu digembleng untuk menjadi sosok yang lebih berarti, lebih baik, dan mengagumkan melalui kegiatan berkesenian. Disetiap pementasannya Deaf Art Community mengusung filosofi kupu-kupu dan sekaligus menjadi filosofi bagi semua teman-teman DAC. Kenapa kupu-kupu? berawal dari pertanyaan seorang pelajar tentang ulat bulu yang menjijikan dan dijauhi oleh semua orang yang pada akhirnya ulat bulu akan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang indah dan mengagumkan.
Nah, dengan filosofi metamorfosa kupu-kupu, kesempatan dan dukungan keluarga, orang-orang yang sangat peduli, maka DAC berubah dari yang tadinya diaggap menjijikan dan dipandang sebelah mata menjadi sebuah komunitas yang menginspirasi dan memotivasi bagi banyak orang.
Komunitas DAC terus bermetamorforsis menjadi komunitas yang memiliki berbagai kegiatan dalam berkesenian. Selain menampilkan kebolehannya dalam musik dan tari, berpuisi isyarat, mereka juga mahir ber-hip hop, bermain jimbe, serta free basket ball. Melalui komunitas ini, mereka mencoba menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa mereka juga bisa berkreasi, mereka tidak perlu dikasihani. Mereka mampu mengubah stigma masyarakat bahwa DEAF, mereka mampu melakukan segalanya, kecuali mendengar melalui telinganya.
Satu hal yang tak kalah penting adalah anak-anak deaf pada komunitas ini mampu berfikir positif terhadap kesempatan dan dukungan yang diperolehnya. Dengan perjuangan, latihan dan kegigihannya ia mampu menembus ruang dan waktu sehingga komunitas ini berhasil mengundang perhatian dan mendapatkan kesempatan yang lebih luas.
2. Komunitas Gerakan Tuli (Bandung)
Komunitas gerakan tuli ini masih terbilang baru, lahir pada tahun 2015 di bandung. Diinisasi oleh beberapa tuli di bandung dan volunteer. Misi dari gerakan ini adalah mengembangkan kemampuan tuli. Beberapa kegiatan dari KGT ini adalah sosialisasi bahasa isyarat, pelatihan bahasa isyarat, pelatihan melukis, desain, dll.
3. IDCC
Sejarah IDCC bermula dari tahun 2010, dimana Ibu Endang Setyati dan puteranya, Habibie Afsyah mulai mengadakan kegiatan pelatihan keterampilan kerja bagi penyandang disabilitas di sekitar wilayah Solo. Lambat laun, kegiatan tersebut mengundang lebih banyak simpatisan peduli disabilitas di wilayah Solo Raya untuk turut berpartisipasi.
Sering mengadakan kegiatan bersama, mereka pun mendapat ide untuk membentuk sebuah komunitas yang bisa mewadahi kepedulian mereka terhadap disabilitas. Tercetuslah gagasan mengenai Solo Disabled Care Community. Namun karena dirasa terlalu berbau kedaerahan, ide itu sempat ‘jalan di tempat’ untuk beberapa lama.
Barulah pada akhir 2011, ketika sekelompok mahasiswa Universitas Siswa Bangsa Internasional yang mengadakan kegiatan social “Disabled Children Empowerment (DICE)” bertemu dengan Ibu Endang dan Habibie, semangat untuk melanjutkan cita-cita tersebut kembali tumbuh. Semangat itu makin tersulut ketika mereka melihat fenomena banyaknya komunitas peduli disabilitas yang terkotak-kotak tanpa melibatkan non pendidikan untuk bergerak.
Maka pada tanggal 3 Desember 2011, bertepatan dengan Hari Internasional Disabilitas, didirikanlah Indonesia Disabled Care Community (IDCC) dengan semangat baru; yakni untuk mendorong terciptanya masyarakat inklusif melalui kolaborasi dan sinergi dengan berbagai komunitas lain. Semangat itupun dituangkan dalam slogan IDCC, yaitu Aware-Care-Share. Selain menjadi kompas pengarah gerakan IDCC, slogan ini juga menjadi penyemangat bagi kami untuk terus memahami, peduli dan berbagi dengan penyandang disabilitas.
4. Akar Tuli (Malang)
Komunitas AKAR TULI diharapkan mampu menjadi sarana bagi pemuda tuli di Kota Malang untuk mengembangkan kemampuan mereka, mengurangi pengalaman diskriminasi yang selama ini telah terjadi dan memperkenalkan diri orang tuli ke dalam pemuda luas.
Komunitas AKAR TULI terbentuk semenjak tahun 2012 dan diresmikan pada tanggal 9 September 2013. Komunitas Akar Tuli juga didukung oleh kesiapan Volunteer, yaitu hearing people yang membantu teman-teman tuli dalam berkomunikasi dengan pemuda sekitar, membantu pelaksanaan tuli dalam berorganisasi dan membantu teman tuli dengan cara menerjemahkan komunikasi verbal ke dalam isyarat di berbagai acara.
Tujuan dari komunitas akar tuli antara lain mengembangkan potensi dan kemampuan pemuda/i tuli, terjalinnya komunikasi yang baik antara pemuda tuli dan pemuda/i hearing, serta memperjuangkan aksesibilitas dalam berbagai bidang pendidikan,pekerjaan dan hukum yang selama ini belum berjalan dengan baik.
Sedang visi dari komunitas AKAR TULI adalah membentuk pemuda tuli yang berkepribadian, memiliki kepedulian sosial dan berkemampuan, mensosialisasikan Bahasa Isyarat sebagai bahasa ibu dan bahasa utama komunikasi tuli, meningkatnya kesadaran pemuda hearing terhadap tuli, ketulian dan bahasa isyarat. Adapun misi dari Komunitas AKAR TULI adalah penyadaran terhadap persamaan kewajiban pada pemuda baik tuli / hearing, mengadakan penyaluran aspirasi, pengembangan potensi ilmu dan pengabdian pemuda tuli, menjalin dan mempererat hubungan kekeluargaan antara tuli dan hearing, mempromosikan Bahasa isyarat sebagai bahasa utama dalam semua acara Akar Tuli.
Kegiatan komunitas akar tuli yang sudah berjalan mengadakan acara rutinan khusus untuk tuli berupa mengadakan pelatihan kemampuan, mengenal lebih dalam tentang ketulian dan hak tuli serta berbagi pengalaman dalam berorganisasi dan kehidupan masing-masing anggota. Mengadakan acara rutinan bersama volunteer seperti pelatihan bahasa isyarat bagi volunteer dan diskusi bersama volunteer mengenai isu ketulian dan kehidupan hearing people. Dan acara rutin bersama pemuda yang diadakan di Car Free Day (CFD) setiap minggunya, serta mengadakan pelatihan bahasa isyarat dan hak tuli, tidak lupa menjalin hubungan dengan berbagai komunitas di kota Malang dan di luar kota Malang.
5. POTADS adalah persatuan orang tua dengan anak down syndrome. Organisasi ini adalah sebagai wadah sharing informasi mengenai downsyndrome dan sebagai sosialisasi mnegenai down syndrome.
Organisasi Disabilitas yang diinisiasikan oleh non disabilitas
Beberapa pergerakan disabilitas yang diinisiasikan oleh masyarakat umumnya adalah
1. GAPAI
GAPAI (Gerakan Peduli Indonesia Inklusi) adalah sebuah organisasi sosial yang didirikan pada tanggal 24 Maret 2014 oleh 7 orang mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Gapai ini diinisiasikan awal mahasiswa dan mahasiswi UNS yang berlatar belakang jurusan yang berbeda namun bertemu dalam niat dan misi yang sama yaitu misi sosial terhadap penyandang disabilitas. Beberapa program dari gapai sendiri seperti Bimbingan belajar di SLB A (YKAB) Surakarta, dan SLB YPAC Surakarta, pelatihan kewirausahaan di SLB, dll. Selain program untuk disabilitas, gapai memiliki program pemberdayaan terhadap sahabat gapai untuk memberikan fasilitas pemahaman mengenai keberagaman di dalam masyarakat.
2. Sahabat Difabel Comunity
SDC adalah sebuah organisasi sosial yang bergerak di bidang disabilitas. SDC ini diinisiasikan di Bandung. Kegiatan dari SDC ini adalah mensosialisasikan keragaman disabilitas melalui media sosial. Kebanyakan dari anggota SDC adalah mahasiswa di sekitar bandung.
Masih banyak lagi organisasi yang diinisiasikan masyarakat umum.
Berikut merupakan Lembaga yang bergerak mengenai Disabilitas
1. MPATI
Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI) didirikan di Jakarta, 24 Juni 2004 oleh Gayatri Pamoedji, seorang ibu dari remaja penyandang autis dan sekelompok pemerhati masalah autisme di Indonesia. MPATI merupakan yayasan nirlaba yang memfokuskan kegiatannya pada pemberdayaan orang tua, guru dan terapis agar mampu memberikan pendidikan dan bimbingan yang tepat bagi anak penyandang autis. MPATI juga berupaya untuk dapat menjadi pusat informasi mengenai autisme di Indonesia.
Hingga saat ini, MPATI telah berhasil membina kerjasama dengan yayasan lain di Indonesia dan Australia (ISADD & YISADDI, Yayasan Interventions Services for Autism Delay Disorder) dalam menyusun program, mengaplikasikan dan menyebarluaskan informasi tentang penanganan autisme.
2. BILiC (Bandung Independent Living Center)
BILiC adalah lembaga non pemerintah yang memiliki konsep dasar pergerakan Independent Living atau kemandirian bagi penyandang cacat. Berdasarkan filosofi tersebut, penyandang cacat dianggap profesional dalam hal kecacatannya. Dengan kata lain, penyandang cacatlah yang mengetahui dan memahami kebutuhannya. Oleh karena itu penyandang cacat memiliki hak untuk menentukan dirinya sendiri. Konsep dasar dari kemandirian dalam hal ini adalah memiliki kontrol diri sendiri terhadap apa yang telah dilakukan, bagaimana hal tersebut dilakukan, siapa yang melakukannya, dan kapan hal itu dilakukan.
Berawal dari diskusi yang diprakarsai oleh mahasiswa jurusan arsitektur ITB dengan mengangkat isu kepedulian tentang aksesibilitas di Kota Bandung pada tanggal 25 Maret 2003, berkelanjutan membentuk wadah yang dapat mengakomodir kepentingan tersebut. Tindak lanjut dari forum tersebut adalah aksi mengaudit fasilitas umum di beberapa lokasi di Kota Bandung dan menghasilkan film dokumentasi. Film tersebut pada akhirnya sering digunakan untuk membangun sensitivitas masyarakat dan pemerintah tentang pentingnya fasilitas yang aksesibel untuk semua kalangan.
Dalam perjalanan pembentukan wadah tersebut, diperkenalkan filosofi independent Living dan disepakati untuk menamai wadah ini menjadi BILiC atau Bandung Independent Living Centre. Setelah 2 tahun berjalan, tepatnya tahun 2005 BILiC mengadakan pembenahan sistem struktur organisasi dan melegalkan status lewat akte notaris pada tanggal 14 April 2005. Maka BILiC resmi menjadi yayasan sejak April 2005.
Visi dari bilic yaitu :
Mewujudkan Masyarakat Sosial yang Inklusif di Jawa Barat
Misi dari bilic yaitu :
Mengembangkan filosofi Independent Living sebagai pemberdayaan dan penguatan penyandang cacat untuk meningkatkan partisipasinya dan memperoleh pengakuan sebagai warga guna mencapai keseteraaan dalam hidup bermasyarakat.
3. SIGAB
Didirikan pada Mei 2003 di Yogyakarta, Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) merupakan lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada upaya promosi dan pembelaan dalam rangka pemenuhan hak difabel dalam berbagai aspek kehidupan demi terwujudnya masyarakat yang inklusif. Sejak pendiriannya, SIGAB telah aktif bekerja sama dengan pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil maupun organisasi dan komunitas difabel dalam rangka meningkatkan penyadaran akan perspektif difabilitas, membangun kebijakan publik yang lebih berperspektif difabel, serta aksi-aksi pembelaan atas pelanggaran hak difabel.
Ada beberapa program utama yang saat ini tengah dilakukan olleh SIGAB. Yang pertama adalah program Rintisan Desa Inklusi (RINDI) yang sedangdilaksanakan di delapan Desa di Yogyakarta. Kedua adalah program advokasi dan pendampingan hukum bagi Difabel yang merupakan korban ketidak adilan. Ketiga adalah penyediaan informasi tentang difabilitas melalui www.solider.or.id. Sedangkan keempat adalah penelitian independen serta penerbitan jurnal difabel.
Berikut merupakan lembaga / organisasi disabilitas di perguruan tinggi
1. UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)Disabilitas UGM
Unit kegiatan mahasiswa di universitas, UKM ini sering mengkaji mengenai kebijakan – kebijakan pemerintah mengenai disabilitas dan inklusi.
2. PSD LPPM UNS (Pusat Studi Disabilitas LPPM UNS)
3. PSLD UNIVRAW (Pusat Studi Layanan Disabilitas)
Beberapa program dari PSLD ini membantu disabilitas dalam perkuliahan di UNIBRAW seperti membantu penerjemahan, dll.
4. PLD (Pusat Layanan Disabilitas) UIN Sunan Kalijaga
Pusat Layanan Difabel (PLD) adalah unit layanan untuk para difabel di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. PLD berdiri pada tanggal 2 Mei 2007 dengan nama Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD).
Terbentuknya PLD diilhami oleh pengalaman para pendiri maupun para difabel yang telah kuliah di UIN (IAIN) Sunan Kalijaga sebelum PLD berdiri. PLD kini telah menjadi lembaga struktural di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) UIN Sunan Kalijaga.
Pada tahun akademik 2014/2015 ini PLD memberikan layanan kepada 45 mahasiswa difabel di UIN, yang terdiri atas mahasiswa tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
Selain menjadi unit layanan, PLD juga berperan sebagai pusat studi yang melakukan kajian akademis tentang berbagai masalah disabilitas seperti: disabilitas dan Islam, pendidikan inklusi, akses ke lapangan pekerjaan, studi kebijakan terkait hak-hak difabel, dan lain-lainnya.
TUJUAN
Dilandasi filosofi bahwa mahasiswa difabel memiliki hak yang sama dengan mereka yang non-difabel, PLD bertujuan meminimalisir hambatan akademis dan sosial yang dialami mahasiswa difabel sehingga mereka mampu memiliki kesempatan dan tingkat partisipasi yang sama dengan mahasiswa lain.
PLD memberikan dukungan kepada segenap warga kampus: pimpinan, dosen, staff, dan mahasiswa non-difabel untuk menciptakan aksesibilitas di lingkungan maupun dalam akifitas mereka. PLD menfasilitasi UIN menjadi sebuah kampus inklusif yang menghargai dan mengakomodir perbedaan mahasiswa dan semua warga kampus, khususnya mahasiswa difabel.
5. UKM D IAIN Suarakarta
Selain yang disebutkan di atas, di UNPAD, ITB dan Universitas Paramadina juga terdapat UKM mengenai disabilitas.
Beberapa informasi diatas diambilkan dari beberapa website lembaga / organisasi tersebut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H