Kartunet didirikan pada tanggal 19 Januari 2006 oleh empat orang tunanetra; Irawan Mulyanto, Aris Yohanes Elean, Dimas Prasetyo Muharam, dan M. Ikhwan Tariqo. Ide atas pendirian komunitas ini berawal dari Irawan Mulyanto setelah mengetahui bahwa saat itu blogging menjadi salah satu aktivitas yang mulai digemari oleh anak-anak muda penyandang tunanetra. Mereka kemudian membangun sebuah situs web komunitas dalam jaringan yang mempublikasikan karya-karya dari para tunanetra. Melalui situs web tersebut, diharapkan akan dapat membuka lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi para tunanetra.
Ide tersebut disambut oleh Aris Yohanes Elean, Dimas Prasetyo Muharam, dan M. Ikhwan Tariqo yang saat itu masih berstatus sebagai pelajar inklusi SMA Negeri 66 Jakarta, sehingga kemudian didirikan komunitas Kartunet yang merupakan singkatan dari "Karya Tunanetra" dengan harapan dapat menjadi organisasi independen yang mampu menginspirasi orang di sekitarnya untuk ikut berkarya dengan Irawan Mulyanto sebagai ketua Kartunet.Pada tahun 2011, terjadi pergantian kepengurusan, Dimas Prasetyo Muharam terpilih sebagai ketua untuk periode 2011-2013.
Organisasi yang terdiri dari disabilitas dan non disabilitas, sebagai berikut :
1. Â Â Â DAC (Deaf Art Comunity)
Deaf Art Community (DAC) merupakan komunitas seni yang beranggotakan difabel rungu (tuna rungu) dengan segala usia dan hearing. Deaf Art Community dilahirkan pada 28 Desember 2004 yang bertepatan dengan merek mementaskan karya pertama kalinya ke khalayak ramai.
DAC ini tidak hanya terdiri atas teman teman yang tuli, namun juga hearing. Disini komunitas berkumpul, belajar isyarat, dan berkesenian. Misi dari DAC ini mengembangkan kemampuan seni bagi tuli.
Di komunitas DAC ini teman-teman Tuna Rungu digembleng untuk menjadi sosok yang lebih berarti, lebih baik, dan mengagumkan melalui kegiatan berkesenian. Disetiap pementasannya Deaf Art Community mengusung filosofi kupu-kupu dan sekaligus menjadi filosofi bagi semua teman-teman DAC. Kenapa kupu-kupu? Â berawal dari pertanyaan seorang pelajar tentang ulat bulu yang menjijikan dan dijauhi oleh semua orang yang pada akhirnya ulat bulu akan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang indah dan mengagumkan.Â
Nah, dengan filosofi metamorfosa kupu-kupu, kesempatan dan dukungan keluarga, orang-orang yang sangat peduli, maka DAC berubah dari yang tadinya diaggap menjijikan dan dipandang sebelah mata menjadi sebuah komunitas yang menginspirasi dan memotivasi bagi banyak orang.
Komunitas DAC terus bermetamorforsis menjadi komunitas yang memiliki berbagai kegiatan dalam berkesenian. Selain menampilkan kebolehannya dalam musik dan tari, berpuisi isyarat, mereka juga mahir ber-hip hop, bermain jimbe, serta free basket ball. Melalui komunitas ini, mereka mencoba menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa mereka juga bisa berkreasi, mereka tidak perlu dikasihani. Mereka mampu mengubah stigma masyarakat bahwa DEAF, mereka mampu melakukan segalanya, kecuali mendengar melalui telinganya.
Satu hal yang tak kalah penting adalah anak-anak deaf pada komunitas ini mampu berfikir positif terhadap kesempatan dan dukungan yang diperolehnya. Dengan perjuangan, latihan dan kegigihannya ia mampu menembus ruang dan waktu sehingga komunitas ini berhasil mengundang perhatian dan mendapatkan kesempatan yang lebih luas.
2. Â Â Â Komunitas Gerakan Tuli (Bandung)