Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Stealthy

30 Agustus 2021   17:01 Diperbarui: 30 Agustus 2021   17:11 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chapter I

Taman Kota

Sesosok wajah di pojok ruangan nampak marah, ia memperhatikan orang – orang yang sibuk dengan pekerjaannya. Ia tidak tahan dengan keramaian itu. 

Ia berjalan dan melewati orang – orang itu satu persatu sambil mempertontonkan senyuman mencibir seolah tidak menyukai keberadaan mereka. Semua orang terlihat serius dan berkutat dengan urusannya masing –masing. 

Sosok ini berhenti pada seorang pria. Ia memperhatikan kertas – kertas kerja berserakkan di atas mejanya seperti kapal pecah. 

Pria itu adalah Bernard yang sedang berusaha membereskannya, setelah melakukan posting journal dan menyelesaikan beberapa laporan pajak bulanan yang datelinenya membuatnya terus memacu kinerjanya semakin cepat. 

Bulan – bulan ini adalah bulan terberat di departemen Bernard. Karena, baru saja mereka disibukkan oleh laporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal dua puluh satu, Pasal dua puluh tiga yang harus dilaporkan di tanggal dua puluh Maret kemarin dan harus mempersiapkan laporan pajak lainnya yaitu Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang harus dilaporkan tiga puluh satu Maret. 

Setelah itu, mereka harus menyiapkan laporan triwulan perusahaan dan harus membuat reportnya ke grup perusahaan untuk dibuatkan laporan keuangan konsolidasi.

Tidak bisa dibayangkan, how underpressure these lately months for him, he wishes he has more spare times ? Bernard mengarahkan kedua biji matanya ke arah jam dinding berwarna putih, berlatar nama instansi tempatnya bekerja, yang terpampang di bagian kiri atas kepalanya. Waktu telah menunjukkan pukul 15.00 wib. 

Bernard memasukkan ponsel ke dalam tas kerjanya, kemudian pamit kepada rekan – rekan kerjanya satu departemen untuk keluar kantor lebih awal, untuk keperluan ke kantor pelayanan pajak. Karena mereka kehabisan nomer seri faktur pajak dan harus mengajukan permohonan permintaan nomer baru untuk menerbitkan faktur pajak perusahaan dalam bulan berjalan.

Bernard merenggangkan kedua tangannya ke atas untuk mengembalikan otot – ototnya yang tegang akibat pekerjaan yang sangat menyita tenaga dan pikiran. Sosok berwajah menyeramkan itu kini sudah duduk di atas meja sambil memperhatikan Bernard. 

Sosok ini berusaha menjatuhkan gelas yang berisi air supaya tumpah dan membasahi seluruh kertas di atas meja. Namun, nampaknya tidak berhasil. 

Bernard beranjak dari kursinya, diteguknya seluruh air mineral dingin yang isinya nyaris tumpah dari gelas yang bergambar planet holywood Indonesia. 

Meletakkan kembali gelasnya di atas meja dan memasukkan kursi kerjanya ke dalam kolong meja kerjanya. Dengan langkah pasti ia menuju pintu ruang masuk departemen Finance and Accounting, membukanya dan kemudian menutup kembali. Ia menuju tangga, menuruni anak tangga perlahan kemudian melewati sebuah mushola yang biasa dipakai oleh karyawan bersembahyang dan di seberangnya ada pantry untuk karyawan makan siang dan ada toilet mini di sampingnya. 

Kemudian Bernard belok arah ke sebelah kiri untuk menuju lobby. Menyentuh gagang pintu berukuran besar dan mendorong pintu setinggi dua meter itu, berdiri sejenak untuk membiasakan pandangannya menerima silauan sinar mentari, lalu menuruni dua anak tangga dan melewati pos satpam dan mengucapkan kepada pak Mansyur, satpam kantornya yang mengenakan setelan safari berwarna ungu,

“Ke kantor pajak dulu, pak. ”  

Pak Mansyur menjawab Bernard dengan senyuman sambil jempol kanannya diacungkan,

“Ok, pak Bernard. ”

Sambil berjalan menyebrangi jalan, Bernard mengeluarkan segerombolan kunci dan menekan tombol remote untuk membuka central lock mobil. Ia membuka pintu mobil, menaikinya, menutup kembali pintu dan memasang seat belt. 

Bernard mengganti kacamata minusnya, menaruhnya di dashboard dan menggantinya dengan kacamata reyben yang ia ambil dari dalam tas untuk menghindari sinar matahari yang menerpa kaca mobil. Bernard menyalakan mesin mobil dan mengendarainya perlahan. Sambil jari kirinya menyentuh tombol tape radio. 

Seketika terdengar house music favoritnya. Setidaknya bisa meningkatkan adrenalinnya sesaat dan membawanya pada sebuah kebahagiaan tanpa batas dengan alunannya yang memacu jantungnya naik turun. Sosok itu muncul kembali, kali ini ia duduk di belakang mobil, Bernard tidak menyadari sama sekali. 

Kalau ada sosok yang memperhatikannya dari belakang. Sosok itu kemudian melayang dan kini duduk di samping Bernard. Sambil menyeringai tajam, sosok itu berusaha mengacaukan kemudi mobil Bernard. 

Bernard sontak kaget, hampir ia menyerempet seorang pengendara motor. Ia tidak menyadari bahwa ada mahkluk halus yang berusaha mencelakainya.

Hanya memerlukan waktu lima belas menit, akhirnya Bernard tiba di kantor pelayanan pajak. Ia memarkir mobil di pinggir jalan. Kemudian, turun dari mobil dan berjalan ke arah lobby kantor pelayanan pajak. 

Pak satpam yang berdiri di depan pintu mengucapkan selamat datang dan mempersilahkannya untuk masuk. Ia tersenyum kepadanya dan melangkahkan kakinya menuju sebuah pintu di sebelah kanan dan mengambil nomer antrian dari mesin pencetak nomer antrian di sebelah kirinya. Bernard sengaja memilih duduk di kursi paling belakang dekat dengan air conditioner yang terpampang di bagian atasnya. 

Sejumlah orang lalu lalang di depannya untuk menuju toilet yang berada di pojok kanan. Memang tempatnya duduk berada cukup dekat dengan toilet. 

Ia mengeluarkan ponsel dan mengecek notifikasi dari media - media sosial di mana ia join di dalamnya. Kurang dari dua puluh menit, akhirnya nomer antriannya dipanggil. Bernard beranjak dari kursinya dan berjalan menuju loket nomer lima. 

Ia duduk di kursi lipat tepat berwarna merah di depan sang petugas penerima surat. Sosok menyeramkan yang memiliki tubuh besar itu kini sudah ikut berdiri di samping Bernard. 

Ia seolah kini menjadi bodyguard yang ingin menunggui tuannya. Padahal Bernard tidak tahu rencana jahat yang akan dilakukan oleh sosok menyeramkan itu. 

Kemudian Bernard mengeluarkan dua lembar kertas yang terdiri dari satu surat permohonan permintaan nomer seri faktur pajak dan kode aktivasi nomer EFIN dan menyerahkannya kepada petugas penerima surat. 

Petugas itu menerimanya dan kemudian mencetak nomer seri faktur pajak untuk perusahaan tempat Bernard bekerja, lalu memberikannya kepada Bernard. Surat itu ia terima dan mengucapkan terima kasih kepada si petugas. Bernard beranjak dari kursi yang berhadapan dengan petugas penerima surat, lalu berjalan menuju lobby. 

Bernard melipat surat yang baru diterimanya dan memasukan ke dalam tas kerjanya yang berukuran kecil. Bernard berjalan mengikuti jalan setapak dan brakkkkk. Ia terjatuh dan kepalanya nyaris membentur trotoar. Iya, hal itu merupakan ulah sosok jahanam yang menjatuhkan Bernard. 

Bernard bangkit dan berjalan ke arah mobil – mobil yang terparkir di pinggir jalanan besar. Ia tidak habis pikir, kenapa bisa sampai jatuh. Hal ini pasti akibat ia terlalu banyak pikiran, pikir Bernard dalam hati. Kemudian ia membuka mobil, Memundurkannya sedikit dan memutar balik untuk menuju jalan raya yang lebih besar.

Jalanan di jam – jam seperti ini, biasanya akan selalu macet. Karena orang-orang kerja pada umumnya pulang antara pukul 17.00 atau 18.00 wib. Di tambah lagi traffic jam pasti jalanan akan semakin crowded. 

Perhatiannya tertuju pada jalanan yang dipenuhi palang karena banyaknya pembongkaran jalan untuk memasukkan pipa – pipa gas alam. 

Entah berapa lama lagi jalanan berlobang itu akan ternganga dan terabaikan seperti ini. Karena sudah hampir satu tahun belum ada perbaikan lagi dari pemerintahan daerah setempat. Akibatnya kemacetan justru merajalela. 

Tiba – tiba dirasakan perut Bernard terasa agak lapar karena ia menyantap makan siangnya lebih awal di pukul 11.00. Sambil konsentrasi menyetir dan memandang ke arah depan, Bernard mengambil sebuah plastik transparan berisi roti tawar yang disapukan dengan margarin bertaburkan butiran - butiran meses. 

Bernard sontak kaget ternyata ia tergeletak di sebuah tempat pemakaman umum yang berada tidak terlalu jauh dengan kantornya. Ia mengucek kedua matanya ternyata ia memang berada di sana. Ia sangat panik dan berusaha berlari di tempat pemakaman yang membuat bulu kuduknya berdiri dan ia terpental setengah meter akibat sandungan batu yang tidak ia lihat. 

Ia merasa sangat kesakitan dan kemudian ia membuka matanya. Ternyata ia masih berada dibelakang kemudi mobil. Ia tidak mengerti kenapa bisa sampai seperti itu. 

Mengapa ia tiba – tiba berada di sebuah kuburan. Karena masih lapar, Bernard kembali mengingat roti yang akan disantapnya. Ia membuka ikatan plastik roti dan mengeluarkannya kemudian menyantapnya dengan lahap. Setelah santapan roti itu cukup untuk mengganjal perutnya, ia mengambil gelas kemasan air mineral dari tas. 

Merobek plastik atasnya dan meneguknya sekaligus. Ia telah masuk di jalan bebas hambatan dari Serpong ke Karawaci untuk mempersingkat waktu. 

Waktu yang diperlukan hanya lima belas menit di dalam tol dan kemudian Bernard masuk ke sebuah kawasan lippo karawaci mengambil arah ke kiri menuju arah Islamic village dan terus ke arah Perumahan nasional satu Karawaci. Perasaan Bernard cukup excited. Karena, ia akan menuju ke sebuah taman kota yang menjadi salah satu tempat favoritnya.  

Nama lengkapnya Bernard Rahardika Stevenson Adrianto. Bernard adalah nama baptisnya. Rahardika adalah istilah yang disisipkan oleh orang tuanya ke dalam namanya, karena nama ibunya adalah Ratih Arseni dan ayahnya Andika. 

Steven adalah nama tengah ayahnya Bernard dan Adrianto adalah nama keluarga ayahnya. Nama yang sangat panjang bukan? Kadang ia sendiri tidak mengerti maksud orang tuanya memberikan nama itu. 

Tetapi karena nama itu diberikan oleh orang tuanya. Ia harus menerima dan berbangga atas nama yang sudah disandangkan oleh kedua orang tercinta. Biasa oleh teman dan keluarga besarnya, ia dipanggil Bernard. Usianya saat ini adalah dua puluh enam tahun. Ia bekerja di salah satu perusahaan swasta di daerah Tangerang, Indonesia. 

Ia baru saja menyelesaikan kuliah program pascasarjana Master of Accounting dari salah satu universitas swasta favorit di Jakarta yaitu Universitas Tarumanegara di tanggal 20 Maret 2015 ini. 

Sebelumnya, ia memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Dunia Ekonomi Akuntansi adalah media mata pencaharian Bernard.

Tetapi yang menjadi persoalan adalah salah satu hobbynya yaitu menulis, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang telah digelutinya hampir sepuluh setengah tahun belakangan ini. 

Hati kecilnya berkata dengan menulis beberapa cerita pendek (baca cerpen) ataupun novel, ia bisa menuangkan segala sesuatu yang ada dalam pikirannya ke dalam sebuah rangkaian cerita dan kabar gembiranya bahwa kegiatan ini sungguh menyenangkan adanya. 

Dan kalau boleh diberikan kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Dengan senang hati, Bernard akan mengambil jurusan bahasa dan sastra Indonesia untuk mempelajari bagaimana membuat sebuah tulisan menarik dan bisa bermanfaat untuk siapa saja yang mengkonsumsinya. 

Sebelum menulis, Bernard merasa sepertinya ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya yang belum ia temukan. Akhirnya, ia mulai berkutat pada dunia tulis – menulis untuk menyuarakan aspirasi yang terpendam di dalam dirinya selama ini. Kepingan inilah yang selama ini hilang dari dalam dirinya.

Hobby Bernard yang kedua adalah mengajar. Beberapa tahun yang lalu ia sempat menjadi dosen pajak untuk mengampu beberapa matakuliah pajak di sebuah akademi pajak di Tangerang. Menjadi dosen pajak adalah salah satu passionnya. 

Dengan mengajar, ia bisa berbagi ilmu kepada sesama, terutama karena jiwanya yang haus untuk menyemangati kaum muda Indonesia, supaya tidak ketinggalan dengan anak - anak muda dari negara lain. Ia selalu berpendapat bahwa belajar - mengajar adalah sebuah kegiatan yang paling tepat untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup seseorang. Masih banyak masyarakat Indonesia di pelosok desa – desa yang belum terjamah oleh pendidikan. 

Sungguh miris mendengarnya. Karena alasan itulah yang membuatnya terjun sebagai dosen partimer untuk membantu program pemerintah dalam pemerataan pembangunan melalui sektor pendidikan. Setidaknya melalui menulis dan mengajar, ia bisa memberikan kontribusi semampunya untuk generasi penerus bangsa.

Bernard adalah anak bungsu dan hanya mempunyai satu orang kakak perempuan. Kakaknya tinggal dengan suaminya di Samarinda, Kalimatan Timur. Ia menjalankan franchise bisnis di bidang makanan dengan suaminya dan beberapa bisnis online di bidang lainnya. Sehingga, saat ini ia hanya tinggal bertiga dengan kedua orang tuanya. 

Kedua orang tuanya berprofesi sebagai Guru. Mereka adalah yang terpenting dalam hidup Bernard. Merekalah sumber kekuatan dan motivasi bagi dirinya. 

Tumbuh dalam sebuah keluarga Maluku yang mengutamakan nilai – nilai budaya ketimuran dan didikkan orang tua yang ketat dalam hal agama merupakan ajaran yang sudah terpatri dalam sanubarinya yang terdalam. Tetapi terkadang juga, ia ingin berontak dan melakukan segala sesuatu, sesuai dengan kehendaknya. 

Maluku tenggara barat tempat Bernard berasal merupakan daerah yang sangat kental dengan unsur mistiknya, yang bila ingin diexplore akan memuntahkan berbagai kisah – kisah nyata paling mengerikan dan menyeramkan. Bahkan tidak bisa diterima dengan akal sehat manusia sekalipun.

Setelah melalui kemacetan dan hiruk pikuk kota yang tak tertahankan, akhirnya Bernard telah sampai di sebuah taman kota terindah di daerahnya. 

Kali ini sosok yang menyeramkan itu merebahkan dirinya di kursi belakang. Bernard memarkirkan mobil dan meminggirkannya. Ia turun dari mobil, mengambil tas kerjanya berukuran mini, lalu diselempangkan tas kecilnya ke punggung bagian kiri. 

Ia menekan remote mobil untuk menguncinya. Memasukkan kunci mobil ke dalam tas. Lalu mulai berjalan menuju gapura unik untuk memasuki taman tersebut. Jejak sepatunya membekas di tanah liat. 

Langkahnya perlahan menyusuri jalan setapak untuk menyusuri sebuah jalan menuju salah satu taman kota terindah, yang terdekat dengan kediamannya. 

Aroma tanah merasuk ke dalam indera penciumannya, sungguh menyegarkan dan sangat menenangkan jiwanya. Hamparan rerumputan hijau tumbuh subur tersusun rapi, setelah ia masuki area taman kota yang baru saja selesai di reboisasi. 

Pandangannya mengarah pada beberapa anak – anak kecil yang sedang bermain pada sejumlah tempat bermain yang disediakan oleh pemerintah daerah di taman ini. 

Seorang wanita berpakaian serba putih datang dan duduk di sebuah kursi taman. Sosok itu mengikuti Bernard dan mengeluarkan sebuah tawa mengerikan. Namun tidak ada yang bisa mendengarnya. Sosok itu kali ini sudah berada dekat dengan Bernard. 

Aneka ragam pepohonan tumbuh subur, bunga – bunga bermekaran mewarnai suasana nan asri di sore yang menawan. Awan putih bergerak perlahan, meliuk – liuk bergerak mengikuti irama semilir angin yang berhembus ke utara. Ulat daun meluncur di dedaunan hijau, ingin ikut menyemarakkan aktivitas taman yang indah. 

Burung – burung bernyanyi, melebarkan sayap – sayap indahnya mempertontonkan kehebatan mereka mengarungi udara bebas. Serangga – serangga tidak mau ketinggalan, mereka berjalan tiada henti, menggali tanah dan membawa mangsa mereka ke dalam sarang – sarang mereka yang berada di bawah tanah, entah berapa dalamnya sarang tersebut. 

Angsa – angsa putih dengan lincahnya menyeberangi sungai berukuran sedang di tengah taman itu, sesekali kepala mereka dibenamkan ke dalam air untuk memangsa ikan dengan menggunakan paruhnya yang unik, sekadar untuk memuaskan tembolok mereka akan sesuatu untuk dicerna. 

Sejenak, Bernard mencari kursi taman untuk melegakan kepenatan yang ia rasakan saat ini, akibat rutinitas pekerjaan kantor yang teramat monoton. Tepat di pojok taman, berdekatan dengan dua patung cupid berwarna putih yang memegang busur dan panah, di bagian ujung panah itu berbentuk love berukuran sedang. Tepat di bagian bawah patung, terdapat sebuah kolam kecil yang aliran airnya berhubungan dengan sungai di tengah taman kota. 

Ikan - ikan kecil berenang di dalam kolam, sejumlah katak melompat kian kemari menambah keberagaman ekosistem kolam mungil itu. Tangan kanannya bertumpu pada gagang bangku taman yang terbuat dari besi tempa, berukir beberapa kelopak bunga di bagian tengahnya dan Bernard mengambil posisi untuk duduk di bangku itu. Ia menyandarkan pungggungnya di senderan bangku. Sesekali menarik nafas panjang dan membuang nafas. 

Sungguh, kedamaian inilah yang ia cari selama ini. Ia mengeluarkan ponsel dari tas kerja berukuran kecil. Mengecek incoming emails ke dalam email pribadi dan beberapa notifikasi dari media sosial. Bernard membalas beberapa email dan pertanyaan dari customer dan supplier dari perusahaan tempatnya bekerja. 

Dua sosok mengerikan sudah berada dekat dengan Bernard. Sosok berwajah mengerikan dengan luka dan darah yang mengalir deras, mereka ikut duduk di bangku yang Bernard duduki.

Saat mengetikkan huruf demi huruf di ponselnya. Bernard merasakan ada dua pasang mata yang sedang memperhatikannya dari arah semak – semak. Ia berusaha menoleh ke arah semak – semak dan tidak menemukan apa – apa. Ia kembali fokus memperhatikan ponselnya. 

Saat matanya mengarah ke depan. Ia melihat ada dua orang yang wajahnya sangat putih pucat. Sekujur tubuhnya memiliki luka lebam dan biru. Dan kulitnya sangat basah. 

Dari wajahnya keluar ulat dan belatung. Perlahan daging di pipi mereka mulai membusuk dan mulai berguguran. Yang tertinggal hanya tengkoraknya. Kedua mahkluk itu memegang lengan Bernard dan berusaha menyeret Bernard ke arah semak. Bernard berusaha berontak, tetapi tidak bisa. Karena kedua mahkluk itu lebih besar dari Bernard.

Ternyata di balik semak itu ada sebuah danau. Kali ini dua mahkluk yang sudah duduk bersama Bernard ikut menyeret Bernard dan berusaha membenamkan Bernard di sebuah danau yang tenang itu. Bernard langsung berpikir keras, apakah Mahkluk - mahkluk ini tenggelam di danau ini dan meminta Bernard untuk menguak kematian mereka ? 

Ataukah mereka memang ingin membinasakan Bernard juga supaya bisa sama seperti mereka ? Bernard sangat lemah, kali ini ia sudah berada di pinggir danau dan siap ditenggelamkan. 

Bernard berusaha berontak dan melarikan diri dari mahkluk – mahkluk itu. Bernard berlari keluar dari semak – semak, nampaknya para mahkluk – mahkluk itu tidak mengikutinya dan tetap berada di dalam sana. Bernard berjalan dan kembali ke tempat duduknya sambil membersihkan pakaiannya yang kotor oleh bekas tanah liat dan campuran rumput yang basah. 

Celana dan kemejanya kotor. Bernard telah duduk di kursi taman dan kembali memeriksa ponselnya. Dari belakang, muncul sebuah bayangan dan berusaha menarik Bernard dari belakang. 

Kali ini bayangan tanpa wujud nyata itu mencekik Bernard hingga ia tidak bisa bernafas. Bernard berusaha melepaskan cekikan itu dan segera beranjak dari sana.

Chapter II

Stasiun Tugu

Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Lalu kembali ia pandangi lingkungan sekitar taman kota yang menjadi salah satu tempat terbaik, untuk menyendiri dan menyegarkan kekalutan pikirannya yang tidak menentu. 

Keindahan ekosistem alam sekitar yang indah ini, merupakan jawaban yang terbaik untuk menghancurkan rutinitasnya yang super membosankan. Bernard terdiam cukup lama, menikmati suasana sore yang menenangkan. 

Seketika ia melamun dan pikirannya melayang – layang dan membawanya pada sebuah pengalaman yang terjadi empat belas setengah tahun silam. Tepatnya di bulan September Tahun 1999. Ia bisa mengingatnya dengan sangat jelas. Sisa – sisa terik matahari masih menerpa wajah kakaknya. 

Silaunya membuatnya untuk menutupi wajahnya dengan sebuah brosur yang menjajakan kosmetik yang ditawarkan oleh salah satu perusahaan multilevel marketing. Kedua orang tuanya mengantarkan Bernard dan kakaknya ke sebuah stasiun kereta api yang terletak di daerah Gambir, Jakarta. 

Kakaknya sejak sekolah menengah atas bersekolah di SMA Stella Duce dan sudah tinggal di Yogyakarta. Ia telah lulus SMA dan saat ini sedang mengambil jurusan Ekonomi Akuntansi di salah satu perguruan tinggi swasta yaitu Universitas Sanata Dharma dan sudah berada di semester empat. Ia yang akan membantu Bernard mendaftarkan diri di perguruan tinggi tersebut.

Mereka telah tiba di stasiun Gambir. Orang tuanya telah turun dari mobil dan diikuti oleh Bernard dan kakaknya. Bernard menurunkan tas ransel dan mengenakannya di belakang punggungnya. 

Kakaknya membawa tas berukuran sedang, Ia menentengnya dan mengenakan tas kecil feminin yang diselempangkan di pundak kirinya. Bernard menenteng plastik berwarna putih berisi makan malamnya dan kakaknya. 

Dan dua buah botol air mineral berukuran besar. Mereka berjalan menyusuri jalan bertegel putih melewati penjual – penjual yang duduk di emperan stasiun. Mereka menjajakan berbagai jenis makanan besar maupun kecil sampai rokok, permen dan air mineral juga tersedia di sana. Mereka berempat berjalan melewati petugas sambil papinya Bernard menunjukkan tiket milik kakaknya dan Bernard. 

Sang petugas mempersilahkan mereka lewat. Kemudian mereka menaiki tangga jalan, menuju lantai dua kemudian menyusuri kembali jalanan untuk berdiri tepat di gerbong sesuai dengan tiket mereka berdua. Mereka berempat berhenti pada kursi tempat menunggu kereta. Bernard memberikan tas kresek berisi makan malam mereka ke maminya untuk sebentar memegangnya. 

Kemudian Bernard menurunkan tas ranselnya berukuran besar dari punggungnya, kemudian menaruhnya di antara kedua kakinya. Kakaknya mengambil posisi untuk duduk di beberapa kursi kosong yang ada di sampingnya. 

Ia menaruh tas berukuruan sedang di dekat Bernard, lalu melepaskan tas kecil dari pundaknya kemudian menaruhnya di atas kedua pahanya. Maminya Bernard duduk di kursi antrian di samping kakaknya. Dan papinya berdiri di depan Bernard sambil pandangannya mengarah pada jalur kereta api. 

Tanpa mereka sadari dua sosok yang mengikuti Bernard tempo hari kini sudah mengikutinya dan berdiri berjejalan dengan para penumpang lain yang sedang menunggu kereta. Wajah mahkluk – mahkluk itu makin kusut dan menyeramkan. 

Entah apa yang ingin mereka lakukan. Bernard sesekali memperhatikan petugas yang lalu lalang di sekitarnya. Bernard masih agak lelah setelah packing. Pikirannya hanya ingin cepat sampai Yogyakarta dan memulai kehidupan barunya.

Pandangan Bernard menuju pada hilir mudik penumpang yang membawa banyak sekali barang bawaan. Sesekali anak – anak kecil berlari – larian melewati mereka. 

Cleaning service membersihkan jalan, memungut sampah – sampah yang berserakan dan memasukkannya ke dalam tong sampah yang berdekatan dengannya. Beberapa menit berlalu, jumlah penumpang semakin banyak dan berdesak – desakan. 

Dari pengeras suara diumumkan bahwa Kereta Api senja utama dari stasiun Gambir, Jakarta menuju stasiun tugu, Yogyakarta akan segera tiba di jalur tiga. Beberapa penumpang yang berada di sekitar Bernard bersiap menggantungkan kembali tas – tas mereka pada pundak mereka. Beberapa juga menarik gagang - gagang koper mereka supaya memanjang sehingga mereka bisa menyeretnya dengan mudah. Kebisingan melingkupi tempat antrian di stasiun Gambir. Deru panjang lokomotif sejenak menganggetkan Bernard.

Rangkaian gerbong kereta api memasuki rel kereta api di jalur tiga. Bernard menarik ujung tas ranselnya kemudian memposisikannya di belakangnya dan Mengaitkan kedua penyangga tas itu di kedua pundak kanan dan kirinya. Kereta telah berhenti. Seluruh penumpang memasuki pintu – pintu gerbong kereta api memenuhi ruang – ruang yang telah disediakan. Kedua orang tua Bernard tetap berdiri di luar. 

Bernard dan kakaknya yang masuk ke dalam gerbong, Mereka berdua mencari kursi sesuai dengan tiket yang mereka pegang. Gerbong yang mereka tempati, nampak angker dan para penumpangnya tidak terlihat bersahabat. Bernard dan kakaknya menaruh tas – tas mereka ditempatnya. Kemudian mereka keluar dari pintu gerbong kereta tempat mereka masuk dan mengobrol dengan orang tua mereka. 

Menit demi menit berjalan. Suara seorang wanita kembali berkumandang menginformasikan bahwa Kereta Api senja utama jurusan stasiun Gambir, Jakarta menuju stasiun tugu, Yogyakarta akan segera berangkat. Kakaknya Bernard mulai mencium kedua orang tuanya dan berlanjut dengan Bernard. 

Mereka saling mengucapkan selamat tinggal dan masuk ke dalam gerbong kereta api. Bernard dan kakaknya masuk kembali ke dalam gerbong dan para penumpang memperhatikan mereka. 

Penumpang yang seolah dipenuhi dengan wajah kebencian. Aura yang aneh dirasakan Bernard di gerbong ini, membuatnya ngeri.

Dari dalam kereta api, Bernard dan kakakknya melambaikan tangan dan dari luar disambut kedua orang tuanya. Maminya Bernard terlihat sedih melambaikan tangannya, sambil tangan kanannya memeluk papinya Bernard. Sebuah perjalanan yang akan ditempuh menuju salah satu kota terindah di Indonesia. Iya, Yogyakarta sebuah kota seribu satu kenangan bagi Bernard. Para pedagang asongan berhamburan memasuki gerbong demi gerbong dan menjajakan aneka jajanan yang menggugah selera. 

Tidak ketinggalan para pengamen ingin menemani kemeriahan suasana gerbong dan mengharapkan uluran tangan para penumpang yang baik hati. Bernard terlihat sangat lelah, ia menyandarkan kepalanya ke dinding kereta api sambil memasangkan earplug yang disambungkan dengan ponselnya. 

Kemudian ia memejamkan matanya. Kakaknya sibuk membaca tabloid wanita yang ia beli dari salah satu penjual Koran. Ia tetap sibuk membalik – balikan halaman tabloid dan fokus melihat berbagai fashion yang terpampang di dalamnya. Sudah hampir pukul empat pagi. 

Bernard masih saja membalik – balikkan tubuhnya ke kiri dan kanan di kursi penumpang yang membuat tubuhnya sangat kelelahan. Sedangkan kakaknya yang berada di depannya, mudah sekali terlelap di kursi penumpang. Para penumpang lain terlihat ada yang sedang menikmati cemilan dan menatap kearah pemandangan luar yang melulu hanya lahan pertanian dan terasering. Bernard berusaha mengambil buku yang ia taruh di meja kecil yang terpasang di hadapannya. Ia meneruskan bacaannya yang sudah dibatasi dengan pembatas kertas berwarna oranye. Seorang anak kecil datang mendekati Bernard. Wajahnya rata dan memegang tangan Bernard. Bernard sontak kaget dan berusaha menjauh dari anak itu. Kakaknya Bernard memegang lengannya Bernard dan menggoncang – goncangkan tubuhnya.

“ Thanks God. Ternyata hanya mimpi. “ Ucap Bernard

Hampir satu jam lamanya, Bernard berkutat dengan bacaannya dan merasa penasaran dengan akhir dari novel yang di bacanya. Sesekali pandangannya di arahkan ke luar. 

Sesosok kepala tanpa leher tampil di kaca luar kereta api. Bernard kaget dan sontak berdiri. Ia berusaha memberitahu kakaknya ternyata percuma. Kepala itu tiba – tiba menghilang entah kemana. Langit biru mulai membentang, tanda subuh berganti pagi. 

Dikala kereta api hampir sampai ke Stasiun Tugu, Yogyakarta. Barulah Bernard merasakan kantuk yang luar biasa. Ia menginjak sesuatu yang lembek di lantai. Sebuah tangan yang berlumuran darah dan terlihat jari – jarinya bergerak dan berusaha memanjat betisnya Bernard. 

Bernard berlari dan menuju gerbong dua. Ia sontak kaget di dalam gerbong dua terdapat mayat – mayat bergelimpangan dan sangat mengerikan.

Bernard ingin kembali ke gerbong tempat ia duduk. Terlihat beberapa anak – anak dengan pakaian berlumuran darah mengikutinya dari gerbong tiga. 

Dengan wajah penuh ketakutan, jari – jari Bernard gemetaran. Ia perlahan melewati mayat – mayat itu. Dan berlari ke gerbong satu. Di tempat itu lampu gerbong padam. Tetapi ia merasa ada yang janggal. Sepertinya ada dua sosok yang sedang duduk melantai. 

Sosok – sosok itu sepertinya ngesot dan menuju ke arah Bernard. Baru Bernard ingin beranjak, sosok itu sudah berada di hadapannya dan menggerayanginya dan memegang kedua kaki Bernard. Bernard berusah lari dan ingin menuju masinis dan meminta pertolongan. Belum sampai ia menemui masinis. Ada sebuah tangan yang menghantam punggungnya. Hingga ia jatuh tersungkur. 

Bernard mengalami sakit sekali di punggungnya. Saat ia sadar, ternyata ia berada di kursinya di gerbong tiga. Berarti ia tadi bermimpi. Tetapi mengapa punggungnya sakit sekali. Ia bertanya pada kakaknya. Kakaknya mengatakan bahwa punggung Bernard ada luka lebam biru. Bagaimana mungkin pikir Bernard, kalau memang tadi hanya mimpi, mengapa ada bekas luka lebam ini, pikir Bernard sambil bertanya – Tanya di dalam hati.

Hari ini adalah kali pertamanya Bernard akan menginjakkan kakinya ke Yogyakarta. Sebuah kota yang meninggalkan banyak sekali cerita dan telah menjadi bagian dalam sejarah hidupnya. Petugas mengatakan bahwa dalam waktu dua puluh menit ke depan, kereta api Senja Utama dari Stasiun Gambir akan segera tiba di Stasiun Tugu. 

Bernard dan kakaknya bersiap, membereskan barang – barang bawaan mereka. Sampah – sampah berserakkan di lantai, sepertinya para penumpang seenaknya membuang sampah disembarang tempat. Mereka keluar dari gerbong kereta api dan menuju ke arah lobby depan stasiun tugu untuk mencari taksi. Setelah menemukan taksi dan menuju ke arah kosan kakaknya Bernard yang terletak di daerah Sosrowijayan. 

Tempat itu adalah kosan khusus putri. Mereka tiba di depan kosan dan mengeluarkan tas dari bagasi taksi dan menuju ke arah gang kosan. Suasana sekitar kosan kakaknya Bernard sangat tenang dan terlihat sangat asri. Penduduk beraktivitas dengan tenang. Banyak pepohonan dan sangat damai untuk tinggal di sana.

Seorang nenek tua dengan kebaya berwarna coklat datang dan menghampiri Bernard. Ketika kakaknya sudah masuk pendopo kosannya dan meluncur ke atas menuju kosannya. Nenek itu berkata,

“ Akan tiba waktunya, bahwa kamu akan menjadi batu penjuru sebagai penentu kemenangan sang penghulu kejahatan. “

“ Maaf, nenek berbicara dengan saya. “

“ Iya dengan kamu. Siapa lagi memangnya. “

Bernard sangat panik. Mengapa harus dia ? Dia kan baru saja tiba di kota ini.

“ Waktunya hampir tiba, bersiaplah nak. “

“ Bernarddddd. “ Kakaknya Bernard berteriak dari dalam kosannya.

Baru Bernard ingin pamit pada nenek tua itu. Tiba – tiba nenek itu hilang begitu saja.

   

Chapter III

Mencari kontrakan

Bernard datang ke kampus dan menuju lobby penerimaan mahasiswa baru di Universitas Sanata Dharma. Hari itu kakaknya Bernard ada kuliah, sehingga ia hanya menunjukkan lobby dan menyuruh Bernard membeli formulir ujian saringan masuk. Ia mengisi formulir dan mengembalikannya langsung kepada panitia penerimaan mahasiswa baru. 

Ia memilih tiga pilihan jurusan, diantaranya: pilihan 1: Sastra Inggris, pilihan 2: Psikologi dan pilihan 3: Akuntansi. Adapun jadwal ujian akan diadakan minggu depan, tepat di hari Senin. Setelah ujian, pengumuman kelulusan ujian diinformasikan tiga hari setelah ujian dilaksanakan dan ditempel dipapan pengumuman dekat lobby Universitas Sanata Dharma. Hari yang mendebar – debarkan di kalangan mahasiswa.

Hari pengumuman telah tiba, dari ketiga pilihan jurusan yang dipilih. Bernard berhasil lulus untuk jurusan Akuntansi. Perkuliahan akan dimulai dua minggu ke depan. Sambil menunggu hari pertama kuliah, Bernard mencari kosan atau kontrakan bersama dengan kakaknya. 

Jujur saja, ia tidak terlalu familiar dengan situasi Yogyakarta yang masih baru menurutnya. Beberapa rumah atau kontrakan masuk dalam hitungannya. Tetapi ada satu kontrakan yang sudah menarik perhatiannya. Setelah berdiskusi dengan kakaknya, Bernard memilih kontrakan yang berada dekat dengan kampus yaitu di depan Sekolah Teknik Mesin Pembangunan. Hanya membutuhkan waktu lima menit saja untuk sampai kampus.

Bentuk kontrakan yang dipilih Bernard adalah sebuah rumah tua yang sangat sederhana. Bahkan rumah itu cenderung tidak menarik. Bagian serambinya hanya ada tanah kosong yang ditumbuhi satu pohon Jambu klutuk. Dibagian samping rumah itupun tidak ada pepohonan apapun, yang ada hanya rumput dan ilalang. 

Rumah yang kelewat sederhana ini hanya terdiri dari tiga kamar. Dengan ruang kosong dibelakang sebagai ruang makan yang mejanya pun sudah terlihat tidak layak dan dapur yang bisa dibilang sangat tradisional karena masih menggunakan kompor bersumbu minyak tanah. 

Kamar mandinyapun menjorok ke belakang dan ada pintu untuk menuju pekarangan belakang. Pekarangan inipun sepertinya tidak tersentuh oleh manusia karena ada ilalang setinggi manusia yang tidak pernah dipotong oleh pemilik rumah. 

Karena rumah ini terdiri dari tiga kamar, induk semang menawarkan Bernard untuk mencari teman yang bisa menempati kedua kamar tersisa. Sehingga, rumah ini bukan lagi dalam bentuk kosan tetapi dikontrakan. Karena penghuninya harus mengontrak dan setiap kewajiban listrik dan air menjadi tanggung jawab pengontrak.

Dalam beberapa hari saja, akhirnya Bernard menemukan dua orang teman dari Universitas Gajah Mada dan Universitas Atma Jaya yang berminat untuk stay di kontrakan tersebut. Para peminat kontrakan tersebut adalah Yopie dan kakaknya yang tinggal dalam satu kamar di depan. Kemudian ada Jack yang menempati kamar dibagian belakang. Sedangkan Bernard tinggal di kamar tengah. 

Suasana kota Yogyakarta yang lengang membuat Bernard merasa nyaman tinggal di tempat tinggal barunya. Ia tidak pernah menyangka akan ada kejadian – kejadian aneh karena telah mengusik tempat tinggal mahkluk - mahkluk astral yang telah menghuni di rumah itu selama ratusan tahun lalu. 

Siapakah mahkluk – mahkluk itu ? Entah mengapa, acapkali Bernard masuk ke dalam suatu ruang. Seolah di dalam ruangan itu ada yang sedang bercakap – cakap atau seolah keadaan dalam ruangan itu sangat ramai. Pernah suatu kali, Bernard masuk ke dalam kamar Jack. 

Sepertinya Jack sedang berbicara dengan seseorang. Ketika Bernard bertanya kepada Jack. Jack bilang, ia tidak berbicara dengan siapa – siapa. Ia hanya sedang mengerjakan tugas yang berkaitan dengan Ospek saja. Kendati kondisi kontrakan itu agak menyeramkan. Bernard berusaha cuek saja dan ingin tetap fokus pada kuliahnya saja. Karena memang itu tujuan utamanya ke Yogyakarta.    

Chapter IV

Hari yang cerah

Kicauan burung terdengar nyaring dari jendela Bernard. Kendaraan yang menderu –deru terdengar berisik di jalan raya tepat di depan kontrakannya, membuat ia tidak bisa memejamkan matanya lagi. Bernard mengambil jam tangan merahnya yang berada tepat di samping tempat tidur dan mulai memperhatikan jarum jamnya.

Iya, hari ini adalah hari perkuliahan pertama. Ia harus cepat beranjak dari kasur yang ia tiduri semalam dan meluncur ke kamar mandi, karena ia harus mengikuti masa orientasi bagi para mahasiswa baru. Sebuah masa orientasi yang tidak mendidik bahkan menjurus kepada arah tidak bermartabat karena panitia ospek mendandani mahasiswa dengan dandanan konyol dan memperlakukan mereka secara tidak manusiawi. 

Bagaimana bisa maju bila mahasiswa baru bukannya di dukung untuk berkompetisi secara wajar dalam hal kemampuan otaknya di hari pertama mereka kuliah tetapi malah diperlakukan seperti binatang dan harus memenuhi keinginan kakak – kakak mahasiswanya yang tidak masuk akal, sungguh ironis bukan?    

Yogyakarta di siang hari, panasnya luar biasa. Sedangkan di malam hari terasa sangat sejuk. Mahasiswa baru yang mengalami masa orientasi hari pertama sudah berhamburan keluar dari gedung penataran. Mereka mencari makan siang di luar kampus dan beberapa diantaranya masih menggenggam kotak kue yang diberikan panitia ospek di pagi hari. Bernard berkenalan dengan beberapa teman yang berasal dari berbagai jurusan di Universitas Sanata Dharma. 

Senang sekali bisa berkenalan dengan banyak mahasiswa yang berasal dari Sabang sampai Merauke dan bertemu di kota pelajar Yogyakarta. Bernard dan beberapa temannya terbius dengan obrolan sehingga mereka agak lupa dengan melanjutkan kegiatan ospek setelah jam makan siang ini. Mereka baru sadar setelah salah satu temannya mengatakan bahwa sudah hampir pukul 13.00 wib, dan mereka harus kembali ke gedung penataran. 

Mereka menghabiskan minuman dingin mereka dan berlari secepatnya untuk menuju ke sana. Mereka tertawa gila karena mereka telah melanggar peraturan panitia ospek yang tidak manusiawi itu. Untung saja, ternyata belum terlambat karena mahasiswa – mahasiswi pun masih berusaha masuk ke dalam gedung. Bernard merasa bosan di dalam gedung dan berusaha menyimak setiap urutan acara sampai dengan selesai. Masih ada dua hari lagi, pikirnya untuk menyelesaikan ospek ini.

Sore menjelang, petang menyongsong. Awan gelap mulai berlari – lari kecil dan menutupi wilayah Yogyakarta. Akan ada hujan sepertinya, pikir Bernard. Dengan langkah gontai Bernard berjalan ke arah kontrakannya yang sangat dekat. Ia terlihat sangat lelah dan ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memeluk gulingnya. 

Bernard membuka pintu kontrakannya, mengganti pakaian hitam putihnya dan mengganti dengan pakaian santainya. Ia menyusuri lorong, menyambar handuknya dan menuju ke kamar mandi. Kemudian menghabiskan waktu lima belas menit di dalam kamar mandi. Saat mengeringkan tubuhnya dan hendak keluar kamar mandi, ia mendengarkan langkah sepatu.

“ Yopie, Jack. Siapa di sana ? ” Teriak Bernard sekenanya

Tidak ada balasan suara. Lama kelamaan suara langkah sepatu itu menghilang. Tetapi berganti dengan suara beberapa orang yang sedang bercakap -  cakap. Sepertinya dua atau tiga orang sedang bercakap – cakap di luar sana.

“ Halo, siapa di sana ? ” Tukas Bernard kembali.

Tetap tidak ada balasan suara. Ia perlahan membuka pintu kamar mandi dan hendak berhambur keluar dari kamar mandi. Sekonyong – konyong tubuh manusia tergantung di langit – langit dapur. Tubuh itu sudah membusuk. Kedua bola matanya hampir keluar. Tubuh itu menggelantung ke kiri dan kanan. 

Bernard bergidik ngeri dan berlari menuju ke kamarnya. Saat hendak membuka pintu kamarnya. Ia merasakan ada seseorang yang memegang pundaknya. Ia menoleh kebelakang. Seorang wanita mengenakan baju putih berlumuran darah. 

Dari lehernya terlihat bekas luka bacokan dan tangan – tangannya penuh luka. Bernard berusaha menghalau tangan wanita itu dan masuk ke dalam kamarnya. Walupun sudah selesai mandi, Bernard mengeluarkan keringat dingin dan ia sangat panik. Tubuhnya menggigil dan jari – jemarinya gemetaran. Dari hidungnya keluar darah segar.

Kini, ia telah aman berada di dalam kamar. Saat itu ia terhenti pada sebuah pemandangan yang sagat mengerikan. Dari dinding – dinding kamarnya. Ia melihat puluhan tangan yang menjulurkan tangan – tangan mereka. Di setiap pergelangan tangan muncul tulisan X, dan tulisan itu seolah menyala dan mengeluarkan warna emas. 

Seketika kuku – kuku dari tangan – tangan itu lepas kulitnya dan mengeluarkan darah dan nanah. Kamar Bernard berubah menjadi sangat kotor dan bau. Kuku demi kuku berguguran. Perlahan namun pasti kuku – kuku runcing itu merayap dan menaiki tubuh Bernard. Kuku – kuku itu mencubit, menyayat, menggaruk, mencakar hingga kulitnya Bernard mengeluarkan darah dan mengalami luka yang cukup serius. 

Bernard berusaha menghalau kuku – kuku itu dari tubuhnya. Sekonyong – konyong seekor kelelawar dan seekor burung gagak hitam masuk ke dalam kamarnya. Lampu kamarnya seketika padam. 

Burung gagak bertengger di atas kepala Bernard dan mencakar kulit kepala Bernard secara membabi buta. Kulit kepala Bernard luka, darah mengucur deras, aliran darah kental itu mengalir ke arah matanya. Hingga pandangannya menjadi kabur. Sepertinya ia melihat banyak mahkluk di dalam kamarnya. Tapi siapakah gerangan yang berkunjung ke kamarnya?

Seekor kelelawar berwajah mengerikan terbang mengelilingi Bernard dan berusaha menggigit leher dan tangan – tangan Bernard. Bernard berusaha menangkap burung gagak yang dari awal sudah bertengger di kepalanya. Akhirnya tertangkap juga, tetapi burung gagak itu tidak kehabisan akal, ia mematuk tangan Bernard hingga penuh luka parah. 

Kelelawar pun berhasil menggoreskan banyak luka di leher dan pundak Bernard. Bernard merasa sagat kesakitan dan berusaha keluar dari kamar. Saat berhasil ia melihat sesosok mahkluk besar memegang sebuah batu di tangan kanannya. Kedua kaki dari mahkluk bengis itu tidak menyentuh tanah. 

Dari mulutnya keluar darah. Seketika rambut mahkluk itu memanjang dan perlahan merayap ke tubuh Bernard. Rambutnya membelit leher Bernard, hingga Bernard tidak bisa bernafas. Ia berusaha menarik rambut itu. Tetapi Bernard tidak sanggup, akhirnya ia terjatuh karena kehabisan nafas. 

Hampir tiga puluh menit Bernard terjatuh pingsan di depan kamarnya. Akhirnya ia siuman. Saat terbangun ia melihat tangan dan lehernya tidak ada bekas luka. Lalu bagian kepalanya pun tidak ada bekas luka parah. Apakah ini hanya mimpi atau halusinasiku saja, pikir Bernard. 

Bernard merasa sangat lapar dan berusaha membuang pikiran tentang kejadian mengerikan yang baru saja ia hadapi. Ia keluar dari kontrakannya dan menuju rumah makan diluar untuk membeli makan malam. Ia membungkus makan malamnya dan membawanya ke dalam kontrakannya.

Bernard menghabiskan makan malamnya, mengambil air putih yang ia masak menggunakan heater. Dan meneguknya beberapa kali karena merasa dehidrasi. Ia merasa sangat lelah, ia mengambil beberapa majalah yang ia beli sewaktu sampai di Stasiun tugu, Yogyakarta. 

Dan mulai membalik – balikan halaman majalah untuk melihat adakah berita yang menarik perhatiannya. Bernard mulai merasa mengantuk sehingga ia mengambil posisi merebahkan tubuhnya di atas kasur dan membaca salah satu cerita pendek yang menarik perhatiannya. 

Dalam sekejap ia telah sempurna memejamkan matanya. Karena kelelahan menghadapi kejadian yang menyeramkan dan juga akibat beratnya pelaksanaan ospek yang diwajibkan untuknya. Sesosok wajah tampak murung bergelantungan di pojok langit – langit kamar Bernard. Ia kemudian melayang dan duduk di samping Bernard. Wajah itu terlihat biru dan pucat. Pandangannya kosong tetapi terlihat ingin meminta pertolongan kepada Bernard. Ia berusaha mengambil gelas yang berisi air dan ingin menuangkannya ke wajah Bernard. Tetapi sia – sia. 

Dengan segenap kekuatan yang dimilikinya, sosok menyeramkan itu berusaha memperlihatkan wujudnya pada Bernard. Bernard terperanjat kaget, saat ia membuka kedua matanya. Sosok yang memiliki wajah seperti genderuwo, salah satu silsilah warga setan yang cukup terkenal di Indonesia itu memperlihatkan wajah kejamnya dan seolah ingin membinasakan Bernard. Bernard berusaha kabur dari kamar dan ingin segera membuka pintu.  

Malam berganti merasa lelah

Sepintas angin mengelabui pikiran

Karena pagi hendak menengadah angkasa raya

Chapter V

Ada yang aneh

Bernard sudah berada di kampus untuk mengikuti kegiatan ospek hari kedua. Bernard merasa tenaganya cukup terkuras untuk mengikuti kegiatan ospek ini. Ia berharap untuk mengikuti perkuliahan saja, daripada harus menghadapi ospek dan menghadapi panitia ospek yang meminta hal yang aneh – aneh. Bernard hari itu merasa tidak terlalu enak badan. Selepas dari kampus ia kembali ke kontrakan untuk beristirahat. Ia berusaha membuka pintu kontrakan ternyata tidak ada orang, sehingga ia mengambil kunci dari dari dalam tas biru, yang sengaja diduplikatkan oleh teman – teman kontrakannya. Ia merasakan ada keharuman yang aneh ketika ia membuka pintu utama kontrakan. Seketika bulu kuduknya merinding. Ia merasakan seperti ada yang baru saja lewat. Mana mungkin, sore hari seperti ini ada mahkluk – mahkluk halus berkeliaran. Ada – ada saja pikirnya. Bernard berjalan maju dan menyusuri lorong untuk menuju kamarnya. Ia membuang tasnya di samping kasur tempat ia membaringkan dirinya di kala malam. Tidak seperti biasanya, Bernard merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam kamarnya. Tetapi ia tidak mengerti. Dalam kondisi yang kelelahan Bernard menyandarkan dirinya ke dinding kamarnya tepat di samping meja belajar kecil yang ia beli dari toko merah di samping Universitas Negeri Yogyakarta. Sekelebat sebuah bayangan melewati dirinya, ia berusaha mencari arah munculnya bayangan itu tetapi sia – sia saja. Bayangan itu sepertinya hilang ditelan bumi.

Dalam ketakutannya Bernard tertidur dengan dilengkapi pakaian hitam putih yang ia pakai setelah kegiatan ospek hari kedua. Bernard tertidur sangat lelap dan baru terbangun sekitar pukul 19.00 wib. Ia terbangun dan segera mengganti bajunya dan meluncur ke kamar mandi untuk segera mandi. Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, ia keluar membeli makan malam di sebuah warung nasi kucing yang berdiri tepat di depan kontrakannya. Warung nasi kucing itu adalah warung yang biasa dikunjungi mahasiswa – mahasiswa yang memiliki kos atau kontrakan dekat dengan kampus. Setelah menikmati dua bungkus nasi kucing dan dua tahu goreng isi sayuran, Bernard masuk ke dalam kontrakannya dan menyusuri lorong dan masuk ke dalam kamar. Walaupun sudah tidur cukup lama, Bernard tetap saja mengantuk dan akhirnya setelah membaca beberapa lembar buku mengenai psikologi, akhirnya ia menyerah juga pada bujukan malaikat tidur. Bernard menutup gorden kamarnya, membantingkan dirinya di atas kasur dan memejamkan kedua kelopak matanya. Di kala ia mempersiapkan tidurnya, justru ia tidak bisa tidur. Ia membalik – balikkan tubuhnya dan hampir tertidur, seketika ia menyadari ada dua orang anak kecil sedang berlari – lari di dalam kamarnya. Bernard merasa sudah mengunci pintu kamarnya, bagaimana mungkin kedua anak ini bisa masuk, pikirnya.

Ia bangun dari kasurnya, kemudian terduduk dan melihat sekitar, ternyata kamarnya lengang tidak ada siapa – siapa. Dengan bertumpu pada kedua kakinya, ia bangkit dan memeriksa pintu kamarnya, ternyata memang sudah terkunci. Ia kembali membantingkan diri di atas kasurnya yang jauh dari empuk itu dan memang kepalanya sudah terasa pusing. Memang Bernard selalu merasa pusing jika bangun secara tiba – tiba dari kasur karena kemungkinan karena kekurangan darah. Bernard mulai merasakan desiran angin yang sangat kuat di dalam kamarnya. Ia tidak mengerti darimana arahnya. Ia merasa ada sepasang mata yang sedang menatapnya tajam. Ia mencoba membuka matanya perlahan dan melihat ke seantero ruangan kamarnya. Ia bergidik ngeri karena melihat sesosok pria tinggi besar mengenakan jubah hitam dan dari matanya menyorotkan kilauan mata merah dan penuh kebencian.

Keadaan yang memaksa

Kegelapan yang menyasar

Mungkinkah karena kehadiranku.

Chapter VI

Teror – teror malam hariKejadian semalam membuat Bernard ngeri untuk kembali ke kontrakannya. Ia belum sempat menceritakan kejadian aneh yang ia alami semalam, kepada siapapun. Ia juga jarang sekali berkomunikasi dengan teman – teman kontrakannya, dikarenakan mereka masing – masing sibuk dengan urusan kampus masing – masing. Hari ketiga kegiatan ospek merupakan hari yang ditunggu – tunggu Bernard, hari terakhir penyiksaan bagi dirinya, karena harus bangun pagi hari. Ia membenci bangun pagi hari, makanya ia memilih jadwal kuliah yang agak siang, supaya memantapkan semangat tidurnya sampai siang hari. Bernard telah merampungkan kegiatan ospeknya dan berencana untuk menghabiskan waktu bersama dengan teman – temannya di Malioboro Mall, daripada kembali ke kontrakannya dan mengalami hal yang mengerikan.

Sebelumnya mereka mendapatkan informasi dari panitia ospek untuk mendaftarkan diri mereka segera ke perpusakaan kampus. Untuk kepentingan mereka sendiri dalam menjalankan kegiatan perkuliahan mereka. Akhirnya segerombolan mahasiswa baru itu yang terdiri dari Bernard dan beberapa temannya berjalan melewati sebuah lapangan sepak bola dan menyusuri jalan setapak untuk menuju perpustakaan kampus yang terletak dekat dengan lembaga Realino. Dengan bermodalkan kartu tanda penduduk, petugas perpustakaan mencatat masing – masing nama mahasiswa baru dan memberikan kartu perpustakaan beserta free layanan internet bagi mereka. Mereka kemudian menuju ke arah jalan depan yang disebut jalan Gejayan. Mereka menaiki bis kecil yang disebut jalur tiga. Bis ini yang akan mngantarkan mereka ke Malioboro Mall. Mereka membicarakan banyak hal mulai dari tiga hari ospek yang melelahkan dan juga menceritakan alasan mereka memilih kuliah di Yogyakarta. Pembicaraan mereka terhenti ketika kawasan Malioboro Mall terlihat di depan mereka. Satu persatu dari Bernard dan teman – temannya meluncur turun dan berjalan.

Mereka menyaksikan berbagai jualan ornamen menarik khas Yogyakarta dan kaki lima yang menjajakan makanan khas Yogyakarta yang menggugah selera. Sungguh indah kota ini, pikir Bernard. Mereka terus menyusuri hiruk pikuknya para pejalan kaki dan penjual aneka barang – barang dan menghentikan kaki mereka di depan Malioboro Mall. Mereka memasuki mall dan Bernard berusaha mencari dompet yang ia letakkan ke dalam tasnya. Ketika ia meraba bagian dalam tasnya. Ia menyentuh sebuah benda yang asing di dalam tasnya. Ia mengingat betul bahwa ia tidak meletakkan barang itu di dalam tasnya. Ia menarik barang itu dari dalam tasnya. Apa ini, sebuah kain putih. Iya, kain itu seperti kain kafan dan ada bercak darah di kain tersebut. Sekejap ia melemparkan tas itu ke samping kanannya yang kebetulan ada tempat sampah yang berdiri kaku di sana. Ia ngeri dengan apa yang baru saja dilihatnya. Teman – temannya bertanya pada Bernard, apakah ada yang mengganggunya. Bernard menjawab, “ tidak, tidak ada apa – apa. “ 

Bernard tidak habis pikir darimana barang setan itu ada di dalam tasnya. Orang gila siapa yang lancang memasukkan barang itu. Apakah teman – teman kontrakannya ? Atau apakah teman – teman kampusnya ? Tidak, tidak mungkin. Teman kontrakanya hampir tidak pernah ada di kontrakan. Begitupula dengan teman – teman kampusnya. Lagipula, tas Bernard selalu diselempangkan di lengan kanannya sepanjang hari ini dan tidak pernah jauh dari jangkauannya. Mereka menaiki tangga jalan dan melewati café excelso dan menuju food court lantai empat. Mereka memesan beberapa makanan siap saji dan diantaranya mereka tidak perduli memesan beberapa junk food dan memuaskan cacing – cacing pita yang berteriak kelaparan di dalam usus – usus mereka. Tawa renyah dan kegembiraan dirasakan sekumpulan anak – anak yang masih bau kencur ini. Mereka mengobrol penuh keseriusan. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Kemudian mereka mengitari seantero Malioboro Mall dan beberapa teman Bernard merasa tertarik untuk menuju toko kaset dan compact disc. Satu dari mereka membeli kaset Andien yang kala itu cukup populer di tahun – tahun itu. Kemudian mereka keluar dari Mall Malioboro dan menaiki jalur tiga untuk kembali ke kosan dan kontrakan masing – masing.

Waktu sudah hampir pukul 19.30 wib. Bernard hampir sampai menuju kontrakannya dan melihat dari kejauhan, berharap cemas adakah teman kontrakannya yang sudah pulang lebih awal. Ternyata, harapan sirna. Tidak ada satupun dari mereka yang sudah sampai. Itu artinya ia akan sendiri lagi. Untuk menghilangkan rasa takutnya, Bernard meninggikan volume tape radionya lebih keras supaya ia fokus hanya mendengarkan musik. Bernard mulai membuka pakaian hitam putihnya dan segera meluncur ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Ia harus cepat, jangan sampai ia menemukan hal – hal yang menakutkan disaat ia sedang mandi. Disaat ia mengambil sabun batangan dan mulai menggosokkan tubuhnya, tiba – tiba bulu kuduknya merinding. Ia melihat ada tangan yang keluar dari arah dinding kiri. Ia kaget dan menyambar handuk yang menggantung indah di belakang pintu kamar mandi. Untung saja, ia sudah membilas tubuhnya. Hanya saja memang tidak terlalu bersih benar.

Dia memilih untuk berada di kamar. Karena heran dengan penampakan tangan buntung dari dalam kamar mandi. Ia duduk sejenak dan mulai mencari buku – buku yang menarik dari atas meja belajarnya. Ia menemukan sebuah buku berjudul pengantar akuntasi I yang ia dapatkan dari kakaknya yang kebetulan sama mengambil jurusan Akuntansi. Buku ini pasti membosankan, pikir Bernard. Benar saja, baru sepuluh menit ia baca dia langsung meletakkannya kembali di atas meja. Bernard berusaha mencari kembali buku – buku yang mungkin menarik perhatiannya. Tiba – tiba lampu kamarnya mati. Wah, bagaimana ini. Kenapa bisa mati lampu. Ia keluar dari kamar, ternyata lampu kamarnya saja yang mati, lampu di ruang tamu dan serambi menyala dengan sempurna. Akhirnya ia berusaha menekan stop kontak lampu kamarnya. Loh, ternyata lampunya baik – baik saja. Buktinya lampu kamarnya menyala lagi. Kemudian Bernard masuk kembali ke kamar tidurnya dan merebahkan tubuhnya sambil mendengarkan salah satu saluran radio Sasando FM. Saluran lagu – lagu religious yang mungkin bisa menenangkan pikirannya.

Terdengar di telinga, tawa riang anak – anak kecil. Bernard terkesiap, seakan jantungnya hendak meloncat keluar dari dadanya. Bernard merasa suara anak – anak itu berasal dari arah dapur. Ia memberanikan diri untuk keluar dari kamar dan berusaha mengecek kondisi sekitar dapur. Suara anak – anak itu perlahan menghilang, tetapi terdengar sangat menakutkan. Bernard kembali lagi ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Ia merasakan ada yang menarik – narik bajunya. Bernard menoleh ke belakang, ternyata t-shirtnya terkait paku, sehingga ia tidak beranjak dari tempat ia berpijak. Bernard melepaskan kaitan itu dan membantingkan tubuhnya yang berukuran sedang itu di atas kasur. Ia berusaha menarik nafas dalam – dalam dan membuangnya sekaligus, seolah ada beban yang dipikulnya. Sekejap lampu mati, sebuah pukulan telak ia rasakan di perutnya dan cekikan ia terima dari sesorang yang entah siapa orangnya. Ia berusaha menghindar dan membuka pintu kamarnya. Ia merasa ketakutan. Ia ngos – ngosan karena kehabisan nafas. Lampu kembali menyala dan tidak ada siapa – siapa di sana. Ia merasa ketakutan bahkan di kontrakannya sendiri. Ia berharap untuk pagi segera berganti, sehingga ketakutannya sirna.

Ia merasa kehausan akibat serangan mahkluk jadi – jadian yang tidak tahu darimana asalnya. Ia menuangkan air dari ceret kecil berwarna biru yang terbuat dari plastik dan menuangkan air ke dalam gelas. Kemudian meneguknya perlahan. Jujur saja, saat ini Bernard sudah sangat mengantuk tetapi kejadian – kejadian aneh ini membuatnya tidak bisa tidur. Ia merasa lelah, tetapi tidak tahu harus bagaimana, sedangkan belum ada satupun dari teman kotrakannya yang sudah pulang. Sesaat ia mulai terlelap dan sekelebat pria bertubuh tinggi besar dan mengenakan jubah hitam datang kembali dalam penglihatannya yang samar – samar. Pria itu seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi Bernard tidak dapat mendengarkan apa – apa. Ia merasa sangat ketakutan, kenapa mahkluk itu menampaki wujudnya kepadanya. Ada apa ini sebenarnya. Ia mulai mengingat – ingat kejadian ke belakang. Sebenarnya apa yang salah, sampai teror – teror mengerikan ini menimpa dirinya. Apakah ia mengganggu atau melakukan suatu kesalahan pada rumah ini.

Tangan – tangan Bernard memerah. Sekonyong – konyong dari dalam pori – porinya. Keluar belatung – belatung, darah kental dan matanya langsung memerah. Biji matanya meloncat keluar dan perlahan kedua tangan dan kakinya lepas dari tubuhnya. Bernard merasakan kesakitan. Di kedua pahanya keluar sebuah lambang bertuliskan X. Lalu di belakangnya muncul seorang pria yang sedang memegang kepala, Batok kepalanya ia cabut dan serta merta menaruhnya di atas pangkuan Bernard. Bernard melonjak ketakutan dan mengenyahkan kepala itu dari pangkuannya. Ia sangat ketakutan setengah mati. Pria itu tidak kehabisan akal ia melepas tangannya dan menjejalinya ke wajah Bernard. Bernard merasa tidak berdaya dan di kala itu muncul kembali dua orang anak kecil yang berlari kemudian salah satu dari mereka duduk di pundaknya dan mencakar wajah Bernard dengan kuku – kukunya yang runcing dan berwarna hitam. Salah satu anak yang sedang menonton adegan itu justru tertawa mengerikan memperhatikan penderitaan Bernard.

“ Lepaskan, lepaskan aku  “ Teriak Bernard sambil berontak.

Seorang wanita mengenakan baju putih berlumuran darah turun dari atap kontrakan Bernard dan menendang kepala Bernard, hingga Bernard terkapar tidak sadarkan diri.   

Chapter VII

Bertemu pemilik kontrakan

gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fbacalagers.com%2Fkos-kosan-angker%2F&psig=AOvVaw26tuO0F-Apq60B3XqgUQye&ust=1630400272554000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwi18vu5sNjyAhUX0oUKHdEHDjQQr4kDegQIARAd

 

Pagi hari Bernard bangun dan melihat kondisi tubuhnya, ternyata ia baik – baik saja. Semoga semalam hanyalah mimpi buruk saja. Pikir Bernard. Bernard pagi itu, menemui pemilik kontrakan dan berkata padanya bahwa ia mengalami berbagai kejadian yang aneh. Ia menceritakan seluruh kejadian yang ia alami dari hari pertama sampai dengan minggu kedua ia menempati rumahnya. Pemilik kontrakan berkata dengan datar, bahwa ia mendapatkan rumah itu dari warisan orang tuanya. Bahkan si bapak kontrakan itu tidak pernah mendapatkan cerita apa – apa dari orang tua yang mewariskan rumah tersebut. Bernard keluar dari rumah pemilik kontrakannya dan merasa sangat kecewa dengan jawaban pemilik kontrakan. Bernard berusaha mencari informasi kepada tetangga sebelah tetapi mereka berkata tidak ada apa – apa. Apakah aku berhalusinasi? Pikir Bernard. Ia tidak patah semangat dan mencari cara untuk membongkar rahasia di kontrakannya. Bernard masuk ke dalam kontrakannya dan berusaha mengecek setiap inch dari kontrakannya. Mulai dari tanah samping kanan dan kirinya. Kemudian ia menuju halaman belakang kontrakan. Ilalang setinggi badan Bernard benar – benar membuatnya kewalahan ia tidak bisa melihat dengan baik ada apa di balik ilalang dan rerumputan liar yang menyembul seenaknya.

Tiba - tiba Bernard terantuk akibat sebuah batu, Ia berusaha memegangnya. Batu itu berbentuk persegi empat. Ia bergidik ngeri dengan apa yang baru saja disentuhnya. Sepertinya batu nisan. Ia berusaha membersihkannya, namun tidak mendapati sebuah nama di sana. Ia mulai mengambil kesimpulan apakah ada kuburan di sini. Dan arwahnya sedang bergentayangan di antero rumah ini dan ingin menunjukkan sesuatu padanya. Bernard kemudian berjalan semakin ke belakang. Ia menemukan sebuah batu nisan dan batu nisan lagi. Batu nisan tanpa nama dan semakin memberikan tanda tanya besar pada dirinya. Bernard segera meluncur ke dalam kontrakannya dan masuk ke kamarnya.

“ Pantesan banyak mahkluk – mahkluk halus di kontrakan ini, orang ada kuburannya, “ tukas Bernard.

Bernard sebenarnya tidak ingin berurusan dengan hal – hal seperti ini. Ia hanya ingin fokus untuk kuliahnya saja, daripada terlibat dalam urusan persetanan, haha. Bernard berlari dan masuk ke dalam kontrakannya. Ia tidak sanggup untuk memikirkan hal – hal yang menyeramkan. Lututnya gemetaran dan jari – jarinya terasa dingin walaupun udara di luar sangatlah panas. Ia berpikir untuk segera pindah dari tempat ini, tapi bagaimana mungkin karena ia sudah membayar lunas untuk kontrak di tempat ini untuk satu tahun ke depan. Bernard menyelinap ke arah dapur dan melihat kondisi sekitar. Ia segera ke kamar mandi dan menyegarkan dirinya dengan siraman air dingin yang mampu menenangkan pikirannya.

Bernard meninggalkan kontrakannya dan meluncur ke arah perpustakan kampus. Yah, disanalah Bernard menghabiskan waktunya di saat ia banyak pikiran. Ia akan melalap habis tabloid dan koran yang ada di perpustakaan kampus. Karena dengan banyak membaca ia bisa melupakan masalah – masalahnya. Suasana sore hari yang damai ini, sangat menenangkan hatinya karena pepohonan banyak yang tumbuh di sana. Langkah kakinya perlahan melewati lapangan sepak bola yang luas dan ia berjalan di jalanan setapak di pinggiran lapangan sepak bola. Dedaunan kering bertebaran di mana – mana. Suasana sore itu sangat lengang, tidak ada satupun orang yang nampak. Langit mendung dan gelap, Bernard merasakan ada yang mengikutinya dari belakang. Ia sesekali menoleh ke belakang. Tetapi tidak ada seorangpun di sana. ia berjalan dan acuh tak acuh, seolah tidak perduli. Ia berusaha menoleh ke belakang, ternyata benar, tidak ada siapa – siapa di sana.      

Ia merasa ngeri dan mulai mempercepat langkah kakinya, ia bahkan berlari dan semakin cepat. Sebuah tubuh tanpa kepala tiba – tiba muncul di hadapannya. Melayang  - layang di hadapannya. Ia bergidik ngeri dan tunggang langgang meninggalkan tubuh berlumuran darah dan ada bekas bacokan di bagian pinggangnya. Ia sudah kehilangan akal dan tidak tahu harus bagaimana dan terus berlari ke arah lobby perpustakaan. Keringat mengucur deras di dahinya, ia ngos – ngosan tidak sanggup untuk memikirkan apa yang baru saja dilihatnya. Ia semakin gila dengan kejadian – kejadian menyeramkan yang dialami dan dilihatnya dengan mata telanjang. Sungguh ironis, memang. Apakah, ini adalah penampakan hantu yang berkaitan dengan penunggu kontrakannya. Apa sebenarnya yang mereka cari dan apa yang ingin mereka tunjukkan pada Bernard. Bernard melewati lobby dan masuk ke dalam perpustakaan dan menaiki anak tangga satu persatu untuk menuju ke lantai atas. Dan menuju tempat koran harian.

Ia telah sampai di partisi yang khusus menyediakan koran dan tabloid. Bernard membaca koran kompas dan ingin melupakan kejadian – kejadian mengerikan yang ia alami beberapa hari ini. Jujur saja, Ia malas sekali untuk kembali ke kontrakannya dan berencana untuk ke kosan kakaknya yang berada dekat dengan markas utama radio Geronimo FM yang merupakan salah satu stasiun radio yang terkenal di Yogyakarta. Ia berpikir sekali lagi, apakah ia perlu ke kosan kakaknya, pikirnya dalam hati. Oh, tidak. Ia tidak ingin merepotkan kakaknya. Apalagi, karena kosan kakaknya adalah kosan khusus perempuan dan teman – temannya mengenakan kerudung. Di mana, mereka akan melepas kerudungnya saat mereka berada di kosan, karena tidak ada laki – laki yang bukan muhrim mereka. Bernard tidak bisa memaksakan, karena itu adalah hak asasi setiap manusia dalam menjalankan toleransi kehidupan beragama. Akhirnya setelah berpikir matang, Bernard mengurungkan niatnya untuk pergi ke kosan kakaknya.

Dari satu koran ke koran lainnya, itulah yang dilakukan Bernard untuk membunuh waktu. Ia bertekad untuk keluar dari perpustakaan pukul 21.00 wib sesuai dengan waktu tutup perpustakaan kampusnya. Ia lebih baik memilih di tempat keramaian seperti ini, daripada harus menghabiskan waktunya di dalam kamarnya yang menakutkan itu. Detik demi detik berlalu, akhirnya hampir jam 21.00 wib. Petugas mengumumkan bahwa perpustakaan akan segera tutup dalam waktu sepuluh menit dari sekarang. Dengan langkah gontai, Bernard keluar dari kursi tempat ia duduk dan menuruni tangga perpustakaan untuk menuju ke lantai satu, lalu berjalan keluar perpustakaan bersama dengan mahasiswa lainya.

“ Oh, Tuhan. Apakah aku harus tidur di luar malam ini, aku merasa tidak kuasa untuk kembali ke kontrakanku. “ Ucapnya pelan

Pikirannya yang tidak tenang, membuat perutnya terasa lapar. Bernard menyusuri jalan melewati lembaga Realino dan ingin menyebrang untuk mencapai warung makan “ telor penyet Bang Gali “ di depan Radison Hotel. Jalan raya Gejayan di jam – jam seperti ini, masih sangat ramai oleh pengendara motor. Bernard memesan telor, tempe penyet, satu porsi nasi putih dan teh manis panas. Bernard melahap dengan giat makanan yang tersaji di hadapannya seakan lupa dengan kejadian – kejadian yang baru di hadapinya.

Ia membayar kepada Bang Gali dan berjalan ke arah kontrakannya melewati jalan Gatot kaca, dimana sebagian toko sudah tutup, tetapi masih ada rental vcd, warung makan nasi campur Bu Endang dan warung soto Makasar yang masih saja buka. Jalanan mulai terlihat sepi ketika ia membelokkan langkah kakinya ke depan kampus Sanata Dharma. Iya, mereka memiliki sebuah kapel kecil di depan kantinnya. Kapel tua yang dibangun saat zaman penjajahan Belanda sepertinya. Yang memang kebetulan kampus ini di kelola oleh ordo Jesuit, sebuah ordo kepastoran ala Eropa yang telah masuk ke Jawa beberapa abad silam. Terlihat sangat sepi di sana, ia sendiri agak takut untuk lewat di depannya.

“ Kenapa sih, terlihat sangat angker seperti ini, “ ucap Bernard pelan.

Bernard menyusuri trotoar yang agak tinggi itu dan mempercepat langkahnya. Ia mendengarkan ada suara anak kecil yang berlari – lari.

“ Oh God. Orang tua siapa yang membiarkan anaknya berkeliaran di jam – jam seperti ini. Apalagi di tempat yang sepi seperti ini, “  tukas Bernard meracau.

“ Om, tolong saya om, “ suara itu muncul di hadapan Bernard.

Seorang anak kecil berpakaian putih penuh dengan noda darah, memakai celana pendek bahan dan sepatu kulit berwarna hitam. Kedua matanya hitam lebam dari hidung kirinya keluar darah segar. Ia berjalan ke arah Bernard dan perlahan kedua lengannya terlepas dan lutut – lututnya terlepas dari kakinya. Bernard bergidik ngeri dan tunggang langgang meninggalkan anak kecil itu.

“ Apa itu, apa yang baru saja kulihat ? ” Pikir Bernard. Nafasnya menderu, jantungnya naik turun. Lututnya ngilu dan kaki kanannya hampir keram, sehingga ia berjalan tergopoh – gopoh karena hal itu. Bernard sudah melihat dari kejauhan kontrakannya. Ia berharap kontrakannya masih ada yang terjaga sehingga ia bisa mengobrol sampai pagi. Pikirannya berkecamuk dan ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Bernard membuka pintu utama kontrakannya. Ia mendapati semua pintu sudah tertutup, sepertinya Yopie dan kakaknya sudah tertidur dan Jack juga sudah tertidur pulas. Hal itu ditandai dengan radio kecil yang masih terdengar di kamar Jack. Ia biasanya akan menyalakan televisi bila masih terjaga, tetapi akan menyalakan radio bila sudah tertidur.

            Oh ini artinya, aku harus tidur pulas. Bernard mengeluarkan ctm, sejenis obat tidur yang akan melelapkan dirinya sampai siang. Sehingga ia tidak akan mengalami kejadian aneh dan mengerikan, pikirnya. Bernard menelan dua tablet ctm berwarna kuning dan menegak air putih dari gelasnya.

“ Come on, mulailah bekerja. “  Tukas Bernard.

Sekitar lima belas menit saja obat – obatan itu mulai bekerja. Ia diterpa rasa kantuk yang luar biasa. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan tidur menelungkup untuk menghindari matanya melihat ke atas jangan sampai ada kejadian aneh yang akan dialaminya. Ada tangan dengan kuku – kuku panjang menggerayangi kaki kirinya dan ia terbangun. Ia berusaha menepis tangan itu, saat ia bangun tenyata tidak ada apa – apa di sana. Apakah aku berhalusinasi ataukah aku bermimpi, pikir Bernard dalam hati. Bernard merasa ada tetesan air yang cukup mengganggu dari atap kamarnya. Ia membuka kamarnya. Genangan darah memenuhi lorong kontrakannya, ia bergidik ngeri. Genangan itu perlahan masuk ke dalam kamarnya. Ia berjalan menuju kamar Yopie dan mengetuk dengan kasar kamarnya dan berlari ke kamar Jack. Pintu mereka terbuka, Bernard berusaha masuk ke dalam. Ia melihat Yopie dan kakaknya sedang membelakanginya. Sesaat kemudian mereka berdua menoleh ke arahnya. Mata mereka tidak ada, ada cacing – cacing pita meliuk – liuk di dalam kedua tempat matanya. Darah dan nanah keluar darah dari lubang telinga dan hidungnya. Bau kamarnya berubah seperti bau busuk menyengat seperti bau mayat yang sudah berhari – hari lamanya. Bernard keluar dari kamar itu. Jack keluar dari kamarnya, dari tanganya keluar belitan akar – akar pohon dan berusaha menjamah wajah Bernard. Bernard berlari keluar dan menjauh dari kontrakannya.

            Ia berkeringat dan fuihhh, ia terbangun dari kasurnya. “ Thanks God, ternyata hanya mimpi. Bernard bangkit dari kasurnya dan mengambil gelas yang masih berisi sedikit air mineral dan meneguknya secara langsung. Ia melihat ke arah kasurnya basah oleh keringatnya. Ia kemudian merebahkan kembali tubuhnya. Ia bingung apakah harus tidur lagi atau tetap terjaga. Tetapi ia masih ngantuk oleh pengaruh obat tidur yang telah dikonsumsinya beberapa jam lalu. Sejenak ia berpikir untuk berdoa memohon pertolongan Tuhan untuk melindungi dirinya dalam gelapnya malam. Bernard bangkit dan duduk di samping kasurnya dan menyempatkan diri dua menit untuk berdoa. Kemudian ia merebahkan dirinya dan mencoba memejamkan matanya. Ia menyalakan kaset rohani untuk menghalau rasa takut yang menerpanya. Ia ingin melupakan dan setidaknya tidur karena besok ia harus kuliah. Kakinya terasa keram. Bernard melipat kakinya, menarik dan memijat – mijat kaki kanannya. Untuk merenggangkan otot – otot kakinya yang lelah.

            Pagi yang cerah telah menggelayut indah di kota Yogyakarta. Bernard masih memincingkan matanya, karena rasa kantuk yang belum sempurna diselesaikannya. Bernard merasakan lapar di pagi hari, tetapi ia masih malas untuk beranjak dari kasurnya. Ia menganggap karena kuliahnya masih agak siang, jadi ia kembali memeluk bantalnya. Tidak tahu, apakah ia meninggalkan banyak sekali pulau – pulau indah di antara seprei dan bantal berwarna coklat. Jorok juga, si Bernard ini. Bernard bangun tidur pukul 10.00 wib dan ia merasa bahwa nyawanya belum terkumpul semua. Ia menuju ke kamar mandi, mengguyur air yang dingin di sekujur tubuhnya dan melakukan ritual orang mandi pada umumnya,haha. Bernard mengeringkan tubuhnya dan masuk ke dalam ke kamarnya. Sambil menenteng pakaian kotor di tangan kirinya. Ia masuk ke kamarnya dan ia melihat seorang anak kecil di dalam kamarnya. Ia menyeringai ke arah Bernard, matanya menyorotkan sinar merah yang mengerikan. Ia meneteskan darah dari sekujur tubuhnya, sehingga memporak – porandakan seprei Bernard. Bernard berlari keluar dan cepat membuka slot pintu, ia merasa ngeri dan melarikan diri keluar sambil memakai handuk yang membalut pinggangnya yang gendut. Ia lelah menunggu di luar dan sangat malu dengan handuk yang melingkar di pinggangnya.

            Dengan keberanian penuh, Bernard masuk ke dalam kontrakannya dan masuk ke dalam ke kamarnya. Ternyata yang didapati di sana sangat gila. Tidak ada anak itu di atas kasurnya dan tidak ada noda darah setitikpun yang mengotori seprei dan kasurnya. Wow, apakah ini adalah bagian dari halusinasi Bernard lagi. Bernard tidak perduli, ia cepat – cepat mengenakan kaos berkerah, celana big guy merk Lea dan sepatu ketsnya merk nike. Ia menyambar tasnya dan keluar dari kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Ia ngeloyor menyusuri lorong dan membuka pintu kontrakannya. Ia segera berlari keluar dan mencari warung makan untuk sarapan. Ia menghabiskan sarapan paginya di warung makan Bu Ngadiyo dan menuju ke kampus secepatnya. Iya, hari ini, hanya ada satu mata kuliah. Bernard duduk di paling belakang ruangan K.01. Ia sibuk mendengarkan dosen, karena takut ketinggalan dengan materi yang diajarkan oleh dosen. Matakuliah Pengantar akuntansi satu adalah matakuliah yang merupakan matakuliah prasyarat untuk matakuliah – matakuliah akuntansi selanjutnya. Bernard mengambil buku dari dalam tasnya. Ia merasakan sesuatu yang lembek – lembek dari dalam tasnya. Ia mengeluarkannya, oh ternyata adalah roti coklat yang ia beli kemarin malam dan lupa ia keluarkan.

“ Bodoh sekali diriku, “ ucap Bernard pelan.

            Setelah dua jam di dalam kelas. Bernard merasa agak bosan. Akhirnya Bernard beserta mahasiswa lainnya berhamburan keluar dari kelas. Bernard menuju sebuah warung makan yang super ramai yaitu texas. Banyak sekali lauk dan sayur yang ditawarkan. Sehingga ia tidak kerepotan untuk memilihnya. Ia memesan tempe mendoan, ayam goreng dan sayur labu. Bernard menyantapnya dengan super lahap dan ingin kembali ke kontrakan untuk tidur. Sepertinya pengaruh obat tidur belum meninggalkan diri Bernard sepenuhnya. Ia mengambil air mineral dari sebuah dispenser dan menghabiskan minuman itu secepatnya. Yang terpikirkan saat ini untuk Bernard, ia ingin merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang keras, haha. Bernard sudah berada dalam kamarnya dan menyandarkan dirinya sejenak di dinding. Ia masih ingin meredakan nafasnya yang terengah – engah akibat dirinya yang berlari dari warung makan texas menuju kontrakannya. Ia mulai merangkak menuju kasurnya dan merebahkan dirinya. Ia sangat kelelahan, hal itu terlihat dari lingkar hitam disekitar matanya.

            Sepuluh menit berlalu, tidak ada apapun yang terjadi. Bernard bersyukur ia bisa dengan tenang tidur siang tanpa mendapatkan gangguan apapun dari mahkluk – mahkluk halus. Suasana siang itu sangat panas, sengaja Bernard membuka jendela yang berada di samping kanan tempat tidurnya supaya mendapatkan angin alam dari luar. Dalam keadaan yang masih terlelap dalam tidurnya, Bernard merasakan kedinginan yang luar biasa. Bernard merasa bahwa tidak mungkin udara terasa dingin. Matahari di luar saja sudah menyorot kontrakan ini dengan serta merta dan tidak memberikan celah baginya untuk mendapatkan kesegaran. Bagaimana mungkin kamarnya terasa sangat dingin? Pikir Bernard. Bernard berusaha menarik selimut dan menutupi dirinya. Ia berpikir sangat gila, ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Akhirnya Bernard bangun dari kasurnya. Kemudian ia mencoba membuka matanya perlahan. Ia sontak kaget, karena dikamarnya tiba – tiba diliputi oleh angin yang kuat. Hujan menerpa dirinya di dalam kamar. Jari – jari Bernard mengerut karena kedinginan. Di tengah – tengah kamarnya ada pohon kelapa yang melambai – lambai dan kamarnya menjadi lautan air berkedalaman hampir seleher dirinya. Bernard bergidik ngeri bercampur kaget, bagaimana mungkin sampai kamarnya menjadi kebanjiran seperti ini.

            Ia berusaha membuka slot pintu kamarnya dan berusaha keluar dari kamarnya. Nampaknya slotnya macet dan Bernard nyaris tenggelam karena ketinggian air hampir menutupi seluruh tubuhnya. Beberapa kali ia tersedak dan batuk berkali – kali akibat tidak sengaja meminumnya. Ia berusaha keluar dan mendobrak pintu kamarnya. Akhirnya Bernard berhasil keluar dari kamarnya. Tetapi yang menjadi gila bahwa kondisi di luar kamarnya justru banjir parah. Air membawa Bernard keluar dari kamarnya dan mendorong ia jauh menuju dapur dan mendorong ia sampai terlempar ke kebun belakang. Tempat di mana kuburan – kuburan tua itu berada. Air bah sekejap mereda dan hilang dari pandangannya. Bernard telah berada di pekarangan belakang kontrakannya dan duduk di atas sebuah kuburan tua. Bernard berusaha bangkit dan meninggalkan tempat menyeramkan itu, tetapi sepertinya ada kekuatan yang menahan dirinya hingga ia tak kuasa untuk berpijak dengan kedua kakinya. Kakinya seolah lemas dan tidak mampu digerakkan. Ia mencoba merangkak menggunakan kedua telapak tangan dan lututnya. Bernard berhasil melewati pekarangan belakang dan menuju ke pekarangan depan rumahnya. Ia berusaha masuk ke dalam kontrakannya. Yang ia lihat, nampak gila. Karena kondisi kontrakan kering dan tidak ada bekas air sedikitpun di sana. Sungguh tidak dapat ia percaya. Bernard melihat kondisi tubuhnya yang masih dalam keadaan basah akibat banjir internal tadi dan akhirnya memutuskan diri untuk mandi karena sudah tidak tahu lagi bentuk dirinya seperti apa.

            Hanya dengan mengguyur kepalanya dengan air dingin, bisa menyegarkan pikirannya. Baru dua gayung berisi air dihempaskan ke atas kepalanya. Tiba – tiba Bernard di hadapkan pada sekumpulan potongan – potongan tubuh bergelantungan di langit – langit kamar mandinya. Ia membatalkan dirinya untuk mandi dan berusaha keluar dari kamar mandi. Potongan tubuh itu terlempar mengenai kepala dan tangan Bernard, ia merasa jijik dengan yang ia alami dan berusaha keluar dari sana. Pintu kamar mandi nampaknya macet dan tidak bisa dibuka. Bernard berusaha mendobrak tetapi sia – sia. Ia tetap memaksa untuk membuka pintu itu, Akhirnya dengan segenap tenaga, pintu itu terbuka. Ia menjejakkan kakinya di luar pintu kamar mandi dan ia dikagetkan oleh seorang anak kecil yang wajahnya hampir membusuk. Tulang wajahnya terlihat jelas. Ulat dan belatung berjatuhan dari mata dan lubang hidungnya. Bernard semakin putus asa, ia jijik dan ingin segera meninggalkan tempat itu. Ia melewati anak itu dan berlari sejauh – jauhnya untuk menghindari anak setan yang ia sendiri tidak tahu mengapa mahkluk – mahkluk halus di rumah itu mengganggunya terus. Bernard segera berlari ke arah kamarnya dan membanting pintu dan menguncinya segera.    

            Kadang ia merasa heran, kenapa harus dia yang mengalami kejadian – kejadian ini. Mengapa kedua penghuni kontrakan lainnya tidak mengalami hal yang serupa. Bernard semakin gila dengan pikiran – pikirannya sendiri. Iya, tidak ada jalan lain, selain dirinya yang harus berani menghadapi mahkluk – mahkluk astral itu. Bernard berdiri dengan mantap dan membuka pintu kamar dan menyusuri lorong untuk menuju kamar mandi. Ia harus menuntaskan ritual mandinya yang belum selesai. Ia masuk kamar mandi dan ….

“ Tolong, tolong. “ sebuah suara keluar dari belakang kamar mandi.

“ Gila, siapa lagi yang minta tolong. Ini pasti hanya pekerjaan mahkluk – mahkluk halus yang ingin menakutiku. Pikir Bernard

Chapter VIII

Berkenalan dengan Mitha

8-612ca0320101906cc4719c92.jpg
8-612ca0320101906cc4719c92.jpg
 Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.grid.id%2Ftag%2Fkisah-misteri&psig=AOvVaw26tuO0F-Apq60B3XqgUQye&ust=1630400272554000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwi18vu5sNjyAhUX0oUKHdEHDjQQr4kDegQIARBf

Bernard berjalan menyusuri trotoar kampus dan menuju ruangan K.01 untuk matakuliah pengantar bisnis. Matakuliah yang menghabiskan waktu dua jam penuh ini cukup melelahkan dan membuat Bernard terasa sangat lapar. Ia menuju arah jalan Gejayan dan menyebranginya. Ia menuju Yuyu Kangkang sebuah tempat yang cozy untuk anak – anak muda hanging out. Hari itu tidak terlalu panas, Bernard menuju salah satu warung makan yang menjajakan masakan khas Ambon – Manado yang berada di sana. Bernard menghabiskan makanan ikan rica – rica dan tumisan kangkung yang dibumbui ala Manado. Segelas es jeruk ikut menemani dirinya dan melegakkan tenggorokannya yang kering. Seorang gadis cantik berkerudung oranye melewati Bernard, ia mengenakan tas mini berwarna putih yang ia selempangkan dilengan kirinya. Nampaknya ia seorang diri dan menuju warung steak yang berada di pojokan kawasan Yuyu Kangkang. Ia duduk di pojokkan dan menaruh tasnya, seorang pelayan berseragam merah mendatanginya dan memberikan menu yang terdiri dari aneka steak dan soft drink.  

Pesanan datang dan dihidangkan di hadapan gadis itu. Bernard masih menyantap makanannya. Ia ingin meluncur ke warung steak dan menyapa gadis itu. Gadis itu cuek dan tetap mengiris helaian demi helaian potongan daging sapi yang dimasak setengah matang, ia tetap menyantap makanannya dan tidak memperdulikan keadaan sekitar.

“ Hai, boleh duduk di sini? Ucap Bernard memberanikan diri.

Gadis itu menengadah ke atas dan kelihatan cuek. “ Maaf, saya sedang tunggu teman. Tapi boleh kok, silahkan duduk. “ Ia senyum yang seperti dipaksakan.

“ Saya Bernard, “

“ Saya kuliah di Sanata Dharma. Semester satu. “ Tukas Bernard lagi

“  Saya Mitha, Kuliah di Muhammadiyah. “

“ Senang berkenalan dengan kamu Mitha. “

Mereka asyik ngobrol. Dari percakapan itu Bernard mendapatkan informasi yang menarik dari gadis yang diajaknya mengobrol beberapa menit lalu.

Mitha dipastikan memiliki tinggi badan 160 cm dan mungkin berat badannya hanya 48 kg. Ia sangat kurus tetapi sangat menarik. Kulitnya terang bahkan terlihat sangat putih. Ia berasal dari Yogyakarta dan tinggal di jalan Godean. Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia menyukai dunia fotografi dan beberapa kali menjadi model majalah muslimah di Yogyakarta. Ia juga baru mulai kuliah dan masuk semester satu. Mereka membicarakan banyak hal sambil berjalan ke arah toko merah, sebuah toko buku yang lumayan lengkap untuk memenuhi kebutuhan para pelajar. Karena ada yang ingin dibelinya yaitu beberapa peralatan kuliah. Bernard dan Mitha berjalan di sebelah trotoar di suasana kota Yogyakarta yang panas.

            Mitha membeli isi pensil, spidol dan dua buah buku tulis. Kemudian mereka keluar dan berjalan ke arah seberang dan mereka menunggu jalur tiga untuk menuju Malioboro Mall. Mereka ingin pergi ke Gramedia toko buku dan mencari beberapa buku cetak. Mereka ngobrol bersama, makan gorengan, makan rujak es krim dan beberapa jajanan khas ala Yogyakarta. Setidaknya kegembiraan ini bisa menghapus pikiran Bernard dari kejadian menyeramkan yang terjadi di kontrakannya beberapa hari belakangan ini. Mereka berjalan di sepanjang pinggiran Malioboro dan melewati Ramai Mall, Mirota batik dan Pasar Bringharjo. Mereka menghabiskan waktu sore hari menatap terbenamnya matahari. Mereka duduk – duduk di pinggiran trotoar. Bernard merasakan ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh. Ia berusaha mencari arah mata itu. Tetapi sia – sia. Karena tidak ada siapa – siapa yang memperhatikannya. Dua orang anak kecil berjalan ke arahnya, anak – anak itu sepertinya dua anak Caucasian white yang memiliki senyum sinis ketika melewati Bernard. Mereka melewati Bernard dan Mitha sambil tangannya menunjuk ke arah wajah Bernard.

Mitha berkata, “ kamu kenal mereka ? “

” Tidak Mit, aku baru melihat mereka hari ini. “

“ Oh, “ Ucap Mitha sekenanya.

“ Kamu mau makan kembang gula yang di sana ? “ Tanya Bernard sambil menunjuk ke tukang kembang gula.

“ Wah, Bernard, kamu tahu aja. Aku suka banget. “

“ Ok, kamu tunggu sebentar di sini ya. “

“ Baiklah. “ Tukas Mitha sambil tersenyum.

Lewat sepuluh menit, Bernard telah datang sambil membawa dua buah kembang gula. Ia memberikan satu kepada Mitha.

“ Thank you Ber. “

Mitha melomot kembang gula berwarna pink sambil menyanyikan lagu Alanis Morissete. Salah satu penyanyi favoritnya. Sore hari yang sejuk sungguh menyenangkan bagi kedua anak manusia yang sedang menikmati kembang gula itu. Hal seperti inilah yang ingin Bernard nikmati. Sudah lama ia tidak bersantai – santai seperti ini.

Chapter IX

Kisah yang tersimpan selama ratusan tahun

9-612ca0860101906cb26dc812.jpg
9-612ca0860101906cb26dc812.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.99.co%2Fid%2Fpanduan%2Frumah-hantu-dijual-murah&psig=AOvVaw26tuO0F-Apq60B3XqgUQye&ust=1630400272554000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwi18vu5sNjyAhUX0oUKHdEHDjQQr4kDegQIARBp

Sesekali Mitha membuka tasnya dan mengambil cermin dan compact powder untuk mengenakan bedak dan mengoleskan gincu pink di bibirnya yang tipis. Mitha berkata bahwa ia harus pulang. Bernard akhirnya mengantarkn Mitha untuk naik (angkutan umum) jalur sesuai dengan daerahnya. Mitha berkata bahwa, next time kita bisa ketemu lagi. Bernard membalasnya senang. Kala itu handphone belum ada sehingga mereka tidak bisa trade nomer handphone.

            Bernard berkata kepada Mitha bahwa hari Rabu ia tidak ada kuliah karena dosen pengampu matakuliah sedang keluar kota dan menanyakan apakah Mitha ingin keluar dengannya. Mitha menerima ajakan itu, mereka akan bertemu di Galeria Mall yang terletak di perempatan jalan raya Solo, tepat di depan Rumah Sakit Bethesda. Bernard kembali ke kontrakannya sambil berpikir siapa dua anak kecil yang seolah mengenali dirinya di alun – alun. Semakin Bernard berusaha mengingat, semakin ia tidak bisa mengenali mereka sama sekali. Hampir maghrib, Bernard tiba di kontrakannya. Kondisi kontrakannya tampak gelap karena lampu pekarangan depannya tidak menyala. Perlahan ia membuka pintu dan ia mendengar ada bunyi seretan di lorong. Ia menyalakan lampu pekarangan depan dan lampu lorong kontrakannya. Ia terperangah dengan sesosok mahkluk sedang duduk di lantai, rambutnya menutupi seluruh wajahnya. Ia memakai baju berwarna putih yang menutupi hingga ke ujung – ujung kakinya. Bernard bergidik ngeri, sekejap mahkluk itu telah menyeret dirinya hingga di depan Bernard ia mengangkat kedua tangannya. Kuku – kukunya menyeruak keluar berwarna hitam dan seperti habis mencabik sesuatu, karena darah kering menempel di kuku – kukunya. Mahkluk itu menyeringai hebat. Gigi – giginya mengerikan karena kotor dan berbau busuk. Dua giri taringnya mencuat seolah ingin menerkam Bernard. Dari baju putihnya terlihat dengan jelas bahwa belakang tubuhnya tidak berpunggung alias bolong. Apakah ini yang di sebut sundal bolong?       

            Bernard berlari sekencang – kencangnya dan menuju warung makan Bu Ngadiyo. Dari warung itu Bernard sesekali menoleh ke arah kontrakannya yang tidak terlalu jauh. Ingin memastikan apakah teman kontrakannya sudah pulang. Bernard menikmati makan malamnya yang terdiri dari telur pedas, tahu isi sayuran dan satu porsi nasi putih. Tidak lupa ia memesan air jeruk hangat. Ia berpikir, mengapa teman kontrakannya jarang sekali pulang. Apakah mereka tidak betah di kontrakan ini. Sangat sulit bertemu dengan mereka akhir – akhir ini. Bernard menghabiskan makan malamnya dan bertekad untuk masuk ke dalam kontrakannya dan memberanikan dirinya

“ Mereka kan hantu, apa yang mereka bisa lakukan padaku? “ Tukas Bernard pelan.

Bernard berjalan melewati jalanan pasir menuju kontrakannya. Jalanan itu sangat berdebu dan kurang lebih sering mengotori kontrakannya. Padahal Bernard agak malas membersihkan kontrakannya apalagi kamarnya. Bernard telah sampai di depan kontrakannya dan perlahan membuka pintu utama kontrakannya. Bernard berusaha memandang dengan seksama di area lorong, jangan – jangan masih ada mahkluk astral yang mengerikan itu. Ternyata lorong terlihat lengang. Tidak ada apa – apa di sana. Syukurlah, pikir Bernard. Ia masuk ke dalam kamarnya. Ia berpikir untuk tidak mandi dan segera tidur saja supaya segera bertemu dengan esok pagi.

            Waktu telah menunjukkan pukul 23.45 wib. Baru saja ia memejamkan mata, tiba – tiba terdengar bunyi kereta khas ala keraton berjalan di depan kontrakannya. Wah sudah sangat gila, bagaimana mungkin bisa ada kereta keraton melawati kontrakannya. Sungguh tidak masuk akal. Ia menutup kepalanya dengan bantal dan berusaha untuk tidur. Bernard tidak ingin mencari masalah, ia hanya ingin tidur, karena besok ada kuliah pagi. Kreeekkk, seketika langit – langit kamar Bernard runtuh dan triplek langsung menimpa dirinya. Seonggok tubuh membusuk yang digeliati oleh cacing – cacing keluar masuk dengan riangnya di seantero tubuhnya. Tubuh itu jatuh menimpa Bernard, seketika Bernard kaget dan berusaha keluar dari kamarnya. Gempa terjadi beberapa kali. Bernard panik dan memanggil Jack dan Yopie, tidak ada jawaban dari luar. Gempa semakin menjadi – jadi. Bernard berusaha melindungi dirinya dan duduk melipat kedua tangannya sambil memeluk kedua lututnya di pojokkan kamar. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Gempa tiba – tiba terhenti, mayat busuk yang berada di hadapannya seketika bergerak dan wajahnya menatap Bernard sambil menggerakkan lehernya. Bernard tidak sanggup untuk berkata apa – apa lagi. Ia berusaha berdiri dengan sekuat tenaga dan mencoba membuka pintu kamar kontrakannya. Bernard berusaha dan terus berusaha. Hingga akhirnya ia harus mendobrak pintu itu.

            Ia mendobrak dan daun pintu seketika lepas. Ia berlari melewati lorong untuk membuka pintu utama kontrakan. Ia membuka gorden, dan apa yang nampak dihadapannya membuat ia gila. Mayat – mayat menempel di kaca jendelanya. Darah – darah keluar dari tangan – tangan mereka yang menyapu kaca jendela kontrakan Bernard. Bernard merasa ngeri dan mulai melewati lorong dan menuju dapur. Ketika itu ia melihat anak – anak kecil penuh luka di wajah mereka, menabrak dirinya. Anak – anak itu mengeluarkan darah segar nan kental dari sekujur tubuhnya. Mereka terlihat sangat kesakitan dan menarik – narik tangan Bernard. Bernard berusaha melepaskan tangan mereka. Ia berusaha membuka pintu belakang dan pintu berhasil terbuka. Pekarangan belakang kontrakan itu, nampak mengerikan dan tidak seperti biasanya. Pekarangan itu tiba – tiba ditumbuhi oleh hutan yang sangat lebat.  Bernard tidak perduli, ia berjalan dan masuk ke dalam hutan belukar yang ditumbuhi oleh pepohonan yang usianya sudah ratusan tahun. Lolongan anjing membahana di antero hutan belantara. Ia sendiri bingung, sebenarnya ia berada di mana? Sejenis kelelawar terbang di atas kepalanya dan hampir mencabik rambut Bernard. Kelelawar berukuran besar dan bentuknya sangat menyeramkan. Dari sayapnya mengeluarkan kuku – kuku tajam. Dari senyumnya mencuatkan taring – taring mengerikan. Bernard masuk ke dalam sebuah rumah tua yang sangat reyot untuk melindungi dirinya. Bernard perlahan membuka pintu rumah itu.

“ Halo malam, apakah ada orang? Tukas Bernard.

Di dalam rumah itu sangat nyaman, semerbak harum kue yang sedang dikukus di dalamnya. Bernard berjalan masuk terus sampai ke bagian dapur. Untuk melihat, adakah orang di dapur yang mungkin sedang membuat kue. Percuma, tidak ada siapa – siapa di sana. Perlahan Bernard menaiki anak tangga dan mencoba membuka pintu kamar. Di dalam kamar ada dua orang anak laki – laki keturunan Inggris sedang tidur di masing – masing tempat tidurnya. Sang Ibu sedang duduk di salah satu tempat tidur dan membacakan dongeng kepada mereka berdua. Perlahan kedua anak itu mulai terlihat mengantuk. Mereka telah memejamkan mata mereka secara sempurna. Sang Ibu keluar dan melewati diri Bernard begitu saja. Bernard melihat kearah sepuluh jari tangannya. Sepertinya Bernard tidak bisa dilihat oleh Ibu itu. Sang Ibu yang memiliki rambut berwarna merah dan bermata biru itu menuruni anak tangga dan berjalan ke arah dapur. Langkah kakinya terdengar jelas di atas lantai kayu yang terlihat reyot. Ia membuka tungku dan mengambil pancake dari dalam tungku.

            Terdengar gemerisik di semak – semak pekarangan belakang rumahnya. Segerombolan pria masuk ke dalam rumah, membawa pedang dan clurit. Mereka masuk dengan paksa ke dalam rumah dan membongkar barang – barang di dalam rumah. Sepertinya ada yang mereka cari di dalam rumah ini. Mereka tidak mengambil perhiasan atau barang – barang berharga di rumah ini. Dua diantara mereka berhasil naik ke atas menaiki anak tangga dengan membabi buta. Mereka masuk ke dalam kamar anak – anak dan menyeret kedua anak itu dari atas tempat tidur mereka. Mereka kaget dan berusaha melepaskan diri. Usia kedua anak lelaki sang ibu itu masih sangat belia. Diperkirakan mereka masih berusia tiga atau empat tahun. Mereka meminta ampun, tetapi pria – pria sangar bertubuh sangat kekar itu menampar dan menarik rambut kedua anak kecil itu tanpa belas kasihan. Anak – anak kecil itu tidak berdaya, mereka menangis, meminta ampun, memanggil ibu dan ayah mereka.

Sementara di lantai satu

Ibu mereka di hajar oleh seorang pria yang salah satu matanya ditutupi oleh kain hitam. Wajahnya mengerikan, pori-pori wajahnya sebesar kulit jeruk membuat ia semakin seperti monster. Dengan tinggi badan hampir seratus sembilan puluh sentimeter. Ia menampar dan menjambak rambut wanita itu dan menghempaskan kepalanya ke arah dinding yang berdekatan dengan meja dapur.

Pria itu berkata dengan bengis, “ dimana suamimu yang bodoh itu ?  Di mana ia menyembunyikan zamrud bergambar kepala naga ? “

“ Aku tidak tahu apa maksudmu. “

“ Jangan pura – pura bodoh, cepat berikan atau kedua puteramu harus menerima akibatnya. “

“ Aku berkata sebenarnya, suamiku tidak pernah menceritakan hal itu padaku. “

Si pria besar itu naik pitam dan mengangkat wanita itu dan melemparkannya ke arah ruang makan. Sang wanita tidak sadarkan diri. Kedua putera mereka di seret dari kamar mereka, sedangkan pria besar masih membongkar setiap laci di dalam kamar tidur utama berharap untuk menemukan barang yang mereka cari. Anak – anak kecil tidak berdosa itu di hempaskan oleh mahkluk – mahkluk laknat dari susunan tangga keempat dari bawah dan mereka menangis. Mereka di tampar dan ditanyakan bertubi – tubi perihal zamrud sialan yang membuat siksaan yang mereka terima semakin menjadi – jadi.

“ Kami tidak tahu Om, “ tukas Bryan salah satu anak yang bahasa Indonesianya belum sempurna.

Sang adikpun berkata, “ Yes we have no idea about that, our parents never talk about that. Please let us go please. “

“ Have a mercy please. “ Ungkap Bryan

Bernard melihat kejadian itu dan tidak bisa berbuat apa – apa. Ia merasa kasihan kepada kedua anak kecil tidak berdosa itu. Ia berusaha mendekati kedua anak itu dan ingin menggendong salah satu dari mereka. Wajah Bernard memerah, ia panik. Ia yakin dalam waktu sejenak anak – anak itu pasti akan mati.

“ Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan. “ Tukas Bernard.

Kedua pria besar sudah membongkar seluruh tempat di rumah ini untuk mencari barang itu, mereka kesal dan memandang benci kepada kedua anak itu.

“ Dimana ayahmu? “ Tanya salah satu pria mengerikan itu

“ Ayah belum pulang om, “ tukas anak yang lebih kecil dengan suaranya yang menggemaskan.

Anak – anak ini tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka. Mereka duduk di lantai, melihat ibu mereka tak sadarkan diri, dari bibirnya keluar darah segar. Kedua pria bertubuh kekar itu mendapatkan perintah dari ketua mereka yang menyeramkan. Mereka menggendong kedua anak itu dan membawanya keluar.

“ Jangan om, saya mau dibawa kemana ? “ Tangis sang adik yang bernama Austin.

Kedua bocah, baik Bryan dan Austin menangis karena ketakutan. Sejujurnya pria – pria sangar itu merasa kasihan, mereka tidak tega untuk memperlakukan hal yang buruk kepada kedua bocah malang itu. 

Kedua pria kekar keluar dulu sambil menggendong paksa anak itu, begitu pula dengan ketuanya mengikuti mereka dari belakang.

Kedua anak itu berhenti menangis bahkan mereka mengantuk dan malah tidur di pundak kedua pria besar itu.

“ Anak – anak bodoh, malah tertidur pulas. “ Tukas salah satu pria yang menggendong Austin.

“ Mereka hanyalah umpan supaya ayah mereka memberikan zamrud itu untuk kita, “ ucap sang ketua.

            Sebuah rumah bergaya Belanda kuno. Mereka memasuki rumah itu dan membanting anak – anak kecil itu di atas sebuah tempat tidur berukuran sedang. Anak – anak itu kaget dan terbangun. Mereka duduk di atas tempat tidur sambil matanya memperlihatkan ketakutan.

“ Om, Austin lapar. “

Salah satu pria keluar kamar dan masuk kembali membawa roti tawar. Ia duduk di pinggir tempat tidur dan memberikannya kepada kedua anak itu masing – masing satu.

“ Terima kasih om, “ keduanya berkata bersamaan.   

“ Om, Bryan haus. “

Si ketua langsung keluar kamar sambil geleng – geleng kepala karena kesal dengan tingkah laku anak – anak yang banyak maunya ini.

“ Bryan, I missed dad and how about mom. She was laying in the floor before we end up in here. “ Ucap Austin sambil menangis.

“ Iya de, kita akan segera ketemu dengan ayah. “ Sambil mengusap kepala Austin untuk tidak khawatir.

Pintu utama terbuka dan ada suara dari arah sana. “ Austin, Bryan. “

“ Well, well looks what we’ve got here. “ Ucap sang ketua dengan suaranya yang super bass

“ Let go my sons, I have what you want. “ Ucap pria yang sepertinya adalah ayah kedua bocah itu.

“ Daaaaaaaaaddd “ Anak – anak itu berteriak sambil di gendong paksa oleh pria – pria kekar itu.

Sang Ayah mengeluarkan zamrud dari kantong kanannya celana kainnya. Ia menaruh di atas telapak tangan kakinya.

“ Kemarikan anak – anak saya dulu, baru akan saya berikan. “

“ Wow, you don’t have any choice. “ Ucap sang ketua

“ I’ll get that, then without release your stupid sons. “

Hahahaha. Tawa para penjahat memekik membahana di dalam rumah itu.

Kedua pria yang menggendong Austin dan Bryan melepaskan mereka dan segera berlari menuju sang Ayah. Mereka merebut batu zamrud dari tangannya. Austin dan Bryan berlari kepada sang Ayah dan mereka memeluk paha Ayahnya yang kokoh.

“ Are you ok guys ? “

“ Yes, we are dad. “

“ I love you dad “,  ucap Austin pelan

“ I love you too sweetheart. I love both of you. “ Sambil tubuhnya direndahkan dan memeluk kedua puteranya.

“ Alllaaaaaaah, ga usah pake reuni keluarga di sini. “ Bentak salah satu pria kekar yang memiliki tato gambar seorang wanita sexy.

Seketika sang ketua penjahat jahanam itu sudah berdiri di belakang mereka dan menempelkan pisau ke leher sang ayah yang bernama Rocky.

“ Ayo maju ke arah sana, “ Ucap pria kekar itu sambil jarinya menunjuk ke pojokan di dekat tangga.   

Rocky dan kedua puteranya berjalan ke arah pojokkan dan duduk di sana. Mereka di jaga kedua anak buah penjahat itu. Sang ketua berjalan masuk ke dalam kamarnya. Sepertinya ada yang ingin dilakukannya. Dalam waktu sepuluh menit saja ia keluar lagi dari dalam kamar dan mengatakan pada Rocky, “ ini palsu. Cepat berikan yang asli atau saya akan memotong tubuh puteramu satu persatu. “

“ Hey, tinggalkan mereka. Mereka tidak ada hubungannya dengan ini. Hanya zamrud itu yang saya miliki. Saya tidak punya yang lainnya. “

“ Bohong. “ Seru sang ketua. Ia menarik Austin dengan kasar hingga Austin kesakitan.

“ Om sakit om, “ Ia berusaha memegang tangan pria itu untuk tidak memegangnya dengan kasar. Pria tidak berbelaskasihan itu mengeluarkan pisau dan berusaha menghunus leher Austin. Austin melihat pria itu memohon iba untuk mengurungkan niatnya. Rocky tidak sanggup akan tontonan dihadapannya. Putera bungsunya hendak dihabisi oleh bajingan tengik itu. Ia mencari akal supaya anaknya lepas dari pria itu.

“ Ok, akan saya berikan. Asalkan lepaskan kedua putera saya. “

“ Kalau sampai anda berbohong. Kedua anakmu akan kami habisi. Ingat itu bodoh. “ Ucap salah satu pria itu.

Austin dan Bryan berpegangan tangan. Mereka berlima keluar dari rumah itu. Sekelebat Austin dan Bryan melarikan diri dan meninggalkan mereka.

“ Sayang kaburlah dan cari tempat yang aman. “ Teriak Rocky kepada kedua puteranya yang berlari secepat kilat.

Kedua pria kekar itu berlari mengejar mereka. Sedangkan sang ketua tetap memegang Rocky dan mencucukkan pisau ke lehernya. Menjaga – jaga jangan sampai Rocky kabur seperti kedua puteranya. Mereka berdua jalan ke rumah Rocky dan masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil zamrud yang dimaksud. Rocky kaget ternyata istrinya tidak ada di dalam rumah. Padahal baru saja ia mengobati istrinya karena pingsan selama beberapa jam yang lalu. Ia membuka kotak yang berada di dalam coklat yang telah menempel di dinding kamarnya. Ia mengambil zamrud berkepala naga yang diperkirakan nilainya jutaan dolar Amerika serikat. Ia memberikan kepada pria itu,

“ Tolong lepaskan anak saya, mereka masih kecil. Perintahkan anak buahmu untuk lepaskan mereka. “

“ Mau gue lepasin atau kagak itu urusan gue bukan urusan lo. “ Sambil tangannya mendorong Rocky hingga terjatuh dan kepalanya terkena ujung meja rias istrinya. Ia pingsan seketika.

Pria penjahat itu keluar dari sana dan keluar dari rumahnya. Ia merasa puas dengan hasil buruan yang berhasil di dapatkannya. Kaya adalah harga mati yang akan diperolehnya setelah menjual batu zamrud itu, pikir sang ketua.

“ Tolong lepaskan mereka. “ Ungkap Rocky terbata – bata yang masih siuman.

“ Bodoh. “ Seru sang ketua sambil menendang wajah Rocky.

“ You can do anything, but please do hurt my sons. “

“ Heh, lo bego apa keterbelakang mental sih ? Gue mau ngapain tuh bocah bukan urusan lo. ”

Rocky berusaha bangkit dan menerjang pria sangar itu. Tetapi percuma tubuhnya lebih kecil dari pria jahanam itu. Sekali hempasan dari pria itu, melemparkan Rocky ke pojokkan kamarnya. Rocky kesakitan, belum puas sampai di situ. Pria itu menghujamkan bogeman mentah ke arah kepalanya dengan membabi buta. Wajah Rocky berlumuran darah dan kali ini ia benar – benar tidak sadarkan diri.

Chapter X

Ibu pulang

10-612ca0f7010190080d271ec2.jpg
10-612ca0f7010190080d271ec2.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fmamikos.com%2Finfo%2Fkisah-kisah-horor-anak-kost-yang-bakal-bikin-kamu-susah-tidur%2F&psig=AOvVaw26tuO0F-Apq60B3XqgUQye&ust=1630400272554000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwi18vu5sNjyAhUX0oUKHdEHDjQQr4kDegQIARA7

Dua puluh tujuh menit lamanya Rocky tak sadarkan diri. Akhirnya ia bangkit sambil memegang kepalanya. Dari pelipisnya mengeluarkan darah. Rocky saat itu langsung memikirkan kedua puteranya. Ia berusaha berdiri dan memeriksa setiap rumah, apakah istrinya ada di sana? Ia tidak menemukan istrinya. Akhirnya ia keluar dan mencari kedua puteranya. Ia berlari ke arah hutan lebat.

Austin, Bryan, where are you sons ?

“ Dad, “ tiba Bryan keluar dari persembunyiannya dari semak – semak.

Bryan, di mana adikmu. Ada di sana yah. Ia tadi terjatuh kakinya mengeluarkan banyak darah. Rocky masuk ke dalam semak dan berusaha mengeluarkan putera bungsunya. Ia menggendong Austin dan membopongnya ke arah rumah mereka. Bryan mengikuti ayahnya dari belakang sambil menarik baju ayahnya.

“ Ibu di mana yah? “ Tukas Bryan

“ Ayah tadi sudah mencarinya, ibu sepertinya tidak ada di rumah. Semoga ia pergi ke rumah auntie Gisele dan ayah harap ibu baik – baik saja. “

“ Iya yah, “ tukas Bryan yang lebih dewasa dalam menanggapi sesuatu.

Austin diobati dan setelah hampir seminggu lebih luka kakinya mulai mengering. Rocky sudah mulai terlihat senang karena putera bungsunya akhirnya sembuh. Bryan selalu menemani ayahnya ikut mengobati Austin. Austin sudah mulai berjalan dengan baik, walaupun ia susah payah untuk melakukannya. Mereka sangat rindu ibunya yang sudah hampir seminggu hilang entah kemana. Rocky sudah mencari di hutan setiap hari di kedalaman hutan, namun semuanya sia – sia. Hingga suatu hari, pintu ruang tamu terbuka dan ibu mereka muncul di depan pintu.

“ Ayah. Ibu pulang. “ Tukas Austin

Mereka berhamburan menuju ruang tamu dan tampak sumringah. Ketiganya memeluk wanita yang sangat mereka cintai.

“ Ibu kemana saja selama ini, “ Ucap Bryan seolah tidak terima ibunya pergi selama itu.

“ Ibu juga tidak mengerti, suatu kali ibu telah berada di sebuah gua. Untung ibu segera keluar dari sana mencari jalan pulang. “

“ Thanks God Kate, you’re doing ok. I’m worried about you. “ Tukas Rocky pada istrinya

“ Yeah mom. We’ve missed you so much. “ Kedua anak itu memeluk ibunya kembali.

Mereka menghabiskan waktu sambil mengobrol bersama. Ayah mereka telah memasak makanan dan mereka menikmatinya sambil bersenda gurau. Semua nampak normal tetapi ada kejanggalan pada ibunya. Ada sesuatu yang hilang. Entah apakah itu?

Setelah menghabiskan makan malam, Austin dan Bryan diperintahkan oleh ibu mereka untuk sikat gigi dan cuci kaki serta tangan mereka. Mereka melakukan apa yang diperintahkan ibu mereka kemudian masuk ke kamar tidur dan melemparkan diri mereka di atas tempat tidur. Ibu mereka naik dan memberikan kecupan di kening mereka masing – masing. Sang ayahpun bergantian dan masuk ke dalam kamar putera mereka. Memberikan kecupan dan pelukan untuk kedua putera mereka.

            Pagi menjelang dan kicauan burung bernyanyi riang. Austin dan Bryan sudah bangun tidur dan duduk di serambi rumah mereka. Mereka sudah duduk di sana sambil menikmati kue kering di tangan – tangan mereka yang kecil. Ayahnya keluar rumah dan mendapati kedua putera mereka sedang asyik mengobrol. Ayahnya ikut mengobrol bersama mereka. Katie di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga mereka. Ia memang paling hebat dalam hal masak – memasak. Katie memanggil suami dan anak – anak mereka. Mereka menikmati sarapan mereka dan menikmati minggu pagi dengan kelegaan karena tidak ada yang mereka kerjakan. Mereka duduk dan ayah mereka sibuk dengan membalik – balikan koran yang sudah dipegangnya. Saat mereka asyik mengobrol dan menikmati makanan. Tiba – tiba ibu mereka menggeliat – geliat dan kepalanya di putarkan dari kiri ke kanan. Muncul garis hitam di sekitar matanya. Rambutnya berdiri dan kaku. Kuku – kukunya memanjang dan meruncing. Austin dan Bryan berteriak sekencang – kencangnya.

“ Daaaaaaadddddd. “

Ayah mereka kaget dan melihat dari balik Koran. Istrinya seperti kerasukan setan. Rocky menarik kedua puteranya supaya jauh dari Katie. Setelah menjauhkan kedua puteranya Rocky berusaha memegang kedua tangan istrinya dan berusaha menenangkannya. Katie semakin gila dan memporak porandakan segala yang ada di atas meja makan.

Bryan berkata sambil menangis,

“ Dad, mom kenapa ? Why mom, what’s the matter with you. “  

Austin dan Bryan terus menangis dan duduk di anak tangga paling bawah. Mereka memperhatikan ibu mereka dengan seksama.

Rocky berusaha menenangkan istrinya sambil memagang kedua tangan istrinya yang telah dihiasi dengan kuku panjang yang meruncing.

“ Katie what’s wrong with you? “ Tukas Rocky sang kepala keluarga yang berasal dari Inggris tetapi tinggal lama di Belanda.

Katie berusaha melepaskan pegangan Rocky dan menghempaskan Rocky ke lantai dengan hentakannya. Katie bangkit dari kursi, seketika ia berjalan menyusuri anak – anaknya. Kaki – kakinya hampir tidak menyentuh lantai. Ia menggila dan seolah ingin menghabisi kedua putera mereka. Katie menarik Austin dan menyeretnya ke arah ruang tamu.

“ Mom, what are you doing ? “ Tangis Austin

Sang Ayah bangkit dan berteriak, “ What are you doing to our son ? “

Ia menampar Katie, seketika Katie terjatuh. Rocky menarik Austin dan memeluk puteranya itu dan melindunginya dalam dekapannya. Rocky menarik Bryan juga dan membawa mereka ke ruang tidur utama.

“ Stay here, don’t go anywhere. “

“ Okay dad. “ Ucap Bryan dengan wajah penuh ketakutan.

Rocky keluar dari ruang tidurnya dan menuju keluar untuk melihat istrinya. Istrinya telah pingsan di kursi ruang tamu. Rocky memeluk istrinya dan berkata, “ Are you alright ? “

“ What Happened ? ”

“ Do you remember a thing ? ”

“ No, what Happened ? “

Rocky hanya menganggap bahwa istrinya hanya kerasukan setan.

Mereka masuk ke kamar dan menemui kedua putera mereka. Katie memeluk Austin karena ia sangat ketakutan. Malam itu mereka tidur di kamar tidur utama karena Austin dan Bryan takut bahwa mereka akan kerasukan seperti ibu mereka.

Chapter XI

Persembahan kepada dewa Gohpa

11-612ca20306310e6790022742.jpg
11-612ca20306310e6790022742.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=http%3A%2F%2Fmedan.tribunnews.com%2F2015%2F10%2F01%2Fsaat-melakukan-tiga-hal-ini-anda-bisa-melihat-setan%3Fpage%3Dall&psig=AOvVaw23_1j4m4aAnmXqcbzv6MS7&ust=1630401211516000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwisztn5s9jyAhVMrhoKHZUWBqkQr4kDegUIARC4AQ

 

Terdengar kabar bahwa di hutan ada sebuah tempat yang dinamakan bukit setan. Bukit itu dulunya merupakan tempat pemujaan dewa dewi di zaman dulu. Bukit itu sudah lama dibiarkan dan para penduduknya pergi entah kemana, karena banyak kejadian angker yang sering terjadi di sana. Di dekat bukit itu ada sebuah gua yang biasa disebut gua samara. Di dalam gua itu terdapat tiga belas sumur, tempat pembantaian penduduk yang dipercaya berhubungan dengan dunia sihir. Banyak ditemukan tengkorak di sana. Terutama tengkorak wanita. Kabar angin ada seorang juru kunci seorang kakek yang menjaga tempat angker itu. Kakek itu diduga mengetahui alasan mengapa Katie bisa mengalami hal seperti itu. Suatu kali ketika Austin sedang bermain di luar rumah. Seorang nenek tua lewat di depan rumah. Nenek berambut putih berkebangsaan Inggris itu datang menghampiri Austin dan bertanya, apakah ayah atau ibunya ada di rumah. Austin masuk ke dalam rumah dan memanggil ayah dan ibunya. Sang ibu keluar rumah dan mempersilahkan nenek itu masuk ke dalam rumah. Sang nenek duduk di kursi ruang tamu, sementara Rocky duduk menemani nenek itu di ruang tamu. Katie ke dapur untuk membuatkan minum untuk nenek tua itu.

Nenek ini berkata sangat lembut. Namun setiap kata – kata yang keluar dari bibirnya yang tipis sangat jelas. Ia memperkenalkan namanya adalah Wilma. Nenek Wilma berusia delapan puluh Sembilan tahun, tetapi ia masih memiliki tubuh yang sangat kuat. Gigi- giginya pun masih utuh. Nenek Wilma tinggal di bawah kaki pegunungan Syehrami dekat dengan gua Samara. Ia tinggal bersama keluarga puterinya. Ia terlihat sangat bahagia dan ia bercerita tentang cucu – cucunya. Hingga ia melamun agak lama dan mulai menceritakan sebuah kejadian aneh yang pernah di alaminya. Suatu kali dari gua samara terdengar ada ritual aneh di tengah malam. Nenek Wilma bangun di malam hari. Ia berusaha keluar dan merasa tidak percaya, karena gua samara sudah hampir lebih dari sepuluh tahun tidak ada lagi yang menempati. Mengapa tiba – tiba ramai. Ia berusaha mendekat tetapi masih merasa takut. Hanya rasa penasaran yang membuat dirinya semakin dekat pada gua itu. Sebuah patung setinggi enam meter terbuat dari kayu yang dihiasi oleh  dedaunan dari pohon – pohon di sekitar hutan. Sejumlah orang sekitar tigapuluhan orang duduk mengitari pohon itu. Mereka menyembah patung itu dan mengucapkan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh nenek Wilma.

Katie dan Rocky mendengarkan cerita nenek Wilma dengan seksama. Awalnya nenek Wilma tidak percaya dengan pemujaan omong kosong ini. Seketika dari patung itu mengeluarkan suara desisan yang sangat kuat. Para penyembah kaget dan semakin menundukan kepala sebagai penghormatan mereka. Dari tengah patung keluar asap dikelilingi bintang – bintang kecil berwarna pelangi. Asap itu membentuk seorang wanita dengan rantai – rantai di ujung tangannya. Wanita berambut hitam legam lurus mengenakan pakaian dewi – dewi zaman Yunani kuno. Setiap perkataan yang keluar dari mulut wanita itu menyempurnakan kharisma dan auranya yang agung. Siapa dia dan apakah benar ia adalah seorang dewi? Pikir nenek Wilma. Nenek Wilma bersembunyi di balik semak di dalam goa Samara yang angker itu. Para pemuja itu kemudian bangkit berdiri dan menggerakan tubuh mereka untuk menari dan tidak jelas gerakan apa yang mereka lakukan. Saat itu nenek Wilma melihat seorang wanita yang ia katakan mirip dengan Katie. Katie yang mendengar itu seolah tidak percaya.

“ Wanita itu mirip sekali dengan kamu. “ Ucap nenek Wilma

Katie sama sekali tidak percaya ucapan itu.

            Nenek Wilma melanjutkan kembali ceritanya. Wanita yang mirip dengan Katie maju dan menuju meja altar. Dan seketika rambutnya berdiri dan bola matanya menjadi merah. Sekeliling area matanya dikelilingi oleh lingkaran hitam. Ia sepertinya kerasukan dewi yang mereka puja. Karena saat wanita itu mengalami hal itu, sekonyong – konyong sang dewi hilang entah ke mana. Dari sana, seluruh pemuja menyembah wanita yang mirip Katie, saat itu dibawah alam sadarnya wanita berwajah mirip Katie tertawa dan meracau layaknya orang tidak waras. Tubuh wanita itu sepertinya tidak kuat karena harus sebagai mediator untuk sang dewi yang memiliki kekuatan di atas rata – rata manusia biasa. Dalam waktu hampir seminggu saja, wanita yang mirip dengan Katie itu sepertinya gila dan ia sering berjalan sendirian. “ Hingga suatu saat ia keluar dari gua samara dan entah kemana ia pergi. “ Tukas nenek Wilma mengakhiri ceritanya.

            Sejujurnya Rocky terperanjat dengan cerita itu, ia kembali mengingat kejadian aneh yang dialami istrinya beberapa tempo hari. Mungkin saja bahwa wanita yang dimaksud nenek Wilma adalah istrinya. Karena ciri – cirinya sangat mirip ketika Katie kesurupan. Apakah memang di dalam tubuh istrinya ada seorang dewi yang di puja – puja ?  Pikiran Rocky berkecamuk. Nenek Wilma pamit pulang dan Katie berjalan ke arah belakang menuju tempat cucian piring membawa gelas minum yang dipakai nenek Wilma. Rocky menemani nenek Wilma keluar rumah. Rocky menutup pintu dan didapatinya ditengah ruang makan ada seseorang duduk di lantai. Sosok itu mengenakan baju berwarna putih dan rambut menutupi hampir seluruh wajahnya. Sosok itu menyeret tubuhnya dan seketika sudah berada di anak tangga paling atas. Bagaimana ia bisa sampai di sana, pikir Rocky. Ia mengingat kedua puteranya. Untunglah ternyata mereka bukan berada di kamarnya melainkan sedang bermain di luar. Sosok menyeramkan itu sekelebat sudah berada di dekat Rocky.

Satu persatu rambutnya rontok dan dari kedua bibirnya keluar darah dan nanah. Dari perutnya seperti keluar sesuatu seorang bayi penuh darah merangkak keluar dari sosok itu. Bayi itu sangat menyeramkan, karena penuh dengan darah dan sekejap bayi itu merangkak dengan gesit ke arah Rocky. Rocky menendang bayi setan itu, tetapi bayi itu kembali dan menghempaskan dirinya ke perut Rocky. Bayi itu mengeluarkan taring – taring kecil dan berusaha melukai Rocky dengan gigi dan kukunya yang runcing. Dengan membaca sebuah mantra kuno. Rocky lalu mengucapkannya panjang lebar sambil diakhiri dengan kalimat

“ Enyah kau iblis dari hadapan kami. “ Kepada bayi dan mahkluk halus yang berada tepat dihadapannya dengan kasar,

Seketika mereka menghilang dari sana. Jasad mereka memuai menjadi debu dan keluar melewati ventilasi rumah Rocky yang berada di samping pintu ruang tamunya. Apa itu, pikir Rocky dalam hati. Lalu ia tiba – tiba teringat Katie, ia memanggil istrinya Katie dan ternyata istrinya sedang di dapur. Sibuk dengan memasak dan menyiapkan makan siang untuk keluarganya. Ia bertanya pada istrinya apakah tidak mendengar sesuatu yang aneh. Katie menjawab sekenanya bahwa ia sibuk memasak jadi tidak mendengar apa – apa. Austin dan Bryan berhamburan masuk. Mereka terlihat sangat kotor karena bermain tanah di depan rumah. Rocky menyuruh kedua puteranya untuk segera mandi. Kedua puteranya meluncur ke kamar mandi.  

            Makanan telah disajikan di hadapan mereka. Austin dan Bryan sudah harum dan tampaknya siap untuk bersantap siang bersama dengan orang tua mereka. Santapan siang itu sungguh menggugah selera, Katie memasak masakan special menu keluarga yang sudah diturunkan dari leluhur terdahulunya. Suami dan anak – anak menyukai masakan itu. Katie senang karena masakannya disukai oleh keluarganya. Ia tersenyum puas. Setelah itu mereka pindah posisi dan duduk di ruang tamu. Entah berapa kali Katie menguap dan kedua puteranya menguap. Austin yang sejak awal duduk di pangkuan Rocky, tidur terlelap di pundak ayahnya. Sedangkan Bryan selonjoran tidur di kursi ruang tamu. Katie pun tidak kuasa, ia mengantuk dan tertidur sangat pulas. Rocky menyeringai puas. Ia menaruh Austin di kursi paling pojok dan berjalan melewati keluarganya. Ia berjalan menuju ruang tengah kemudian duduk bersila di lantai ruang tengah dan mulai membacakan mantra – mantra kuno. Mantra yang dibacakan membuat rumahnya roboh seketika dan kayu demi kayu menjadi serpihan debu dan menghilang. Seketika rumahnya telah rata akan tanah tetapi kemudian terbentuk sebuah bangunan kuno bergaya Mesir kuno. Di setiap sudutnya terdapat obor – obor menyala – nyala dengan bangganya. Pakaian Rocky seketika berubah menjadi sepenggal kain ala tarzan. Dikepalanya terikat sebuah kain dengan buluh ayam berwarna hitam putih. Wajahnya terlihat sangar dan ada garis hitam di sekeliling matanya.

Rocky bangkit dari tempat ia bersila, kemudian ia berjalan melewati sebuah lorong dan masuk ke dalam sebuah ruang yang biasa dijadikan tempat persembahan bagi para dewa. Biasanya ada domba, kambing dan hasil bumi lainnya yang akan dipersembahkan di atasnya. Tetapi khusus menjelang bulan purnama, sang dewa meminta tumbal seorang anak laki – laki yang belum berusia lima tahun dan juga seekor buaya buntung yang hanya bisa didapatkan dari sungai Galinga. Bulan mengintip di kegelapan malam. Hari itu adalah hari persembahan kepada sang dewa Gohpa. Korban bakaran telah disiapkan. Ada ratusan jumlah pemuja telah menempati setiap sudut ruangan altar. Mereka duduk dengan tenang menantikan korban bakaran untuk sang dewa Gohpa. Di pojok dekat sebuah mangkuk besar berisikan berbagai jenis bunga di dalamnya. Duduk dengan tangis Austin dan Bryan, kedua anak yang akan dipersembahkan oleh Rocky, ayah mereka sendiri. Dua orang penjaga menarik Austin dan Bryan ke tengah meja altar dan ditaruh di atas meja bakaran. Sedangkan dua penjaga menggotong dua ekor buaya buntung. Rocky merasa puas, karena ia akan mendapatkan imbalan dari dewa Gohpa karena mempersembahkan dua korban bakaran sekaligus.

Austin dan Bryan telah disajikan di depan meja bakaran, dua ekor buaya buntung yang diikat mulutnya juga berada di samping mereka. Para pemuja beranggapan bahwa dewa senang menyantap tubuh bocah yang berusia ganjil lima tahun atau lebih muda usianya dari itu, dengan buaya buntung merupakan pelengkap makanannya. Ibarat cabe rawit sebagai pelengkap untuk makan tempe goreng. Rocky menyiapkan pedang yang telah dibersihkan sebelumnya, ia mengeluarkan dari sarungnya, hendak membelah kedua puteranya sebelum dibakar dan dipersembahkan kepada dewa Gohpa. Austin dan Bryan menangis dan mereka berkata dengan lembut kepada ayah mereka.

“ Dad, what are you doing ? Why you are doing this to us. “    

Rocky masih dipenuhi oleh kuasa iblis bahkan ia sendiri tidak ingat dengan apa yang dilakukannya. Di atas kepalanya keluar kobaran api menyala – nyala. Entah apa itu, tetapi Austin dan Bryan takut menatap wajah ayahnya yang sudah kerasukan setan itu. Dalam balutan kemarahan dan energi yang sangat kuat, Rocky sudah sampai puncaknya untuk menghabisi kedua puteranya dan berharap mendapatkan kehidupan abadi dari dewa Gohpa. Seketika seorang kakek tua keluar dari lorong belakang yang berada di dekat pintu altar. Kakek tua bertubuh besar dan memegang sebuah tongkat, ia mengangkat tongkatnya. Gemuruh dan kilat menerjang di keheningan malam. Langit – langit berubah menjadi awan abu yang membasahi mereka dengan rintik hujan.

            Kakek itu memerintahkan Rocky segera mengeksekusi korban bakaran mereka. Api telah dinyalakan dan Rocky siap membelah kedua puteranya dan dua ekor buaya buntung yang ada di sana. Seorang wanita keluar berlari ke arah meja altar dan berusaha membuka ikatan kedua anak kecil itu.

“ Nenek, nenek kan sudah me…….. “ Ucap Austin

“ Cucu nenek. “ Tukas wanita itu sambil berlinangan air mata.

“ Cepat bunuh kedua bocah itu. “ Tukas sang kakek tidak perduli dengan ocehan wanita itu.

“ Rocky, apa kamu tidak ingat ibu nak ? Mengapa, kamu ingin membunuh anakmu sendiri? “

Rocky terdiam dan masih dalam kuasa mantra, ia bahkan tidak memperhatikan ibunya. Wanita itu menangis dan memohon kepada kakek tua untuk menghentikan atraksi mengerikan itu.

“ Rocky, look at my eyes, son. Don’t do this to my grandsons “   

Rocky tidak perduli dan hendak melangsungkan niatnya secara membabi buta. Tiba – tiba Praaaanggggg. Sebuah batu dihantamkan pada leher Rocky. Ia terjatuh seketika. Katie muncul di tengah acara dan segera mengeluarkan pisau yang diselipkan pada ikatan rok dipinggangnya. Ia membuka ikatan kedua puteranya dan berusaha keluar dari sana. Yang menjadi aneh adalah kondisi sekitar menjadi berhenti, setiap orang berhenti dan berubah menjadi patung. Bahkan air mancur tidak bergerak karena langsung menjadi batu bening yang mempesona. Mereka berempat keluar dari bangunan itu dan berlari sekencang – kencangnya ke arah hutan. Austin terjatuh, akhirnya dibantu oleh ibunya untuk bangkit dan kembali berdiri.

            Di tengah hutan, Rocky menghadang mereka dan hendak membunuh Katie dan ibunya. Ia masih berpikir untuk menjaga kedua bocah itu karena harus dalam keadaan murni untuk dipersembahkan kepada dewa Gohpa. Katie dilemparkan ke sebuah pohon Ek tua, seketika ia berusaha bangkit dan menuju kedua puteranya. Rocky berjalan ke arah ibunya dan menghantam wajahnya dengan balok yang digenggamnya sejak awal. Katie berusaha untuk menarik kedua puteranya dan terus berlari. Rocky berlari mengejar Katie kemudian dengan lincah melakukan salto dan menendang ulu hati Katie. Katie pingsan seketika. Dengan lengannya yang kokoh Robby memeluk pinggang kedua bocah itu dan membopong kedua puteranya menuju tempat persembahan dewa Gohpa.

“ Ayah, sakit yah. “ Ucap Austin sambil menangis

“ Ayah, kasihan Austin, ”  ucap Bryan sambil memegang lengan ayahnya. 

Rocky tidak perduli. Bryan menangis dan menyentuh pipi ayahnya.

“ Ayah, ayah tidak lupa dengan Bryan kan? Ayah yang biasa menggendong Bryan seperti ini setiap kali kita pergi ke pantai Beyhar. Ayah tolong ingat yah. Ayah, Bryan sayang ayah. Jangan bunuh Bryan yah. “ 

Rocky tidak membalas sepatahkata pun. Ia sudah sampai kembali di bangunan tua itu dan menaruh kedua puteranya di atas meja altar untuk dipersembahkan kepada dewa Gohpa. Ritual dimulai kembali dan tibalah saatnya untuk membelah Austin dan Bryan supaya dijadikan santapan bagi dewa Gohpa.

Dengan senyuman sinisnya Rocky menghunuskan pedangnya dan melompat ke arah patung yang dipercaya sebagai bentuk nyata dari dewa Gohpa. Tepat dibagian bawah patung terdapat beberapa zamrud bergambar kepala naga yang melingkari patung dewa Gohpa. Ia mencabik – cabik patung itu tanpa tersisa. Ia menghabisi para penjaga dan tidak lupa ia melempar kakek tua ke dalam kolam kecil di ujung altar. Kakek sialan yang terus memaksa Rocky untuk segera mempersembahkan kedua putera tercintanya kepada dewa Gohpa. Rocky kemudian melepaskan ikatan kedua puteranya dan memeluk kedua puteranya.

“ Maafkan ayah sayang. “  Ucapnya lembut sambil mencium kening kedua puteranya.

Mereka berlari keluar dari bangunan terkutuk itu dan meninggalkan para pemuja dewa Gohpa. Suasana di dalam ruang pemujaan berhala itu menjadi kacau, para pemuja berlari tanpa arah. Sepertinya, setelah dihancurkannya patung dewa Gohpa, mantra – mantra menjadi sirna dan para pemuja itu telah sadar kembali. Langkah kaki Rocky dan kedua puteranya terhenti pada sebuah jalan buntu yang dibatasi dengan sebuah tebing curam dengan sebuah jembatan yang terkoyak dan nyaris putus.

            Para warrior yang berjumlah lebih dari lima belas orang mengejar Rocky dan kedua puteranya. Mereka tersenyum puas karena Rocky telah sampai pada bibir tebing.

“ Serahkan kedua bocah itu, dan kami akan melepaskanmu. “ Ucap sang panglima

“ Tidak, tidak akan pernah aku menyerahkan mereka. “ Tukas Rocky dengan keras

“ Dasar bedebah. Serang manusia terkutuk itu. “ Kembali sang panglima berteriak. Belasan pria menerjang Rocky, sehingga ia dengan pertahanan seadanya berusaha menghajar mereka. Rocky tidak kuasa untuk melawan para warrior yang memiliki kepiawaian dalam hal bertanding karena mereka hebat di bidang itu. Akhirnya Rocky tumbang, tubuhnya penuh luka sabetan dan di lutut kirinya ada bekas sabetan pedang yang cukup dalam, ia meringis kesakitan. Kedua puteranya yang sedari tadi berlindung di balik semak diseret oleh sang panglima. Panglima yang berbadan paling tinggi dan kekar itu memegang mulut Bryan, hingga mulutnya memonyong.

“ Dengar, anak nakal kamu hanya punya waktu sebelum matahari terbit. Craig, Kyran bawa dua bedebah kecil ini. “ Ucap sang panglima tanpa belas kasihan.

Kedua pria berbadan tegap segera menarik dengan kasar lengan Austin dan Bryan.

“ Sakit om, “ tukas Austin sambil meringis kesakitan karena lengannya di genggam sangat kuat oleh Kyran.

            Dua penjaga menyeret Rocky dan membawanya ke arah bangunan tua dan kembali menjalankan prosesi persembahan kepada dewa Gohpa. Austin dan Bryan telah terikat sempurna dan mereka hendak disembelih oleh sang panglima yang bernama Hizky Goliath. Kali ini sepertinya tidak ada yang mungkin menolong mereka. Dalam kondisi berbaring di atas meja altar Austin menggenggam tangan kakaknya Bryan.

“ I’m afraid. “ Ucap Austin perlahan

“ Don’t be afraid, I’m here with you. “ Tukas Bryan untuk menenangkan adiknya.

“ But what you gonna do about that ? “

“ I know, I can’t do anyting about this. But at least I’m here with you. “ Kata Bryan dengan penuh kedewasaan.

Hizky sudah mengambil pedang dan siap menancap jantung Austin dan Bryan. Seketika bergelantungan seorang wanita menggunakan sebuah kain dan menendang kepala Hizky.  Seketika Hizky Goliath terjatuh. Wanita yang adalah ibu dari kedua putera tampan ini telah berdiri di atas meja altar dan berusaha membuka ikatan kedua puteranya.

“ Mom, thank you mom. “ Ucap Bryan senang karena ibunya datang untung menolongnya.

“ You two hold me strong okay. “

Dengan menggunakan kain, Katie dan kedua puteranya yang memeluknya sangat erat bergelantungan dan mencapai atap – atap pojokan ruang persembahan dan menuruni anak tangga tepat di samping kanannya. Mereka berlari sekencang – kencangnya.

“ Ibu, ayah bagaimana? “ Tukas Austin

“ Tenang sayang, ayahmu sangat kuat ia pasti bisa melepaskan dirinya. “

“ Aku takut Bu. “ Ungkap Bryan

“ Tenang sayang. Semuanya akan baik – baik saja. “

“ Aku ingin kita berkumpul bersama lagi. “ Tukas Austin lembut

“ Tentu sayang, kita pasti akan berkumpul lagi dengan ayah.  “

Katie menggenggam tangan puteranya dan memegang dahinya Austin sambil berucap. “ Kita akan baik – baik saja. Ibu janji. “

“ Ibu sebenarnya kita ada di mana ? ” Kata Bryan

“ Aku mau pulang Bu. “ Ucap Austin tidak mau kalah.

“ Iya sayang sebentar lagi kita akan pulang. “

“ Ibu aku sangat lelah. Bolehkah kita istirahat ? “ Ucap Bryan

“ Iya sayang, kita harus mencari tempat yang aman untuk berlindung. “

“ Baik bu. “ Tukas Bryan  

 

Chapter XII

Pertolongan ibu

12-612ca2ab06310e6e373b1322.jpg
12-612ca2ab06310e6e373b1322.jpg
Sumbhttps://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fid.depositphotos.com%2Fstock-photos%2Fperempuan-iblis.html&psig=AOvVaw1Y42Wr6MN9U9UgwJDkkmb2&ust=1630401316356000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwiwwtirtNjyAhWDwIUKHU30ANsQr4kDegUIARD9AQ

Mereka bertiga bertiga melepaskan lelah sejenak di bawah sebuah pohon beringin tua yang akarnya telah tumbuh menggila, memanjang tanpa arah. Pohon itu seolah hidup dan mirip sekali dengan seorang kakek tua. Austin dan Bryan terlihat sangat lelah dan Katie berjalan ke arah sebuah pohon apel dan memetik dua buah apel berwarna hijau dan memberikan kepada kedua puteranya.

“ Terima kasih bu. “ ucap Austin dan Bryan serentak.

Mereka melahapnya karena jujur saja mereka sangat kelaparan dan kelelahan harus melewati adegan demi adegan atas usaha budak dewa Gohpa yang ingin membunuh mereka di atas ruangan penyembahan terkutuk itu. Mereka mengigit apel dengan senangnya. Setelah itu Austin berkata,

“ Ibu, aku mengantuk. “

“ Aku juga bu. “ Tukas Bryan

            Api menyala – nyala dengan riangnya diantara tumpukkan balok kayu. Dua puluh hingga tiga puluh orang berdiri mengelilingi tumpukkan balok kayu. Katie berdiri di hadapan balok kayu itu, rambutnya berdiri. Matanya mengeluarkan sorotan merah. Di tangan kanannya memegang sebuah untaian manik – manik yang terbuat dari ornamen kayu. Sedangkan tangan kirinya memegang sebuah patung kecil berbentuk seorang wanita sedang mengandung. Dua orang anak terbaring diatas tumpukkan balok kayu mereka menangis. Dari kejauhan Katie tersenyum puas, ia berlutut dan mengangkat kedua barang yang ia pegang. Seketika kilat menyambar – nyambar di keheningan malam. Katie terasa sangat puas, ia akan mencapai keabadian dengan bersatu bersama dewa Rho.

“ Ibu lepaskan kami. “ tangis Austin

Ibunya sama sekali tidak perduli. Ia menaruh dua barang yang ia pegang ke tanah. Dan melakukan salto untuk mengambil sebuah pedang yang sangat mengkilat dan menerjang ke arah tumpukkan balok kayu dan menebas kedua puteranya yang ada di sana. Seketika itu juga, nyawa kedua bocah malang itu berakhir di sana. Darah kental mengalir deras dari bekas sabetan pedang Katie. Seketika Katie berteriak. Seolah keabadian telah menyatu dengan dirinya.

            Kilat dan petir saling menyahut. Gerimis mengundang awan – awan hitam menutupi bintang – bintang di angkasa. Suara sangkakala terdengar di langit. Tandanya maut telah dimenangkan oleh sang penghulu iblis. Katie tertawa sangat kencang. Ia telah mencapai keabadian. Bau hangus menerpa udara, kedua bocah malang itu gosong sedemikian rupa ditangan ibu kandungnya sendiri. Katie seketika itu mampu terbang dan ia telah sempurna menjadi mempelai iblis, hal yang diidam – idamkannya selama ini. Sebuah cahaya hitam datang dari langit dan menuju tanah. Cahaya itu membentuk tubuh manusia berkulit gelap dan membentuk otot – otot yang sangat kokoh, wajahnya sangat tampan menyerupai wajah pria berkebangsaan timur tengah. Pria bertampang serius dengan wajah tersenyum puas ke arah Katie. Seolah sangat bangga dengan apa yang baru dilakukan oleh Katie. Pria yang dipanggil Rho we oleh Katie mendekati Katie dan mencium Katie. Seketika seekor ular keluar dari mulut Rho we dan menyelinap lembut ke dalam mulut Katie.

Katie seketika menjadi lebih percaya diri, ia terlihat sempurna dan seakan menjadi abadi untuk selamanya karena telah menyatu dengan sang penghulu kejahatan Rho we. Katie sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya telah membunuh kedua putera kandungnya sendiri. Seketika Rocky muncul dan berusaha menghabisi Rho we, namun Katie sigap dalam menyikapinya. Ia membalikkan dirinya dan menerjang Rocky. Ia duduk di atas Rocky dan seketika seekor ular keluar dari mulut Katie dan menyerang Rocky secara membabi buta. Setelah meninggalkan banyak bekas di wajah Rocky, ular itu kembali masuk ke dalam mulut Katie. Rocky meregang nyawa di hadapan Katie, dari mulut Rocky keluar busa bercampur darah. Seketika Katie menggelinjang dan setiap kerutan di wajahnya hilang sempurna. Kini wajahnya telah kembali seperti seorang gadis dua puluh tahun.

Penglihatan itu disaksikan oleh Bernard dengan mata kepalanya sendiri. Ia merasa asing ditempat itu, seketika sekelilingnya berputar sangat cepat. Hutan lebat yang dilalui Bernard tiba – tiba menjadi pekarangan belakang rumahnya. Bernard berlari dan masuk ke dalam kontrakannya. Ia membuka pintu kamarnya dan kemudian membanting pintu kamarnya. Seolah ia sangat lelah dengan apa yang telah terjadi. Jujur saja, ia tidak tahu apa maksud penglihatan beralur cerita panjang yang ia saksikan. Dalam kekalutan pikirannya. Ia melihat ada sesosok mahkluk sedang bergantung di atap kamarnya. Wajahnya membiru kaku, dari pakaiannya yang berupa jubah putih mengalir deras darah merah dan wajah mayat itu terlihat sayu dan seketika mayat itu berbicara kepada Bernard,

“ Sakit, sakit lepaskan aku. “

Sosok itu secara spontan tangannya memanjang dan memegang leher Bernard. Sosok itu berusaha mencekik Bernard. Bernard meronta – ronta. Sosok yang bergelantungan itu tiba – tiba turun dari gantungan atap dan membuka mulutnya seketika seekor ular keluar dan ingin masuk ke dalam mulut Bernard. Belum sempat ular itu masuk ke dalam mulutnya. Bernard pingsan dan tertidur sangat pulas di lantai.

Chapter XIII

Dating with Mitha

 

13-612ca58e31a28721833426a3.jpg
13-612ca58e31a28721833426a3.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fhiburan%2F20201027153757-220-563335%2F6-rekomendasi-film-horor-komedi-thailand&psig=AOvVaw3TqPsa7cESak9ye4rJDTXZ&ust=1630402210768000&source=images&cd=vfe&ved=0CAgQjhxqFwoTCPDNy9OL2vICFQAAAAAdAAAAABAD

Keesokan paginya, Bernard mendapati dirinya tidur di lantai. Ingatannya akan kejadian semalam membuatnya gila. Ia ingin melupakan kejadian dan penglihatan yang ia alami semalam. Bertemu dengan Mitha merupakan salah satu cara Bernard untuk mendapatkan ketenangan dan melupakan setiap kejadian gila yang dialaminya. Siang itu pukul 10.30 wib Mitha sudah duduk di Café Excelso yang berada di Malioboro Mall. Ia mengenakan kerudung merah trendy yang dipadukan dengan celana panjang hitam model pensil. Mitha sangat mempesona, ia mengenakan make up tipis dan bibirnya yang berwarna merah marun sungguh memikat Bernard dikala itu. Bernard mengambil posisi duduk di samping Mitha. Mitha tersenyum.

“ Kamu baru sampe? “

“ Iya nih, “ Tukas Bernard

“ Aku juga baru sampe .” Ucap Mitha

“ Bagus deh, berarti kamu ga lama kan tunggu aku ? ”  

Mereka berdua memesan coklat panas dan membahas tentang kuliah masing – masing. Dunia kuliah adalah sesuatu yang baru untuk mereka berdua. Setelah menghabiskan coklat panas, mereka berjalan keluar dan Bernard melewati sebuah toko bunga ia membeli setangkai mawar merah dan memberikannya pada Mitha. Senyuman merekah dari wajah Mitha.

“ Awww, that’s toddly sweet. Thanks Ben“

Mereka berjalan ke arah jalan pangeran Mangkubumi. Suasana siang itu agak damai karena panas matahari tidak terlalu kuat. Mitha terlihat nyaman dan senang berjalan berdua dengan Bernard. Mereka menuju atm BCA karena Bernard berniat untuk mengambil uang untuk keperluan membeli perlengkapan kuliah. Mereka kemudian berjalan kembali dan saling menceritakan lelucon – lelucon segar dan beberapa kali mereka tertawa terpingkal – pingkal. Waktu berjalan sangat cepat dan tiba saatnya Mitha ingin pulang karena ayahnya menunggu dia untuk melakukan foto keluarga bersama di Calista digital photo studio yang terletak di Ring road utara. Mitha telah naik angkutan umum yang menuju ke arah rumahnya. Bernard menaiki jalur tiga dan menuju kontrakannya. Bernard berhenti di depan sebuah warung makan yang menjual ayam goreng di depan Gama Informatika. Ia membeli membeli makan malam berupa ayam goreng paha dan satu porsi nasi putih. Meminta kepada pelayan untuk membungkusnya. Bernard membayar dan meninggalkan tempat itu. Ia telah sampai di kontrakannya. Dan membuka bungkusan nasi dan ayam yang telah ia beli. Kemudian menyantapnya dengan lahap.

Malam itu agak panas, mungkin sebentar lagi akan turun hujan, pikir Bernard. Ia menuju kamar mandi dan segera mandi. Kala itu, ia tidak telalu memperhatikan sepertinya ada kecoak yang sedang berjalan di dinding. Bernard tetap menimba air dari bak dan mengguyur tubuhnya. Saat ia sedang menyabuni tubuhnya, ia merasakan ada sesuatu yang berjalan di atas kepalanya. Ia berusaha menyingkirkannya. Ternyata kecoak itu tadi bertengger di atas kepalanya. Ia kembali menyampo rambutnya untuk memastikan jangan sampai kecoak tadi mengencingi kepalanya. Setelah mandi, ia kembali ke kamarnya dan duduk di samping kasurnya. Seketika Bernard merasakan kegatalan yang membabi buta di sekujur wajahnya. Wajahnya bertotol – totol, seperti ada sesuatu yang hilir mudik di sekeliling wajahnya. Ia menggaruk – garuk sampai wajahnya luka dan mengeluarkan darah. Dari kepalanya keluar sebuah cangkang mirip cangkak kecoak, diikuti dari punggungnya pun keluar cangkang. Bernard menggelinjang kesakitan, ia tidak sanggup. Ia meringis kesakitan, dari tubuhnya keluar banyak darah.

“ Yopie, Jack tolong aku. “ Teriak Bernard dari dalam kamar.

Tidak ada jawaban sama sekali. Sepertinya memang tidak berpenghuni dua kamar di dalam rumah ini. Karena setiap kali Bernard membutuhkan kedua temannya mereka selalu tidak ada di rumah.

Darah kental telah memporak – porandakan seluruh isi kamar Bernard. Dari kedua telinga Bernard keluar antena kecoak dan darah segar ikut mengalir. Sungguh mengerikan pemandangan malam itu. Tubuh Bernard mengerut dan punggungnya melebar kaki – kakinya masuk ke dalam tubuhnya. Ia kini berbentuk seperti seekor kecoak raksasa di dalam kamarnya yang hening.

            Keringat mengucur deras, nafasnya tersengal – sengal. Kasurnya basah dan ia kaget dan terbangun dari tidurnya.

“ Thank you God, it’s only a nightmare. “ Bernard berkata pelan

Bernard menarik sepreinya dan mulai membuka lemari plastiknya. Ia mengganti dengan seprei baru yang ia saja ia terima dari laundry Christy. Ia mengganti dengan t-shirt santai. Bernard kembali merebahkan tubuhnya, ia memejamkan kedua matanya. Ia ingin melupakan setiap hal buruk yang terjadi. Saat ini yang ia inginkan adalah bermimpi tentang sesuatu yang dapat menyenangkan hatinya. Mungkin bermimpi tentang Mitha misalnya ? Mungkinkah ada waktu sejenak untuk memimpikan kebersamaan dengan Mitha ? Kecantikan dan kelemah lembutan Mitha merupakan yang terindah baginya saat ini. Andai saja Mitha ada di sisinya saat ini. Mungkin ia tidak akan terlalu stres menghadapi kejadian gila yang ia hadapi selama beberapa minggu terakhir ini. 

Chapter XIV

Bocah – bocah kegelapan

14-612ca61231a2875233595652.jpg
14-612ca61231a2875233595652.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.idntimes.com%2Fhype%2Ffun-fact%2Fbayu%2Ffakta-soal-tuyul&psig=AOvVaw2j2bSNgcKV6fMO2wXEZjm_&ust=1630402424602000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwijvpK8uNjyAhVVgM4BHZG5BTAQr4kDegUIARDSAQ

Suatu kali Bernard sedang membersihkan kamarnya. Posisi kamarnya yang berada di pinggir gang Narada yang dilalui oleh banyak kendaraan bermotor. Di mana membuat Bernard harus sering membersihkan kamarnya. Dengan menggunakan sebuah ember berisi air dan kain perca, Bernard membersihkan setiap sudut jendela, meja belajar dan rak kecil yang berisi buku – buku kuliahnya. Bernard mengambil sapu untuk membersihkan lantai. Kemudian menyortir kertas – kertas yang tidak berguna dan membuangnya ke tempat sampah kecil di dalam kamarnya. Bernard beranjak dari dalam kamarnya dan menuju kamar mandi untuk mengambil ember untuk mengepel kamarnya. Ia kembali ke kamarnya, ia bergidik ngeri saat menyaksikan ada dua orang anak kecil di atas tempat tidur sedang menatap ke arah wajahnya.

“ Tolong – tolong saya, “ ungkap seorang anak yang lebih kecil tubuhnya. Wajah dan tubuhnya gosong, ia terlihat sangat menderita akibat seratus persen luka bakar di sekujur tubuhnya.

“ Sakit – sakit ka, “ ungkap salah satu bocah sambil memegang tangan dan perutnya. Mereka sangat menderita dan wajahnya penuh dengan lebam

Perlahan namun pasti, tubuh – tubuh mereka mengering dan lengan, tangan, paha, kaki dan jari – jari kedua bocah itu berguguran.       

Dari kedua mata bocah yang paling kecil, menangis dan memohon untuk dihilangkan rasa sakitnya. Aliran darah kental mengalir deras dari kedua telinga, hidung dan bekas potongan – potongan tubuh yang berguguran. Sekonyong – konyong dari dalam potongan – potongan tubuh yang berguguran, muncul kecoak yang lalu lalang. Ada yang masuk dan ada yang keluar.

            Seiring ratusan kecoak yang keluar masuk ke dalam tubuhnya. Bernard bergidik karena mengingat kecoak - kecoak yang muncul itu sama seperti mimpi yang dialaminya semalam. Ada apa sebenarnya dengan kecoak – kecoak jahanam ini ? Kedua bocah itu menangis sejadi – jadinya. Mereka seolah tidak mampu dengan penderitaan yang mereka hadapi. Dari leher kedua bocah itu muncul seperti jakun, seolah jakunnya itu ingin meloncat keluar. Ternyata itu bukanlah jakun melainkan kecoak raksasa yang kemudian keluar dari mulut kedua bocah itu. Setelah kecoak raksasa muncul dari mulutnya, diikuti dengan seekor ular dan kecoa itu menari – nari di mulut ular itu seolah ingin menandakan sebuah perkawinan silang untuk mencapai sebuah keabadian yang hakiki. Mereka menangis karena kesakitan. Wajah mereka memohon supaya Bernard menolong mereka keluar dari penderitaan itu. Sekilat cahaya beserta butiran – butiran halus debu masuk melalui ventilasi kamar Bernard, butiran – butiran halus itu berhenti di depan kedua bocah itu dan membentuk seorang pria kekar bertubuh legam namun memiliki ketampanan yang sempurna. Ia sepertinya menahan sesuatu, tidak sabar untuk menantikan sebuah kejadian yang akan terjadi setelah ini.    

Pria yang mirip dengan dewa Ro yang ia saksikan pada penglihatan malam itu. Sungguh membuat Bernard was – was, ia takut dewa itu akan menyakitinya disaat ia lengah. Seketika pria itu mengeluarkan pancaran bola api dari mulutnya dan menyinari langit – langit kamar Bernard. Persatuan antara kecoak dan ular telah mengeksekusi sebuah keabadian sejati bagi pria itu. Lengkap sudah keabadian yang dinanti – nantikannya. Ia kini menjadi sempurna, kuat dan tidak ada satu kekuatanpun yang mampu mengalahkannya. Dengan kekuatan yang baru itu, kedua bocah itupun meninggal secara mengenaskan. Sakit yang menerpa dirasakan kedua bocah itu, tidak bisa mereka kalahkan dan akhirnya maut yang harus memisahkan nyawa dengan tubuh mereka yang fana. Tubuh Bernard menjadi lemas. Lututnya ngilu dan jari – jarinya gemetaran. Pria yang diliputi keabadian itu, kedua kakinya tidak menyentuh tanah dan ia menghempaskan tubuhnya kearah Bernard. Sekonyong – konyong wajah pria itu lumer dan menyisakan batang tengkoraknya saja. Tangannya mencengkram leher Bernard seolah ingin memutuskan batang leher Bernard. Bernard berusaha menepis mahkluk laknat itu dari hadapannya. Namun percuma genggamannya sangat kuat.

Tidak ada siapapun di sana yang bisa menolong Bernard. Dari tengkorak itu mengeluarkan bau busuk yang sangat kuat. Perlahan kedua lengan pria itu menjadi sangat kuat dan kaki – kakinya menyilaukan letupan – letupan cahaya emas dan dari kedua pahanya mengeluarkan tulisan X. Bernard tidak mengerti apa maksudnya itu semua. Lalu mahkluk laknat itu menyeret Bernard keluar dan di luar kontrakannya terdengar sebuah bunyi sangkakala. Terdengar memekik telinganya dan Bernard berusaha menutupi telinganya. Kedua bocah yang Bernard lihat di dalam kamar kini telah keluar dari sana. Kali ini mereka mampu berjalan dan dari kedua bola matanya menyiratkan kebencian. Seketika ulat dan belatung keluar dari pori – pori mereka. Darah keluar dari punggung mereka dan kedua kaki mereka tidak lagi menyentuh tanah. Bernard bergidik ngeri, sepertinya kedua bocah itu menjadi sekutu pria kekar ini. Bernard berusaha melepaskan diri dari kuasa – kuasa kegelapan yang ada di hadapannya. Ia meninju tengkorak dihadapannya dan melepaskan batang kepala tengkorak itu dari kepalanya. Lalu melemparnya ke arah jalan raya. Akibat kepalanya terlepas, Bernard bisa melepaskan diri dari genggaman pria kekar itu dan kemudian berlari ke arah gang narada.

Bernard telah sampai pada sebuah homestay yang berjarak dua rumah dari kontrakannya, muncul dua anak yang ia lihat dalam penglihatannya semalam yaitu Austin dan Bryan. Mereka menyeringai dan berdiri tepat dihadapan Bernard. Mereka memutar – mutar kepala mereka. Sesekali kepalanya memutar hingga mengarah tiga ratus enam puluh derajat ke depan. Austin memegang kepalanya dan mencabut kepalanya lalu melemparkan ke Bernard. Bernard sontak kaget dan spontan melemparkan kepala Austin ke arah Bryan. Bryan tanpa diperintah ia menerima kepala Austin dan mulai menggerogoti wajah Austin seolah daging panggang. Ketika Bryan menyantap kepala adiknya. Tubuhnya Austin seolah merasakan kesakitan. Dari kepala buntung itu mulutnya mengeluarkan suara kesakitan. Bryan tidak memperdulikan dan tetap menggerogoti wajah adiknya. Wajah Bryan tampak mengerikan. Darah kental keluar dari sekujur tubuhnya perlahan daging – daging di pipinya membusuk dan belatung – belatung berbau busuk keluar dari sana. Bryan telah berada tepat di hadapan Bernard dan memegang tangan Bernard, ingin segera menyantap tangan Bernard yang kelihatan lezat seperti roti buaya.           

            Darah dan nanah kental berbau busuk diatas tangan Bernard. Ia bergidik ngeri sekaligus jijik. Ia menghempaskan Bryan dan segera berlari kembali menuju jalan raya Gejayan. Jujur saja malam itu sangat lengang. Bernard hampir sampai di depan jalan Gejayan. Bernard dikagetkan oleh tiga mahkluk mengerikan yang menarik kedua kaki dan memegang tangannya. Bernard panik, ia berusaha berteriak tetapi percuma saja pita suaranya tidak mengeluarkan suara apa – apa.

“ Oh Tuhan berapa lama lagi ia harus menghadapi hal – hal mengerikan ini lagi, ucap Bernard pelan.

Ia menendang kedua mahkluk astral yang memegang kakinya dan menghempaskan satu mahkluk kecil, ke arah pagar salah satu rumah. Sekuat tenaga Bernard berlari meninggalkan mahkluk – mahkluk itu. Bernard berusaha berjalan melewati sebuah lorong gelap untuk menuju gang Bromo. Ia panik karena di lorong itu terdengar semacam suara pemujaan kepada Dewa Rho we da dan dewa Gohpa yang ia dengar saat ia mengalami penglihatan yang mengerikan. Arwah – arwah gentayangan berterbangan seolah tidak perduli dengan kehadiran Bernard. Tangisan pilu dan teriakan kesakitan memenuhi lorong itu. Lorong gelap itu menjadi saksi bisu yang menyaksikan penampakan mengerikan malam itu. Seorang wanita berselubungkan ular – ular hijau di kepalanya. Wajah manusia – manusia mengerikan lalu lalang di hadapan Bernard. Dua orang wanita duduk di bawah mengenakan kain putih dan menyeret tubuhnya. Rambut menutupi seluruh wajahnya. Mereka menyeret tubuh mereka, sebutan tepatnya mereka ngesot dan menuju ke arah Bernard. Bernard melewati hantu – hantu jahanam. Entah berapa kali kakinya terantuk konblok dan ia terjatuh. Sungguh lelah malam itu.

“ Oh Tuhan, kapankah ini akan berakhir ? “

Sesosok wanita mengenakan gaun hitam panajang yang menutupi tubuhnya. Wajahnya mengerikan dengan taring – taring mencuat layaknya seorang drakula yang haus akan darah. Kuku – kukunya menghitam. Kedua pipinya yang berwarna pink, kemudian menghitam dan membusuk. Belatung – belatung berwarna krem berjatuhan dari hidung dan mulutnya. Seketika wanita itu muntah dan muntahannya itu hampir mengenai Bernard. Untung saja Bernard sigap menghindari wanita laknat itu. Dari tangan wanita itu keluar sebuah tongkat dan tongkatnya itu di lemparkan ke arah Bernard. Tongkat itu saat melayang, seketika berubah menjadi seekor ular pyton dan berusaha menggigit Bernard dan ingin menyebarkan bisa laknatnya ke tubuh Bernard. Bernard mampu menghindarinya dan segera berlari keluar dari lorong mengerikan itu.  

Chapter XV

I surrender all

15-612ca79b06310e67cc0adb62.jpg
15-612ca79b06310e67cc0adb62.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.tokopedia.com%2Fkoleksiallaris%2Ftol03-topeng-latex-karet-halloween-hantu-setan-valak-ghost-mask&psig=AOvVaw2YJM7NvDSriwggxs648veJ&ust=1630402794290000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwi-t7bsudjyAhVS4uAKHX-yBZEQjRx6BAgAEAo

Kepalanya terasa sangat sakit. Ia memegang keningnya ada darah kering tepat di atas pelipis mata kanannya. Bernard bangkit, ternyata ia tidur di atas rerumputan. Ia melihat sekitar ia berada di pekarangan belakang rumahnya dan tertidur di samping kuburan tua.

“ Ahh, gila. Kenapa aku bisa ada di sini? “ Tukas Bernard setengah tidak percaya.

Sambil memegang kepalanya karena pusing dan berjalan sambil terhuyung – huyung, Be

rnard membuka pintu kamarnya. Ia jatuh dan tergeletak di lantai. Segala pertahanannya runtuh, ia tidak memiliki energi. Seolah ia kalah dalam pertempuran maut antara mahkluk – mahkluk halus dengan dirinya. Bernard merasa mual dan ingin memuntahkan sesuatu.

“ Oeekkkk,,,, “

Seketika kelabang dan kecoak keluar dari mulutnya bercampur dengan darah. Bernard merasa sangat lemah dan ia sangat kesakitan. Tidak menyangka ada binatang mengerikan keluar dari mulutnya. Ia kemudian berusaha bangkit dan segera membersihkan bekas muntahannya. Ia mengambil lap dan membunuh setiap kelabang dan kecoak yang ada di hadapannya. Lalu membuangnya ke tempat sampah.

Tok, tok…..

Pintu kamar Bernard berbunyi. Sepertinya ada yang mengetuk.

“ Mitha, kamu tahu darimana kontrakanku ? “ Seru Bernard seolah tidak percaya

“ Kamu kan pernah kasih tahu aku alamatnya. “

“ Benarkah ? “

“ Tentu Ben. “

“ Mari silahkan masuk Mit. “

Untung saja Bernard sudah membersihkan bekas muntahan dirinya. Tidak tahu yang akan terjadi bila Mitha melihat bekas muntahan itu. Pasti ia akan merasa jijik karenanya. Mitha kemudian mengambil posisi duduk di pinggir tempat tidur Bernard. Karena memang tidak ada kursi di sana. Semuanya serba lesehan. Haha.  

            Mitha sangat pengertian. Ia membuatkan roti panggang dan membawakan susu sapi murni untuk Bernard. Ia mengatakan bahwa tadi pagi sengaja ia membuatkan roti panggang dan membeli susu sapi murni. Bernard menerimanya dan menyantapnya. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada Mitha sambil tersenyum kepada gadis yang ditaksirnya sejak lama. Kemudian, setelah sarapan. Bernard beranjak keluar dari kamarnya dan menuju kamar mandi. Sementara Mitha membaca majalah wanita yang ia ambil dari dalam tas kecilnya. Setelah mandi, Bernard ganti baju dan bersiap untuk jalan – jalan dengan Mitha. Hari ini kebetulan tanggal merah, sehingga Bernard bisa menghabiskan waktunya bersantai – santai. Mitha mengenakan baju terusan yang sangat cantik dengan kerudung trendy berwarna hijau muda. Mereka berjalan dan menuju arah Universitas Atma Jaya supaya memudahkan mereka melewati toko compact disc yang terletak di jalan Moses Gatot Kaca. Karena Mitha berencana membeli beberapa CD lagu – lagu house music kesukaannya.  

            Toko CD Amelia sudah buka pagi itu. Mitha telah memilih beberapa CD, kemudian membayarnya. Mitha dan Bernard keluar toko dan menuju jalan raya Gejayan. Mereka berencana untuk menuju Galeria mall. Mereka membicarakan banyak hal. Bernard menceritakan bahwa ia mengalami berbagai kejadian aneh selama ia tinggal di kontrakannya. Mitha berusaha menyimaknya dan menawarkan Bernard untuk pindah dari kontrakannya. Bernard juga merasa bahwa ia harus segera keluar dari sana. Pembicaraan itu membuat Bernard merasa pusing dan ia mengatakan bahwa tiba – tiba kepalanya sangat sakit.

“ Sepertinya kita cancel saja hari ini dan baiknya kita ke kontrakan kamu saja. “ Ungkap Mitha

“ Kamu tidak apa, kalau kita batal ? “

“ Santai saja Ben. “

Mereka berjalan kembali ke arah kontrakan Bernard dan ia masih merasa agak lemas. Setelah sampai kontrakannya Bernard merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sementara Mitha ke dapur dan memasak air untuk membuatkan teh hangat untuk Bernard.

“ Terima kasih Mitha untuk tehnya. “

“ Don’t mention it. It’s better for you to take a rest. I must go home now. I have to go to my cousin’s birthday party this afternoon. “

“ Ok, thank you Mitha. You are such a good friend. “

“ You’re welcome Ben. “

            Dengan tubuhnya yang lemas, Bernard berusaha meneguk air teh hangat dan kembali merebahkan tubuhnya. Bernard berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Ia ingin muntah lagi.

“ Oeeekkkkkkk. “

Bernard memuntahkan cacing, kelabang dan kecoak dari dalam perutnya. Perutnya mengalami kejang – kejang yang luar biasa. Hal yang mengerikan terjadi setelah itu. Paku, kawat menembus keluar dari perutnya. Bernard kesakitan, perutnya mengeluarkan bulir – bulir darah segar. Bernard memegang perutnya seolah tidak percaya ada paku dan kawat yang mencuat keluar. Tidak ada yang mampu menggambarkan betapa menderitanya Bernard. Ia melihat muncul sebuah tulisan X di kedua lengannya. Apa lagi ini, pikir Bernard. Sambil meringis kesakitan ia berusaha membuka pintu kamarnya. Tetapi percuma rasa sakit ini membuat ia tidak kuasa untuk keluar kamarnya, ia terjatuh. 

  

Chapter XVI

Rahasia terbongkar

 

16-612ca86706310e3f5a32d4d2.jpg
16-612ca86706310e3f5a32d4d2.jpg
Sumber gambar: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fkumparan.com%2Fdukun-millennial%2F5-tempat-favorit-setan-untuk-menampakkan-wujudnya-1t8Kls2K8El&psig=AOvVaw0lPr4NeDToJYAx2NJ_vRN3&ust=1630402622920000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwiO79qaudjyAhWWwoUKHV-BACEQr4kDegUIARDXAQ

Kegelapan meliputi awan – awan yang berada di daerah di jalan STM Pembangunan. Kontrakan Bernard seketika terkoyak dan menjadi rata dengan tanah. Angin kencang menyelubungi tubuh Bernard. Hujan mulai membasahinya. Fenomena alam yang seolah membuat perasaan Bernard menjadi kalut. Sekumpulan mahkluk – mahkluk menyeramkan datang dan seakan ingin meminta pertanggungjawaban Bernard. Ia semakin tidak mengerti. Ada apa lagi dengan mahkluk – mahkluk ini. Ia lelah kehabisan tenaga dan sangat lelah. Seolah ingin menghentikan segala kelelahan ini. Dalam kegelapan dan tanpa penerangan, Bernard berusaha melihat kondisi sekitar. Seketika Seorang wanita yang mirip dengan Katie, seperti saat ia mengalami penglihatan malam itu. Wanita itu komat – kamit seolah sedang membaca mantra. Austin dan Bryan muncul, mereka seolah terbakar. Mereka meronta – ronta kesakitan. Austin berusaha menggulingkan tubuhnya ke jalan karena panas yang di rasakan. Bryan memohon kepada orang- orang yang ditemuinya di jalan untuk memadamkan api yang berkobar – kobar ditubuhnya. Tetapi seolah – olah mereka tidak perduli kepada Bryan.

Sekonyong – konyong, Rocky ayah dari kedua bocah itu muncul dan berusaha memadamkan api yang meletup – letup di tubuh kecil kedua puteranya. Dengan bermodalkan karung basah, akhirnya api berhasil dipadamkan. Rocky memeluk kedua bocahnya. Kaki dan tubuh  kedua bocahnya meninggalkan luka – luka bakar yang mengerikan. Pria kekar yang dipanggil Rho we oleh Katie di alam penglihatan itu muncul dari langit, tangannya bertahtakan tiga puluh lima bintang bermahkotakan zamrud berkepala naga. Wajahnya bengis, kakinya menendang wajah Rocky dan merebut kedua putra kandungnya. Belum puas dengan penderitaan yang dialami oleh kedua bocah itu. Rho we membakar kedua bocah itu kembali. Kobaran api menantang indah dengan penderitaan sebagai ganjarannya bagi kedua bocah malang itu. Dari kedua paha Rho we terpampang jelas tulisan X. Apakah sebenarnya maksud dari tulisan X ini. Karena tulisan inipun tertulis dikedua paha Bernard kala itu. Katie muncul dari belakang Rho we dan Melakukan salto sebelum menginjak sebuah pohon Ek disampingnya. Dengan menggunakan untaian ornamen yang terbuat dari kayu di sebelah tangan kirinya dan pisau berbentuk gergaji ditangan kanannya. Ia menerjang Rocky dan duduk di atas perut Rocky, ia menggergaji leher Rocky dengan pisau yang dipegangnya.   

            Rocky meregang nyawa ditangan Katie. Ia sengaja membiarkan Rocky dibunuh di hadapan kedua puteranya yang notabene adalah kedua puteranya juga. Tidak ada yang mampu menjelaskan kekalutan atas pembunuhan sadis malam itu. Bernard berusaha untuk membantu menyelamatkan Austin dan Bryan. Seolah itu tidak mungkin, karena ia seperti hantu di kala itu. Apapun yang disentuhnya, seolah tidak bisa dipegangnya. Kobaran api menjadi – jadi, Austin dan Bryan seketika itu juga meninggal dan menjadi gosong akibat lidah – lidah api yang menyala – nyala. Katie telah mencapai keabadian dan mendapatkan ganjanran yang sepantasnya karena telah membunuh Rocky juga. Kala itu adalah malam bulan sabit telah keluar dari tempat persembunyiannya di bentara angkasa raya dan mengintip sejenak di planet Bumi. Kapankah malam bulan punama akan berlangsung, karena malam itu adalah malam penentuan untuk meneruskan keabadian ini. Iya, seorang keturunan terakhir untuk mencapai sebuah keabadian sejati. Hanya darahnya yang diperlukan untuk mengeksekusi kemenangan atas kegelapan dan kegelapan yang telah dinubuatkan oleh para pujangga dan pakar kegelapan. Siapakah sang mempelai kegelapan itu ?      

            Keesokan harinya Bernard terbangun di atas tempat tidurnya. Padahal sepertinya ia tidak berada di tempat tidur. Bernard bangun pagi, karena ada kuliah pagi Pengantar Ekonomi Makro dan Pengantar Manajemen. Dua matakuliah berturut – turut, dijalankan walaupun sebenarnya ia agak malas untuk kuliah pagi itu. Jam dua belas lebih empat puluh lima menit akhirnya selesai juga. Bernard mulai merasa sangat lapar. Kemudian ia menuju ke warung lotek, sejenis makanan ala Yogyakarta yang bertemakan sayur – sayuran segar. Yah, sejenis gado – gadolah. Hanya bedanya lotek lebih beraneka ragam sayuran dan rasanya sangat manis. Maklumlah inikan makanan khas Jawa, jadi harus manis tentunya. Bernard berusaha bangkit dan keluar dari warung lotek yang ramai oleh mahasiswa universitas Atma Jaya maupun Sanata Dharma. Silauan mentari begitu kuat, dari kejauhan ia melihat ada Jack dan Yopie berjalan dengan tergesa – gesa, seolah ada yang ingin dikerjakan oleh mereka. Akhirnya Bernard bisa menemukan mereka. Bernard memanggil Yopie dan Jack. Mereka tidak mendengar. Bahkan Bernard merasa bahwa langkah Yopie dan Jack sangat cepat, hingga ia kehilangan mereka. Karena mereka terlanjur belok ke arah depan Radison hotel.

            Heran, perasaaan tadi panas terik. Sekarang tiba – tiba mau hujan, sungguh tidak bisa dimengerti, pikir Bernard. Awan gelap mulai menduduki kota Yogyakarta. Sang pangeran hujan bersiap untuk menangisi kota pelajar ini dengan kesejukan sesaat untuk mengobati kepenatan yang disimulasi oleh congkaknya matahari. Bernard mempercepat langkahnya untuk menuju kontrakannya. Jangan sampai hujan lebat, pikir Bernard. Sekonyong - konyong awan gelap mengagetkan lamunan segerombolan awan putih. Berbondong – bondong sekawanan penjaga langit menghembuskan nafasnya memberikan kesempatan bagi air hujan untuk membasahi dunia. Bernard telah sampai di rumah dan seketika hujan deras. Hujan lebat beserta angin menggemparkan kondisi sekitar kontrakan Bernard dan banjir semata kaki sudah memenuhi Gang Narada. Bernard berusaha masuk ke dalam kamarnya. Terdengar lembut tangisan anak – anak kecil terdengar di belakang dapur. Tangisan itu membuat Bernard merasa iba. Ia menuju ke belakang dapur dan ada dua anak kecil yang sedang menangis. Ia memeluk keduanya, mereka anak kecil yang sangat menggemaskan. Perlahan keduanya berhenti menangis, ternyata Bernard bisa menenangkan mereka. Seketika angin puting beliung muncul dan memporak porandakan seisi kontrakan Bernard. Api seketika berkobar – kobar di tengah mereka dan hampir membakar mereka.

Ketika Bernard hendak menghalau api dan menyelamatkan kedua anak itu. Sebuah fenomena alam mengejutkan pandangannya, seketika tumbuh pohon – pohon besar di sekeliling kontrakannya. Jalanan aspal didepan kontrakannya retak terbelah menjadi dua dan menjadi sebuah ladang yang sangat luas. Rumah kontrakan yang ditempatinya terkoyak dan rata menjadi tanah. Pijakan tempat Bernard berdiri, menampilkan kuburan – kuburan tua yang tulisan di nisannya nyaris pudar. Bernard bergidik ngeri, tubuhnya menggigil akibat hujan lebat dan penglihatan itu membuat ia separuh tidak percaya. Seketika muncul samudera luas tepat tiga puluh meter dari tempat Bernard berdiri. Halilintar dan kilat bersahut – sahutan. Sebuah tanda langit berbentuk X terpampang jelas di atas langit. Sepertinya akan ada sebuah peristiwa penting yang harus terjadi. Darah segar mengalir deras dikening Bernard. Seorang pria bertubuh besar telah menghujamkan sebuah panah dari kejauhan. Sepertinya anak panahnya meleset tetapi mengenai pelipis mata bagian kiri Bernard. Bernard memegang pelipisnya dan darah tetap mengalir ditemani dengan air hujan yang ikut membasahinya. Nampaknya pria besar itu adalah Rho we. Katie yang sejak tadi bertengger di sebuah pohon besar, memperhatikan mereka dari kejauhan. Ia melompat dan melakukan salto. Ketika ia berbalik. Kedua kakinya tidak menyentuh tanah sama sekali. Rambutnya berdiri, matanya yang berwarna merah menyorotkan kebencian dan menerjang Bernard. Katie menumbangkan Bernard ke tanah dan membalikkan tubuh Bernard. Ia mengikat kedua tangan Bernard dan mengikat kedua kakinya.

Rho we tersenyum puas dengan apa yang dilakukan oleh Katie. Rho we mencium Katie dan seketika Seekor ular berkepala tiga keluar dari mulutnya dan masuk ke dalam mulut Katie. Di masing – masing kepala ular bertuliskan X. Saat ular masuk sempurna ke dalam mulut Katie. Halilintar dan kilat kembali bersahut – sahutan. Gemuruh ombak memecah kesunyian, seakan mereka ingin menyemarakkan keberhasilan Rho we dan Katie. Dengan kekuatan tenaga dalamnya. Rho we hanya menggunakan telunjuk jarinya dan mengangkat tubuh Bernard ke arah sebuah tumpukkan balok kayu yang tersusun sangat rapi. Kedua anak yang Bernard tolong tadi, seketika telah muncul di Belakangnya. Mereka berlumuran darah, kedua bola matanya nyaris keluar. Kulit – kulit mereka mengerut dan perlahan mulai mengelupas, meninggalkan daging – daging mereka. Hujan berhenti, muncul bulan purnama yang memperlihatkan seekor kelinci kecil di bagian dalamnya. Tulisan X di awan tetap muncul. Salah satu anak yang mirip dengan Austin mulai membakar ujung balok kayu dengan menggunakan obor yang ia pegang di tangan kirinya.

Bernard menggeliat – geliat dan berusaha menyelamatkan dirinya. Ia tidak tahu harus meminta pertolongan pada siapa di kala itu. Dari kejauhan muncul tiga orang yang sangat familiar wajahnya. Hah, rupanya Yopie, kakaknya Yopie dan Jack. Bernard merasa masih ada harapan

“ Guys, help me. “ Teriak Bernard.

Mereka mendekat, Yopie yang terlihat paling tenang datang mendekati Bernard yang terbaring di atas balok kayu. Ia menjulurkan kedua tangannya dan berusaha mencekik Bernard.

“ Yopie, apa yang kamu lakukan. Tolong saya. “ Bernard memohon dengan sangat.

Yopie, kakaknya dan Jack yang kala itu sudah mengenakan sebuah jubah panjang berwarna hitam. Mereka mengelilingi Bernard dan menghujamkan pukulan demi pukulan ke arah Bernard. Bernard tidak mengerti, setengah tidak percaya dan berteriak,

“ kenapa kalian melakukan ini padaku ? “

Ketiga temannya itu mengeluarkan umpatan dan mantera – mantera yang tidak ia mengerti. Api menyela – nyala dengan congkaknya. Apa yang telah dinubuatkan selama ribuan tahun harus dieksekusikan malam ini, tepat di saat bulan purnama dan tanda langit X yang telah terpampang jelas di langit – langit. Apa ini, apa maksud semua ini? Kenapa Bernard yang harus mengalami ini ? Panasnya api menggeliat sempurna di sekujur tubuh Bernard, sepertinya benteng pertahanannya akan berakhir malam ini. Ia akan di eksekusi dan akan menjadi salah satu diantara mereka.

“ Panaaaaassssssss !!!!! “ Teriak Bernard

            Kulit – kulit kaki Bernard sudah mulai terkelupas. Tulisan X di langit mulai berpijar dan mengeluarkan cahaya emas di pinggir – pinggirnya. Bernard sangat lemas dan ia tidak kuasa untuk menghentikan kobaran api. Keringat mengucur deras, Bernard tidak sanggup lagi. Tepat dari kejauhan muncul Seorang gadis cantik. Gadis itu mengenakan sebuah gaun berwarna putih panjang, seperti gaun pengantin yang sangat indah. Ia mengenakan sebuah mahkota cantik bertahtakan dua puluh lima berlian dengan zamrud berkepala naga. Ia berjalan mendekat ke arah Bernard.

Gadis itu berkata kepada Bernard dengan lembut, “ sebentar lagi aku akan mencapai keabadian. “

“ Lho, Mitha. Apa yang kamu lakukan di sini. “ Tukas Bernard.

Mitha tersenyum, kemudian ia merebahkan dirinya di samping Bernard. Ia terlihat sangat siap untuk ritual selanjutnya. Entah apa yang ingin di lakukannya. Walaupun Mitha duduk diatas balok kayu itu, ia seolah terbuat dengan air, tak sejentik apipun yang mampu mengenai dirinya. Hampir dua puluh menit ia merebahkan diri. Sekonyong – konyong, tubuhnya berkilauan seperti emas. Ia bangkit dan duduk di atas tumpukkan balok kayu. Dari keningnya mengeluarkan sebuah tanda X. Kali ini tidak tanggung – tanggung tulisan X itu menggeliat – geliat dan memancarkan cahaya keemasan. Ia berubah menjadi seekor ular berkepala tiga. Ia menjadi seekor mahkluk yang sangat mengerikan. Kulit – kulitnya mengelupas. Dari kejauhan, nampak Yopie, kakaknya yang bernama Ian, Jack, Austin, Bryan, Rocky, Katie dan Rho we yang mengenakan jubah hitam panjang dan datang menghampiri Mitha. Mereka mengelilingi Mitha, berlutut dan menyembah Mitha sambil mengucapkan kata – kata sakral, “ Semoga keabadian selalu menyertaimu hai Puteri kegelapan sang mempelai Roh we da penguasa alam semesta. Roh we da adalah leluhur Rho we, yang merupakan sang penghulu maut dan berkuasa atas dunia kegelapan di atas, bawah dan yang berterbangan di atas Bumi. 

            Malam ini adalah penentuan saatnya perjumpaan sang Rho we da dengan seorang gadis perawan untuk mencapai sebuah keabadian. Mitha adalah gadis yang dinantikan selama ratusan tahun untuk dijadikan sang mempelai penghulu setan. Malam ini harus digenapi, seluruh pengikutnya telah menyanyikan suara – suara pemujaan kepada sang dewa Rho we da. Mereka sangat mengerikan, wajah mereka memperlihatkan rupa – rupa iblis yang sangat menjijikkan dari berbagai bentuk dan Bernard sendiri hampir tidak percaya bahwa Mitha adalah gadis yang di nanti – nantikan selama ini. Mitha sekonyong – konyong terbang ke udara. Awan hitam dengan lambang X merupakan sebuah simbol bahwa sang Iblis akan mencapai keabadian. Kematian Bernard harus terjadi supaya tergenapi keabadian Mitha dengan Rho we da. Bernard sangat lemah dan ia sudah tidak sanggup. Sepertinya kekuatan jahanam itu sungguh lebih kuat dan segenap ia tetap berusaha melepaskan diri.  

  

          

Chapter XVII

Siapakah yang penolongku

 

17-612ca871010190636e4777e2.jpg
17-612ca871010190636e4777e2.jpg
Sumber gambar: https://www.liputan6.com/health/read/2241937/saat-pertama-kali-aku-bercakap-cakap-dengan-malaikat-mikael

Bernard hampir putus asa. Tidak tahu harus berbuat apa. Saat tengah menggerak – gerakkan tubuhnya dan berusaha melepaskan ikatan yang mencengkram dirinya. Muncul Bapak kontrakannya. pak William, mengenakan sebuah ikatan yang terbuat dari tenunan kain masyarakat timur dan di kepalanya terdapat seekor burung cendrawasih. Ia mengucapkan mantra – mantra untuk menyelamatkan Bernard. Yang tidak terduga, kakaknya Bernard juga ikut berjalan di belakang pak William. Dengan satu kalimat pamungkas

“ Amiro, amaca diosesa ajaka, ajiana soarew piatonakalazar. Dearai duapo anikaalakarana. “

Mahkluk – mahkluk astral itu kepanasan dan dari tubuh Katie, Rho we dan Rho we da. Seketika hancur dan mengeluarkan darah. Tubuh mereka hancur lebur menjadi debu dan memuai dengan sendirinya. Dari kejauhan Bernard melihat Austin, Bryan dan Rocky terbang dan masuk ke dalam kuburan tua yang berada di belakang kontrakan Bernard. Mitha akhirnya sadar dan kembali dalam kehidupan normal bersama dengan Bernard.

            Malam itu, Bernard telah mengembalikan arwah Austin, Bryan dan Rocky, ayah mereka ke dalam alam kubur. Sehingga mereka bisa beristirahat dengan tenang selamanya. Seketika kontrakan Bernard kembali berdiri dengan tegak. Dan pak William menjelaskan sebenarnya ia telah mengetahui kejadian apa yang sebenarnya terjadi di kontrakan itu. Apalagi dibantu oleh kakaknya Bernard. Karena kakaknya sudah curiga dengan perilaku adiknya itu. Dan berusaha ikut memecahkan masalah adiknya. Pak William merasa bertanggung jawab karena sudah berbohong pada Bernard. Karena ia tidak ingin menakuti Bernard dengan cerita yang sebenarnya. Tahun 818 tepat di bulan Januari. Sebenarnya pernah terjadi pembunuhan terhadap Seorang pria dan kedua puteranya yang dicurigai terlibat dengan sihir.

Di belakang kontrakan itulah Ketiga orang itu dikubur. Lambang X merupakan sebuah lambang keabadian dan menurut tanggalan Jawa. Tanggal dan hari lahir Bernard, bertepatan dengan kepercayaan iblis kuno bahwa Bernard adalah orang yang tepat untuk dikorbankan supaya kegelapan mampu dimenangkan oleh sang penghulu iblis. Dalam darah Bernard terdapat sebuah kromosom yang cocok dengan angka 666. Darahnya harus dipersembahkan kepada dewa Rho we da dan dewa Goh pa. Apabila keduanya di satukan maka tidak ada satu kekuatanpun yang mampu mengalahkan mereka. Sehingga upaya Mitha untuk menjadi mempelai iblis sangat sempurna. Dan yang tidak masuk akal, ternyata Mitha adalah keturunan terakhir dari Katie yang telah dinubuatkan oleh para pujangga dan nabi ratusan tahun lalu untuk dinikahkan dengan Rho we da untuk mencapai sebuah keabadian. Tidak heran, Bernard mengira Mitha pasti memiliki darah Caucasian white karena kulitnya yang putih dan wajahnya yang terlihat sangat bule. Arwah - arwah yang menampakkan diri pada Bernard di masa kini merupakan arwah Rho we dan Katie. Arwah – arwah itu masih menuntut pembalasan karena masih berharap mendapatkan keabadian. Mereka masih merongrong Bernard dan ingin membinasakan Bernard secepatnya. Bernard masih terlindungi karena memiliki “ pegangan “ yang membuatnya terhindar dari segala hal – hal buruk.

     

====== S E K I A N ======

 IG: bwu16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun