Bernard sudah berada di kampus untuk mengikuti kegiatan ospek hari kedua. Bernard merasa tenaganya cukup terkuras untuk mengikuti kegiatan ospek ini. Ia berharap untuk mengikuti perkuliahan saja, daripada harus menghadapi ospek dan menghadapi panitia ospek yang meminta hal yang aneh – aneh. Bernard hari itu merasa tidak terlalu enak badan. Selepas dari kampus ia kembali ke kontrakan untuk beristirahat. Ia berusaha membuka pintu kontrakan ternyata tidak ada orang, sehingga ia mengambil kunci dari dari dalam tas biru, yang sengaja diduplikatkan oleh teman – teman kontrakannya. Ia merasakan ada keharuman yang aneh ketika ia membuka pintu utama kontrakan. Seketika bulu kuduknya merinding. Ia merasakan seperti ada yang baru saja lewat. Mana mungkin, sore hari seperti ini ada mahkluk – mahkluk halus berkeliaran. Ada – ada saja pikirnya. Bernard berjalan maju dan menyusuri lorong untuk menuju kamarnya. Ia membuang tasnya di samping kasur tempat ia membaringkan dirinya di kala malam. Tidak seperti biasanya, Bernard merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam kamarnya. Tetapi ia tidak mengerti. Dalam kondisi yang kelelahan Bernard menyandarkan dirinya ke dinding kamarnya tepat di samping meja belajar kecil yang ia beli dari toko merah di samping Universitas Negeri Yogyakarta. Sekelebat sebuah bayangan melewati dirinya, ia berusaha mencari arah munculnya bayangan itu tetapi sia – sia saja. Bayangan itu sepertinya hilang ditelan bumi.
Dalam ketakutannya Bernard tertidur dengan dilengkapi pakaian hitam putih yang ia pakai setelah kegiatan ospek hari kedua. Bernard tertidur sangat lelap dan baru terbangun sekitar pukul 19.00 wib. Ia terbangun dan segera mengganti bajunya dan meluncur ke kamar mandi untuk segera mandi. Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, ia keluar membeli makan malam di sebuah warung nasi kucing yang berdiri tepat di depan kontrakannya. Warung nasi kucing itu adalah warung yang biasa dikunjungi mahasiswa – mahasiswa yang memiliki kos atau kontrakan dekat dengan kampus. Setelah menikmati dua bungkus nasi kucing dan dua tahu goreng isi sayuran, Bernard masuk ke dalam kontrakannya dan menyusuri lorong dan masuk ke dalam kamar. Walaupun sudah tidur cukup lama, Bernard tetap saja mengantuk dan akhirnya setelah membaca beberapa lembar buku mengenai psikologi, akhirnya ia menyerah juga pada bujukan malaikat tidur. Bernard menutup gorden kamarnya, membantingkan dirinya di atas kasur dan memejamkan kedua kelopak matanya. Di kala ia mempersiapkan tidurnya, justru ia tidak bisa tidur. Ia membalik – balikkan tubuhnya dan hampir tertidur, seketika ia menyadari ada dua orang anak kecil sedang berlari – lari di dalam kamarnya. Bernard merasa sudah mengunci pintu kamarnya, bagaimana mungkin kedua anak ini bisa masuk, pikirnya.
Ia bangun dari kasurnya, kemudian terduduk dan melihat sekitar, ternyata kamarnya lengang tidak ada siapa – siapa. Dengan bertumpu pada kedua kakinya, ia bangkit dan memeriksa pintu kamarnya, ternyata memang sudah terkunci. Ia kembali membantingkan diri di atas kasurnya yang jauh dari empuk itu dan memang kepalanya sudah terasa pusing. Memang Bernard selalu merasa pusing jika bangun secara tiba – tiba dari kasur karena kemungkinan karena kekurangan darah. Bernard mulai merasakan desiran angin yang sangat kuat di dalam kamarnya. Ia tidak mengerti darimana arahnya. Ia merasa ada sepasang mata yang sedang menatapnya tajam. Ia mencoba membuka matanya perlahan dan melihat ke seantero ruangan kamarnya. Ia bergidik ngeri karena melihat sesosok pria tinggi besar mengenakan jubah hitam dan dari matanya menyorotkan kilauan mata merah dan penuh kebencian.
Keadaan yang memaksa
Kegelapan yang menyasar
Mungkinkah karena kehadiranku.
Chapter VI
Teror – teror malam hariKejadian semalam membuat Bernard ngeri untuk kembali ke kontrakannya. Ia belum sempat menceritakan kejadian aneh yang ia alami semalam, kepada siapapun. Ia juga jarang sekali berkomunikasi dengan teman – teman kontrakannya, dikarenakan mereka masing – masing sibuk dengan urusan kampus masing – masing. Hari ketiga kegiatan ospek merupakan hari yang ditunggu – tunggu Bernard, hari terakhir penyiksaan bagi dirinya, karena harus bangun pagi hari. Ia membenci bangun pagi hari, makanya ia memilih jadwal kuliah yang agak siang, supaya memantapkan semangat tidurnya sampai siang hari. Bernard telah merampungkan kegiatan ospeknya dan berencana untuk menghabiskan waktu bersama dengan teman – temannya di Malioboro Mall, daripada kembali ke kontrakannya dan mengalami hal yang mengerikan.
Sebelumnya mereka mendapatkan informasi dari panitia ospek untuk mendaftarkan diri mereka segera ke perpusakaan kampus. Untuk kepentingan mereka sendiri dalam menjalankan kegiatan perkuliahan mereka. Akhirnya segerombolan mahasiswa baru itu yang terdiri dari Bernard dan beberapa temannya berjalan melewati sebuah lapangan sepak bola dan menyusuri jalan setapak untuk menuju perpustakaan kampus yang terletak dekat dengan lembaga Realino. Dengan bermodalkan kartu tanda penduduk, petugas perpustakaan mencatat masing – masing nama mahasiswa baru dan memberikan kartu perpustakaan beserta free layanan internet bagi mereka. Mereka kemudian menuju ke arah jalan depan yang disebut jalan Gejayan. Mereka menaiki bis kecil yang disebut jalur tiga. Bis ini yang akan mngantarkan mereka ke Malioboro Mall. Mereka membicarakan banyak hal mulai dari tiga hari ospek yang melelahkan dan juga menceritakan alasan mereka memilih kuliah di Yogyakarta. Pembicaraan mereka terhenti ketika kawasan Malioboro Mall terlihat di depan mereka. Satu persatu dari Bernard dan teman – temannya meluncur turun dan berjalan.
Mereka menyaksikan berbagai jualan ornamen menarik khas Yogyakarta dan kaki lima yang menjajakan makanan khas Yogyakarta yang menggugah selera. Sungguh indah kota ini, pikir Bernard. Mereka terus menyusuri hiruk pikuknya para pejalan kaki dan penjual aneka barang – barang dan menghentikan kaki mereka di depan Malioboro Mall. Mereka memasuki mall dan Bernard berusaha mencari dompet yang ia letakkan ke dalam tasnya. Ketika ia meraba bagian dalam tasnya. Ia menyentuh sebuah benda yang asing di dalam tasnya. Ia mengingat betul bahwa ia tidak meletakkan barang itu di dalam tasnya. Ia menarik barang itu dari dalam tasnya. Apa ini, sebuah kain putih. Iya, kain itu seperti kain kafan dan ada bercak darah di kain tersebut. Sekejap ia melemparkan tas itu ke samping kanannya yang kebetulan ada tempat sampah yang berdiri kaku di sana. Ia ngeri dengan apa yang baru saja dilihatnya. Teman – temannya bertanya pada Bernard, apakah ada yang mengganggunya. Bernard menjawab, “ tidak, tidak ada apa – apa. “Â
Bernard tidak habis pikir darimana barang setan itu ada di dalam tasnya. Orang gila siapa yang lancang memasukkan barang itu. Apakah teman – teman kontrakannya ? Atau apakah teman – teman kampusnya ? Tidak, tidak mungkin. Teman kontrakanya hampir tidak pernah ada di kontrakan. Begitupula dengan teman – teman kampusnya. Lagipula, tas Bernard selalu diselempangkan di lengan kanannya sepanjang hari ini dan tidak pernah jauh dari jangkauannya. Mereka menaiki tangga jalan dan melewati café excelso dan menuju food court lantai empat. Mereka memesan beberapa makanan siap saji dan diantaranya mereka tidak perduli memesan beberapa junk food dan memuaskan cacing – cacing pita yang berteriak kelaparan di dalam usus – usus mereka. Tawa renyah dan kegembiraan dirasakan sekumpulan anak – anak yang masih bau kencur ini. Mereka mengobrol penuh keseriusan. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Kemudian mereka mengitari seantero Malioboro Mall dan beberapa teman Bernard merasa tertarik untuk menuju toko kaset dan compact disc. Satu dari mereka membeli kaset Andien yang kala itu cukup populer di tahun – tahun itu. Kemudian mereka keluar dari Mall Malioboro dan menaiki jalur tiga untuk kembali ke kosan dan kontrakan masing – masing.