Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hakim dalam Senyap

2 Oktober 2018   16:24 Diperbarui: 2 Oktober 2018   16:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Sebentar, aku tidak pernah mengetahui kalau orang tuaku mempunyai anak bernama Rohman." Rina memotong cerita Rozi.

" Kamu tidak akan mendengarkan cerita tentangnya, karena Rohman aib bagi keluargamu. Bahkan ayahmu merantaupun karena malu dengan tingkah Rohman. Ayahmu orang yang sangat baik." Rozi menarik napasnya dalam-dalam. " baik, aku akan melanjutkan ceritanya. Malam itu Rohman berjanji kepada Kakakku akan menerima cintanya dan akan menikahinya, namun dengan satu syarat. Kakakku harus mampu membuktikan seberapa besar cintanya dengan tidur dengannya. Maka semua terjadi saat itu juga. Sebuah benih tertanam dalam rahim kakakku." Rozi tatapannya semakin kosong. " Di lain sisi, kakakku ketrima kuliah di kedokteran dan Rohman diterima di Akademi militer. Sampai saat aku menjemput kakakku, Rohman masih berdiri di sini dan ikut menyampaikan salam perpisahan dengan kakakku layaknya sepasang kekasih." Rozi kembali terdiam beberapa saat. "Semua petaka terjadi di bulan ketujuh kakakku di kota, saat dia selesai perkaderan di Fakultas kedokteran dan perutnya mulai tumbuh membesar. Ibuku mulai curiga dengan perubahan fisik kakakku, namun dia semakin hari semakin tertutup." Rozi menghampiri Rina. "maka ibu memanggilku untuk menghadap. Dia menanyaiku tentang lelaki yang dekat dengan kakakku. Akupun menyebutkan nama Rohman. Ibu tidak ingin menambah masalah kakakku dengan memarahinya. Ibu memilih untuk pergi ke desa dan mendatangi Rohman dan menyuruhku untuk tetap tinggal di kota mendampingi kakakku." Rozi berdiri sambil memegang pipi Rina. " Di desa itulah tragedi tragis keluarga kita terjadi. Rohman tidak mau mengakui kalau dia telah meniduri Kakakku. Rohman di depan ibuku bilang kalau kakakku yang keturunan pelacur yang telah mencemarkan nama baik keluarganya pantas untuk mengalami hal itu. Maka dengan sigap, ibuku langsung membabat habis Rohman dengan samurai yang telah dia persiapkan. Ayahmu yang hendak melerainyapun berakhir dengan terpotongnya salah satu jari tangannya. Kamu dapat mengecek kebenaran ceritaku dengan menghitung jumlah jari orang yang kamu panggil Ayah. Selesai membunuh Rohman, Ibuku kemudian mengakhiri hidupnya di sini. Di Rumah ini." Rozi menangis kembali. 

Tubuh Rina bergetar, dia merasa tidak mampu mendengarkan cerita ini lebih lanjut. Agni menghampirinya dan memeluknya.

" Kakakku merasa sangat terpukul dengan tragedi yang terjadi pada masa itu. Dia merasa bahwa kematian ibu dan Rohman adalah kesalahan dia seorang. Entah berapa kali aku harus menggagalkan Kakakku bunuh diri. Gagal dengan cara satu dia mencoba cara lain. Sampai pada bulan ke delapan kehamilannya, dia mulai tampak linglung. Dia kehilangan kewarasannya. Sejak bangun sampai tidur lagi dia hanya duduk di jendela kamar rumah kami di kota. Kakek dan nenekku yang saat itu masih hidup sangat prihatin mengetahui kondisi kakakku. Mereka kemudian mendatangkan ahli kejiwaan untuk melakukan pengobatan Rumah dan mengirimkan surat permohonan cuti ke kampusnya. Tidak ada yang tahu kalau kakakku pernah gila, kecuali aku dan istriku. Sejak saat itu pula kakakku kehilangan sebagian ingatannya." Rozi merebahkan badannya.

" Diakah Dokter Sinta?" Rina penasaran.

" Betul, dia dokter Sinta. Dialah wanita yang melahirkanmu saat kesadarannya masih belum sempurna." 

Rina menangis, dia merasa bersalah karena selama ini telah merasa jijik dengan keluarga yang melahirkannya. " Bagaimana ceritanya aku bisa jatuh ke tangan kedua orang tua itu?"

" Ayahmu prihatin dengan kondisi kakakku, dia meminta untuk membesarkanmu di Rumahnya dan menjadikanmu sebagai anak. Di desa dia memberitahukan bahwa kamu adalah anak dari kerabatnya yang di kota. Tidak seorangpun diijinkannya untuk menceritakan asal-usulmu demi ketenangan dan kebaikan masa depanmu. Namun dia mengetahui kalau Robiah atau Sintalah dokter yang merawatmu. Dia sempat bertemu dengan Robiah dan kemudian meminta untuk bertemu denganku. Mengetahui tingkah ibumu yang menganiayamu, Ayahmu memintaku untuk menceritakan semua ini dan membawamu ke kota. Sebelum balik ke Malaysia, dia menitipkan sebuah surat untukmu." Rozi merogoh sakunya dan mengambil sebuah kertas yang kemudian disodorkan kepada Rina. 

Rina membaca surat itu dengan hati-hati.

" Aku tahu, kamu berencana untuk bunuh diri sebagaimana Nenekmu dulu mengakhiri hidupnya. Ketahuilah aku adalah Kakekmu dan sahabat dekat Nenekmu sekaligus kakak iparnya. Aku menemukan diri Zaid kakekmu yang penuh keberanian dan kecerobohan serta rasa putus asa Laila Nenekmu. Kami bertiga dulu bersahabat dekat, bahkan sampai hari kematian Laila. Aku tidak ingin, kau penghubung alamiku dengan kedua orang sahabatku mengakhiri hidupnya dengan cara bodoh. Kembalilah kamu pada keluarga kecilnya dan kelak saat ada kesempatan aku akan menemuimu. - Yudi kakekmu-"

Rina terdiam tanpa suara sambil membayangkan Dokter Sinta yang sangat antusias mengobati luka memar di mukanya dan Rozi yang berlari tergopoh-gopoh untuk naik panggung saat nama wali nya dipanggil untuk menerima penghargaan atas prestasinya saat SMP. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun