" Sudah kami bilang, kami mahasiswa S3 di kampus itu." Bentak Dwi.
" Kami tetap harus menggeledah ruangan ini walaupun, kalian mahasiswa." Kata polisi yang berbaju preman itu.
Beberapa anggota kepolisian mulai melakukan penggeledahan. Mereka buka satu persatu lemari dan laci di seluruh ruangan.Â
"Jangan sampai kalian merusak karya seni kami." Bentak Dwi.
Sika pandangannya mulai kabur. Ingatannya kembali menguat dan memunculkan wujudnya kembali. Sebuah gambaran tentang tiga orang anak berseragam SMP yang mandi di sungai tampak sedang tertawa bahagia.Â
Tiba-tiba, enam orang anak laki-laki yang berseragam SMA masuk ke sungai dan menyeret mereka keluar. Ketiga anak perempuan berseragam itu meronta-ronta meminta tolong, namun tidak seorangpun menanggapinya. Gambaran itu tiba-tiba terhenti saat Rembayung memegang tangannya.
"Atas dasar apa dilakukan penggerbekan di sini?" Rembayung berdiri. Dia berjalan meninggalkan teman-temannya yang masih berjongkok. " Aku membutuhkan surat ijin penggeledahan kalian."
Rembayung terdiam cukup lama saat membaca surat itu. "Bahkan sekarang akupun bingung, bukti macam apa yang dapat dijadikan dasar untuk memperkuat dugaanmu." Rembayung lesu dan kembali ke sisi Sika.
" Buka saja google dan cari berita tentang kalian! Jika kalian ingin mengetahui alasan kami kesini." Perintah salah satu polisi.
Sika ingat betul dengan bau kandang itu. Kandang tempat ketiga anak bersereragam SMP itu diikat layaknya kambing yang hendak di sembelih. Padahal kambing yang ada di kandang itupun di ikat dengan sangat manusiawi. Begitu hujan mulai turun beberapa jam setelahnya, ketiga anak perempuan berseragam SMP itu bersimbah Peluh dan Air Mata. Tiba-tiba Sika tidak sadarkan diri.Â
Rembayung memeluknya erat sambil tetap memperhatikan kolam. Dia tidak ingin membiarkan Sika terbangun tanpa mengetahui keberadaannya. Dia ingin, dirinyalah orang pertama yang dilihat Sika saat terbangun.Â