Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Bekas

24 Januari 2018   08:24 Diperbarui: 25 Januari 2018   02:19 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hei, Jangan kau terlalu mengingat masa -- masa itu!" Dwi memegang pundak Sika. 

"Aku tidak mengingatnya, aku hanya menyaksikan bagaimana mereka dengan aman beraktifitas di sini. Beruntung, waktu itu kamu menememukan kami kak." Sika meneteskan air mata.

"Sekarang bukan waktunya untuk mengenang masa -- masa itu. Sekarang waktunya untuk merayakan keberhasilan kita. Bukan hanya Instagram kita yang followernya sampai pada angka yang fantastis, tetapi Youtube yang aku kelola subcribernya sudah sampai sembilan ratus  lima puluh ribu ." 

"Serius Kak?"

Dwi membuka tangannya mengajak Sika berpelukan. Sika menyambutnya sambil tersenyum.

Rembayung dengan telaten menata lilin melingkari ruang tamu mereka. Sebuah meja kecil tempat makanan ditaruhnya di tengah tengah lingkaran. Rembayung ingin membuat sebuah nuansa makan malam di tengah lilin yang mengelilinya.

Sinta menyiapkan makanannya. Beberapa bahan yang telah mereka beli dari supermarket terdekat telah dia taruh berjajar di hadapannya. Tidak lupa juga, sebuah buku resep masakan yang berukuran besar dia taruh di sisi kanannya. Beberapa kali, tampak dia membolak-balikkan buku itu.

Sika dan Dwi keluar dari kamar. Sika berjalan ke dapur membantu Sinta dan Dwi mencoba melakukan setting alat-alat musik yang akan mereka gunakan. Rembayung membantu Dwi setelah selesai menyiapkan bagiannya. Dia memastikan dinding ruangannya kedap suara. Mengetuk-ngetuknya dan kemudaian menekannya dengan tangan di beberapa titik yang mungkin bocor. Sebuah wallpaper besar yang berisi lukisan mereka berempat di pasang untuk menutupi warna cat temboknya yang berwarna abu-abu.

Pesta dimulai setelah jam menunjukkan pukul 08.00 malam. Saat itulah, beberapa teman komunitasnya datang. Mereka datang membawa snack, wine dan makanan ringan lain yang dapat dimanfaatkan untuk memeriahkan pesta. Mereka yang hadirpun tidak banyak, hanya sekitar enam orang saja.

Dwi mengiringi pesta dengan suara gitarnya yang beraliran flok. Rembayung membantu dan mengikuti musik Dwi. Sika dan Sinta duduk di tengah keenam tamu undangannya. Sebagai tuan Rumah, dia menceritakan tentang segala aktifitas bersama mereka di galeri kecil itu.

"Galeri", begitulah mereka menyebut kamar kecil itu. Sesuatu yang harusnya mudah dikunjungi orang karena menjadi tempat mereka memamerkan produk-produk seninya. Namun apapun kondisinya, kamar kecil itu merupakan satu-satunya tempat mereka memproduksi karyanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun