Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Putik

15 Januari 2018   10:45 Diperbarui: 30 Januari 2018   22:12 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekolah terasa mencekam siang itu. Kepala sekolah membuat Apel dadakan. Mungkin dia merasa dilecehkan oleh gengnya Yani yang ternyata berhasil membuat seluruh jendela sekolah tidak lagi berkaca. Sebuah gerakan berani menurutku. Namun tetap saja merupakan sebuah tindakan diluar aturan.

Kepala sekolah berpidato dengan menggebu-gebu dengan poin utama bahwa dia akan memberikan hukuman yang setimpal pada Yani. Bahwa dia akan segera menemukan persembunyian Yani dan teman-temannya sehingga dapat menyeretnya kehadapan seluruh siswa pada apel pagi sebelum masuk kelas.

Semua siswa terdiam tanpa jawab. Mungkin mereka berpikiran sepertiku yang sudah mulai muak dengan tingkah para guru. Mungkin juga mereka tidak lagi peduli dengan apa yang baru saja terjadi. Aku benar-benar kaget saat teman yang berdiri di sampingku memberikan padaku selembar kertas yang bertuliskan, " Seluruh kelas tiga, nanti sore ngumpul di rumah Mail. - Yani -" 

Sebenarnya aku tidak ingin terlibat dalam masalah ini. Aku orang yang tidak suka mencampuri urusan seseorang. Aku juga tidak suka gerakan dengan menggunakan kekerasan, termasuk tindakan kepala sekolah memukuli Yani. 

Walaupun demikian, aku tetap datang dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Yani itu. Aku merasa punya tanggung jawab dan rasa empati yang tinggi pada apa yang menimpa nya.

Rumah Mail telah penuh oleh semua anak kelas tiga. Mereka bergerombol dan saling berbisik. Nampaknya akulah orang terakhir yang menghadiri pertemuan sore itu. 

" Saya sangat bahagia, kalian semua datang lengkap. Aku sangat berterimasih atas kepedulian kalian semua pada apa yang menimpaku pagi tadi. Namun itu bukan menjadi penyebab utama aku mengumpulkan kalian di sini. Aku mengumpulkan kalian di sini hanya untuk mengajak kalian bersama-sama kami menghentikan kekerasan yang ada di sekolah kita tercinta."

Untuk pertama kalinya aku mendengarkan Yani berpidato. Yani yang pemalu itu kini telah berani tampil di depan banyak orang dan memberikan sebuah perintah, yang pasti bakal dijalankan oleh semua orang yang mendengar perintahnya. Yani selalu hebat dalam mempengaruhi orang. Bahkan disaat paling genting seperti di tengah-tengah dua buah kelompok yang hendak tawuran, Yani pun masih dapat tampil untuk mendamaikannya.

 

***   

" Bagaimana keadaanmu Yan?" Tangisku saat menyambutnya bangun dari koma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun