Belakangan ini banyak sekali ajang obral buku digelar di berbagai penjuru kota. Alhasil banyak kutu buku yang mengaku kalap dan habis-habisan menguras isi dompet. Saking tak terkendalinya, ‘kalaper buku’ itu tak memikirkan waktu untuk membacanya. Akhirnya buku yang diborong menumpuk di sudut kamar. Dari puluhan buku yang dibeli, tak sampai sepuluh yang dibaca hingga datang acara obral buku berikutnya.
Tumpukan buku itu kemudian disusutkan dengan menghibahkannya ke teman, saudara maupun kegiatan literasi di masyarakat. Sayangnya, tidak melulu buku yang dibeli bertemu jodoh yang pas, karena jenis buku dan target hibah tidak nyambung.
Saya termasuk orang seperti di atas beberapa tahun silam. Tapi saya kemudian menyeting diri saya sendiri setiap ada ajang obral buku, kalaplah tapi harus terkendali. Jadi saya hanya memberi buku-buku sesuai selera pribadi saya. Setidaknya lima judul. Tapi saya akan membeli buku anak-anak jauh lebih banyak sesuai budget di dompet. Buat apa?
Sejak beberapa tahun terakhir ini, saya kerap mengikuti kegiatan dinas dari kantor dan ajang blogger hingga ke luar kota, bahkan luar pulau. Menurut saya, hal paling cocok untuk dihadiahkan kepada masyarakat setempat adalah buku bacaan anak-anak. Saya menambah amunisi buku untuk kegiatan pribadi saya dengan menyambangi event obral buku yang supermurah.
Tema buku anak-anak relatif abadi, sehingga tidak ada masalah jika saya mengumpulkan buku dari ajang buku murah, yang notabene bukunya sudah terbit lebih dari dua tahun. Buku anak karya penulis lokal dan bertema lokal merupakan prioritas. Barulah jika terbatas jumahnya saya pilihkan buku terjemahan. Itu pun lebih kepada jenis buku-buku pengetahuan.
Ke Papua Barat
Kebetulan juga saya dan Raiyani berada di satu group Whattss App mantan peserta bootcamp tambang. Tiba-tiba salah seorang anggota menitipkan uang kepada saya untuk membeli buku obral. Uang tersebut sebenarnya milik bersama group. Tak ada satu pun yang keberatan dengan usulan itu. Senang rasanya ketika saya membelanjakan uang itu untuk memborong buku anak-anak.
Coba sekarang tutup mata Anda. Bayangkan di sebuah tempat yang jauh dari Indonesia, di sebuah perpustakaan, anak-anak masuk ke dalamnya lalu menemukan buku-buku yang Anda donasikan kepada mereka. Anak-anak itu tersenyum ceria lalu berusaha membaca buku-buku cerita yang sangat menarik itu.
Keren, kan?
Sementara itu penulis dan pegiat literasi Ida Mulyani Robit melakukan aksi borong buku murah tiga bulan lalu. “Motivasi saya berbagi rezeki berupa buku yang layak dibaca untuk menambah ilmu atau wawasan di tempat yang membutuhkan seperti taman bacaan. Kalau dibeli untuk sendiri, tidak mungkin dibaca dalam waktu singkat. Mubazir informasi yang ada di dalam isi buku, kalau tidak disebarkan,” jelasnya.
Sedangkan penulis Syifa Kalimatussa’adah setiap ada buku murah selalu tak tahan untuk memborong. “Soalnya bisa saya bagikan kepada yang membutuhkan. Nggak jauh-jauh sih. Kebetulan di dekat rumah saya ada madrasah,” ungkapnya.
Saya menuliskan ini tanpa maksud pamer kebaikan. Sungguh bukan. Tapi saya ingin mengetuk hati Anda, yang mungkin kalap nggak jelas di tempat obral buku agar lebih membuka mata hati. Cobalah lihat ajang tersebut sebagai ladang amal untuk kita berbagi dengan anak-anak yang tidak mampu nun jauh dari keriuhan literasi Indonesia. Yang masih sulit menjangkau buku bacaan yang menarik. Jika Anda tidak ada waktu memborong sendiri, InsyaAllah banyak pegiat literasi yang tak keberatan dititipkan uang untuk membelanjakannya dan mengirimnya langsung ke daerah yang diinginkan.
Kita tidak ingin selalu direndahkan bangsa lain karena minat baca masyarakatnya yang masih rendah, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H