[caption id="attachment_383280" align="aligncenter" width="451" caption="Selamat Hari Raya Galungan. (foto: Benny Rhamdani)"][/caption]
Selama beberapa hari lalu, saya berada di Bali mengikuti sebuah agenda workshop penulisan bacaan anak. Teman-teman dari Bali menceritakan bahwa mereka juga harus bersiap merayakan Hari Galungan yang jatuh Rabu (17/12) ini. Sayangnya, saya harus kembali ke Bandung hari Selasa. Tapi saya sempatkan melihat beberapa persiapan di sudut Bali.
Hari Raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 6 bulan Bali (210 hari), yaitu pada hari Buddha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Ada beberapa rangkaian upacara sebelum Hari Raya Galungan tiba. Misalnya, Tumpek Wariga yang jatuh 25 hari sebelum Galungan. Pada hari Tumpek Wariga Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan.
Pada hari Tumpek Wariga ini semua pepohonan akan disirati tirta wangsuhpada/air suci yang dimohonkan di sebuah Pura/Merajan dan diberi banten berupa bubuh tadi disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh dan diisi sasat. Setelah selesai kemudian pemilik pohon akan menggetok atau mengelus batang pohon sambil bermonolog:
“Dadong- Dadong I Pekak anak kija
I Pekak ye gelem
I Pekak gelem apa dong?
I Pekak gelem nged
Nged, nged, nged”
Si pemilik pohon berharap nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah, sehingga dapat digunakan untuk upacara Hari Raya Galungan. Peringatan hari ini merupakan wujud Cinta Kasih manusia terhadap tumbuh-tumbuhan.