Mohon tunggu...
Benni Indo
Benni Indo Mohon Tunggu... Wartawan -

Orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Yana, Pejuang Pancasila yang Menjaga Buku-buku Kiri

19 Mei 2016   17:40 Diperbarui: 9 Januari 2019   20:42 2974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian depan toko buku milik Yana. Dokumentasi penulis

Di tengah pembicaraannya, beberapa orang singgah di toko. Mereka mencari buku, tapi dari sekitar empat orang yang datang, tidak satu pun yang dapat menemukan buku yang dicari. Tapi Yana terlihat tidak begitu kecewa.

“Kalau buku anak-anak di samping itu, Bu. Biasanya jualan buku bacaan untuk anak,” kata Yana sambil menggunakan jempolnya menunjuk toko di sebelah.

Ia kembali duduk dan melanjutkan cerita. Pasca Soeharto lengser pada 1998, BP7 dibubarkan, Yana pun pensiun dini dari pekerjaannya. Ia lantas memilih berjualan buku di kemudian hari hingga akhirnya bertemu denganku. Yana menyimpan beberapa buku yang sangat langka.

“Inilah beberapa buku yang menjadi propaganda pemerintah terhadap Komunis,” katanya sembari menyodorkan padaku koleksi bukunya yang berjudul Siapa Menabur Angin (G30S-PKI dan Peran Bung Karno).

Bersama buku-buku itu, Yana semakin banyak mengenal ilmu. Ia pun menyadari kalau kebencian yang ditanamkan padanya terhadap PKI dan komunis sangat bermuatan politik. Kepentingan. Tidak berbicara tentang kemanusiaan. Tidak berbicara lagi tentang persahabatan, apalagi ramah tamah. Semuanya tentang pengaruh kekuasaan.

Yana dan buku propganda itu.
Yana dan buku propganda itu.
Aku sangat mengapresiasai Yana. Ia tidak memiliki rasa minder meskipun buku-buku yang ia jual beraliran kiri. Yana yang bersahaja mengajarkan padaku, kalau tidak yang absolute di dunia ini kecuali kematian.

Yana mengerti. Semuanya adalah tentang kepentingan segelintir orang. Kebencian diciptakan hanya untuk alat kekuasaan. Baginya, menjaga nilai Pancasila itu juga berarti menjaga buku-buku yang kaya akan ilmu.

“Kalau TNI mau menyita buku-buku itu, ya silakan,” tegasnya.

Sementara kehidupan sendiri bukanlah untuk Komunis, Kapitalis, atau sebagainya. Kehidupan di dunia ini adalah untuk makhluk hidup. Bagaimana menjaga, bagaimana menyayangi dan bagaimana melindungi.

Mereka semestinya berkaca. Semestinya instropeksi diri. Di tengah keniscayaan terbukanya informasi pada era ini, orang semakin paham. Informasi tidak hanya di buku, tapi juga internet. Maka, penyitaan buku-buku adalah tindakan yang sangat mencederai akal sehat.

Dilatih militer bukan untuk takut pada kebenaran. Bisakah kita hidup saling membenci karena dipaksa membenci? Dilatih disiplin bukan untuk menghilangkan suara nurani!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun