Mengenai batu itu, bisa pula kita baca pada buku De Ontwikkling Van Het Eiland Billiton-Maatschappij karangan Door JC Mollema yang diterbitkan S Gravenhage, Martinus Nijhoff (1992). Di situ dituliskan mengenai seorang Belanda bernama Ir N Wing Easton dari Akademi Amsterdam yang menamakan bebatuan meteor itu dengan istilah billitonite, yang artinya ”batu dari Pulau Belitung”. Batu itu biasanya ditemukan secara tidak sengaja oleh penambang pada kedalaman 50 meter dari atas permukaan tanah.
Dari Aidit hingga Andrea Hirata
ORANG ternama bisa berasal dari mana saja, juga dari kepulauan Bangka Belitung. Beberapa dari mereka antara lain Achmad Aidit (yang lebih dikenal sebagai Dipa Nusantara Aidit), Sobron Aidit, Yusril Ihza Mahendra, dan Andrea Hirata.
Apa yang membuat Belitung melahirkan orang-orang seperti mereka? Semangat belajar yang tinggi. Itu setidaknya diungkapkan Edi Handoko alias Hans (23), pemuda yang tinggal di Pasar Gantong yang letaknya bersebelahan dengan PN Timah di Belitung Timur. Dia bercerita, untuk bersekolah di SMAN 1 Manggar yang jaraknya sekitar 18 km dari Gantong, setiap hari dia harus menempuh perjalanan selama 40 menit dengan mobil sayuran, buah-buah, atau barang lainnya. Hal itu dia lakukan dengan suka cita. Banyak juga kawannya yang rumahnya lebih jauh lagi.
Jadi, ketika membaca Laskar Pelangi, dia tak tergetar lagi pada tokoh Lintang yang harus bersepeda pergi pulang dari rumah ke sekolah sepanjang 80 km.
”Itu biasa di sini,” ujarnya.
Menurutnya, memang tidak semua anak mempunyai kemauan belajar tinggi. Tapi, kecenderungan belajar untuk menuntut ilmu pengetahuan anak Belitung membanggakan. Indikasinya, tambah dia, hampir dapat dipastikan, lulusan SMAN 1 Manggar, sekolah paling favorit di Belitung Timur, bisa diterima di universitas negeri favorit di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, atau Semarang.
Hans yang pernah kuliah di Univesitas Bina Nusantara Jakarta bisa diambil sebagai contoh. Dia menguasai Bahasa Inggris dan Mandarin, dan kini sedang menyempurnakan kemampuan Bahasa Prancis. Kemampuan berbahasanya itu dia dapat sewaktu duduk di bangku SMPN 1 Gantong.
Semangat belajar yang tinggi terjumpai juga pada DN Aidit. Di luar catatan buram Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam sejarah kita, kecemerlangan pikirannya membuat dia menjadi Ketua Central Comitte partai tersebut pada usia 31 tahun.