Tapi tunggu dulu. Dua serdadu itu, baik di Brandenburger Tor, juga di "Checkpoint C" hampir mengusai semua bahasa besar di dunia. Bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Latin, Mandarin mereka lahap semua. Bagaimana dengan bahasa Indonesia? "Oh...Indonesia....Satu, dua, tiga, empat, Jakarta, Bali," demikian pekik mereka begitu mengetahui penulis dari Indonesia. "Apa kabar," sambungnya.
Petunjuknya sederhana, imbuh tentara gadungan satunya lagi. Setelah penulis menyelipkan tiga koin Euro, mereka membocorkan rahasia kecil, "Anda tanyakan kepada turis itu asal mereka dari mana, dan Anda cukup berbicara sekenanya dengan bahasa ibu mereka, begitu mengetahui jawaban asal negaranya. Sesimple itu saja," katanya.
Ya, sesimpel itu saja mereka berkomunikasi dengan para wisatawan dari seluruh dunia yang mengunjungi tempat-tempat favorit nan bersejarah di Berlin. Sehingga wisatawan dari berbagai belahan dunia itu, seperti disapa oleh rekan mereka sendiri, meski cara pengucapannya tentu belum sempurna.
Sisik melik, asal muasal atau historiografi Tembok Berlin dinarasikan dengan detil di museum itu. Apakah tidak ada lokasi lain yang lebih bersejarah selain Brandenburger Tor, dan "Checkpoint C"? Masih banyak. Datanglah ke Zoo Palast, salah satu sinema tertua di dunia, dan diklaim paling tua se-Jerman. Saat gelaran Berlinale International Film Festival 2014, atau Berlinale, gedung bioskop yang pada mulanya bernama The Ufa-Palast am Zoo on Auguste-Viktoria-Platz, atau sekarang berada di Breitscheidplatz, di Charlottenburg, itu juga dijadikan salah satu loka pemutaran film.
Sebelum akhirnya dihancurkan pada 1943 karena Perang Dunia II, dan dibangun kembali pada 1957 dan malih nama menjadi Zoo Palast. Zoo Palast yang menjadi tempat pemutaran film sesi Berlinale Special Gala, pada gelaran Berlinale baru-baru ini, memutar film Das Finstere Tal, The Two Faces of Januari, Diplomatie, '71, The Monument Men, Historia Del Meido dan beberapa judul film features lainnya.Â
Bersama Berlinale Palast, Zoo Palast menjadi magnet tersendiri bagi pencinta film di dunia. Karena di tempat inilah, pada masa rejim Nazi berkuasa, sejumlah perhelatan penting dilakukan di tempat ini. Seperti pada tahun 1935 ketika première film karya Leni Riefenstahl berjudul Triumph des Willens diputar di tempat ini. Pada Maret 1943, saat erayaan hari jadi Ufa selaku pemilik Zoo Palast, ratusan spanduk Swastika berukuran raksasa dan gambar Elang raksasa menempel hampir di semua sudut gedung bioskop.
Bahkan puluhan première atau pemutaran film milik Third Reich di masa Perang Dunia II, seperti Morgenrot, Ein Lied geht um die Welt, Ein gewisser Herr Gran, Eisberg, Sieg des Glaubens hingga Flüchtlinge pada tahun 1933 dan masih banyak film lagi diputar di sini. Tapi tentu saja, film-film itu adalah film propaganda Nazi.