SENI peran atau akting seolah telah sirna sejak aktor-aktris kuat di industri perfilman Tanah Air meninggal atau meninggalkan gelanggang. Dari sedikit aktris senior yang masih tersisa, nama Nani Wijaya patut disebut. Prestasinya tidak tanggung-tanggung. Yang jelas, tahun ini dia mendapat penghargaan The 1st Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF). Selain itu dia memperoleh Piala Citra sebagai Pemeran Pembantu Terbaik dalam film Yang Muda Yang Bercinta pada 1977 dan RA Kartini pada 1982.
Apakah sekarang ini seni peran telah mati? Apa yang harus dilakukan para artis masa kini? Pada pagi yang cerah, di kawasan sekitar 50 kilometer dari Jakarta, di Taman Besakih VII/17 Bukit Sentul Selatan, Bogor, aktris berpembawaan santun ini menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Berikut petikan perbincangannya. Bersama JB Kristanto, Anda baru saja mendapat penghargaan The 1st Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) sebagai tokoh yang berdedikasi terhadap perfilman Indonesia. Apa makna pernghargaan itu bagi Anda?
Sangat positif dan berarti sekali. Terus terang kali pertama mendengar saya sempat tidak menyangka bakal mendapat penghargaan itu. Ya, saya yang sudah setua ini kok ternyata masih mendapatkan perhatian. Penghargaan ini juga sekaligus sebagai cambuk bagi saya dan kawan-kawan seusia untuk terus berkarya semaksimal mungkin. Anda juga dinilai berhasil menghidupkan karakter Emak dalam komedi situasi Bajaj Bajuri. Bagaimana Anda mewujudkan peran itu?
Pertama, sinergisitas antara kru dan artis dalam komedi situasi ini sangat erat dan kuat. Selain itu, disiplinnya juga tinggi. Yang paling penting, saya main apa adanya, sehingga sangat nyaman sekali memerankan tokoh Emak. Kedua, mungkin karena sutradara memberikan kebebasan untuk menginterpretasikan tokoh Emak, sehingga saya mampu mengeksplorasi peran itu. Ketiga,para pemain lain bagus sekali.
Anda pernah merasa bosan pada peran Emak?
Mungkin karena suasana kekeluargaan dalam komedi situasi ini kuat, saya jadi nggak bosan. Malah enjoy aja. Ha ha ha.
Apa yang paling Anda sukai dari tokoh Emak ?
Banyak sekali. Meski saat berperan sebagai Emak, saya sangat jahil kepada siapa pun, tetapi ternyata banyak orang menyukai peran itu. Sungguh saya heran. Meskipun demikian saya mengharapkan penonton jangan meniru peran emak...ha ha ha. Selain itu saya bermain jujur dengan menggambarkan kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah. Tapi ingat, ini hanya permainan. Hanya, percayalah peran seperti Emak itu benar-benar ada. Buktinya jika ada orang seusia ketemu saya, mereka bilang, "Persis seperti ibu saya, persis mertua saya."
Anda kerap memerani tokoh ibu dalam berbagai film dan sinetron. Bagaimana Anda membedakan karakter ibu satu dari yang lain?
Setiap saya memasuki sebuah karakter pasti dengan semangat nol. Tidak tahu apa-apa. Saya selalu membawa pertanyaan, "Siapa sih tokoh ini? Kemudian saya membuat background, membuat bayangan, dan menciptakan karakter sendiri. Tentu saja saya bertukar pikiran dengan sutradara. Dari situlah saya mulai mendapatkan gambaran-gambaran tokoh yang akan saya mainkan.
Bisa Anda ceritakan kembali saat memerani tokoh Ibu Ngasirah (Ibu Kartini) dalam film RA Kartini arahan Sjuman Djaja?