Mohon tunggu...
Benjamin Simatupang
Benjamin Simatupang Mohon Tunggu... Lainnya - Ayah, suami dan anak

Just keep swimming!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Militer, Demokrasi, dan Pancasila (Memperingati 100 Tahun TB Simatupang, 28 Januari 1920 - 2020))

27 Januari 2020   16:35 Diperbarui: 17 Februari 2024   18:00 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peranan resmi Letjen Tahi Bonar Simatupang (Tahi Bonar berarti Tujuan yang benar, selanjutnya disebut : Pak Sim) dalam pemerintahan berlangsung selama 14 tahun (1945 -- 1959).  

Setelah berada di luar pemerintahan, Pak Sim mencurahkan waktu dan pemikirannya ke tingkat yang lebih luas lagi dengan memberikan kontribusi di berbagai bidang, antara lain : lingkup gereja (lokal, nasional dan internasional), dialog antar agama / peranan agama dalam pembangunan, hubungan militer dan demokrasi, pendidikan, dan politik (Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila).   

Apakah masih ada arti Pak Sim bagi kita di abad 21 ini?  

Tulisan ini dibuat dengan keyakinan bahwa cita-cita dan perjuangan Pak Sim masih mempunyai makna bagi kita sekarang ini dan dalam tahun-tahun yang akan datang.  Khususnya, perhatian Pak Sim dalam hubungan militer dan demokrasi di Indonesia.

Catatan biografis di bawah ini semoga mengantarkan pembaca mengenal lebih baik profil Pak Sim.

Batal menjadi dokter, terjun ke militer 

Pak Sim, menurut Rosihan Anwar, wartawan senior, adalah seorang "wonder boy", seorang yang luar biasa cerdas, dan pada usia muda telah mencapai tingkat kedewasaan intelektual.  Selain cerdas, ia juga bersikap kritis. 

Saat masih bersekolah di MULO (setingkat SMP) Tarutung, Sumatra Utara, pak Sim remaja tepergok membaca pidato pembelaan Bung Karno, "Indonesia Klaagt Aan" / Indonesia Menggugat, dan nyaris dikeluarkan dari sekolah.  Namun karena prestasi akademisnya yang mengangkat nama sekolah, pihak sekolah membatalkan niat tersebut. 

Di AMS (setingkat SMA), Batavia (Jakarta), Pak Sim pernah berdebat sengit dengan Meneer Haantjes, guru sejarah.  Sang guru sejarah mendalilkan bahwa penduduk "Hindia Belanda" tidak mungkin bersatu mencapai kemerdekaan, karena perbedaan yang begitu besar antara suku-suku yang ada, dan tidak mungkin membangun tentara yang modern untuk mengalahkan Belanda.

Oleh sebab keadaan fisiknya (badan terlalu pendek, mata kurang tajam, dll.) tidak memungkinkan menjadi tentara yang baik. Pak Sim remaja dengan emosional mendebat bahwa sang guru tidak memahami dinamika sejarah, dan sang guru dianggap menyebarkan mitos yang ketidakbenarannya akan dibuktikan oleh sejarah selanjutnya.

Kisah di atas menunjukkan Pak Sim juga seorang idealis tulen.  Mengidealisasikan kemerdekaan di kala kaum penjajah sedang berada di puncak kekuasaan, hanya mungkin diperbuat oleh seorang idealis tulen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun