Beberapa hari yang lalu, saya membuat sebuah catatan kecil pada platform citizen journalism kesayangan kita ini, kompasiana, untuk menyampaikan informasi yang selama bertahun-tahun belakangan ini salah kaprah dimengerti oleh khayalak. Penulis Mojok.co salah satunya yang keliru bahwa pilpres mendatang akan dimeriahkan seperti ajang pemilihan Ketua BEM kampus yang mungkin sama kisruhnya.
Saya justru teringat pesan seorang dosen Brawijaya berparas jelita yang juga alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di suatu kelas pertemuan pertama Pengantar Ilmu Politik, "Kebohongan yang diulang-ulang akan terdengar seperti kebenaran". Maka dari itu, saya memang sengaja menulis catatan yang saya beri judul, "Ganjar Pranowo Bukan Alumni GMNI?", pada platform kompasiana sebab artikel kompasiana pasti terindeks dengan baik di mesin pencari seperti Google. Daripada informasi tersebut hanya tersalurkan melalui medsos yang hanya mungkin diterima oleh circle pertemanan, atau terarsipkan begitu saja di blog pribadi saya.
Pemilihan diksi "catatan" pada alinea pertama artikel tersebut pun sebenarnya sudah mengambarkan motif tulisan saya, yakni sebagian concern dari apa yang saya paparkan di atas. Mulanya, saya arahkan artikel tersebut ke dalam kategori "Sosbud" sebab bagi saya pribadi tulisan tersebut sangat amat enteng, sehingga tidak perlu bersaing traffic di kategori yang berat seperti "Vox-Politik". Namun, beberapa menit setelah penayangan, artikel tersebut dipindahkan oleh admin kompasiana ke kategori yang sedang hot menjelang periode pemilihan umum 2024 yakni Cerita Pemilih-Analisa. Oleh sebab itu, saya menjadi merasa berhutang membuat artikel yang setidaknya memiliki bobot 65% analisis.
=====
Pada Jumat, 29 September 2023, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar Rapat Kerja Nasional IV di Jakarta. Sejak sehari sebelumnya, sesuatu yang ditunggu-tunggu masyarakat awam non PDIP sejujurnya bukanlah keputusan dapur rumah tangga PDIP tentang bagaimana mengemas keputusan pertemuan tersebut seturut temanya yang fantastis, "Kedaulatan dan Ketahanan Pangan", oleh karena pertemuan tersebut sudah diberitakan sehari sebelumnya yang hanya akan mengundang pihak-pihak dari koalisi pemenangan. Itu artinya, ada kemungkinan rakernas akan memutuskan calon wakil presiden Ganjar Pranowo, atau isu yang pasti juga disorot oleh duo Bung Rocky Gerung - Pak Hersubeno Arief ialah bagaimana nuansa perhelatan koalisi Ganjar yang dihadiri Presiden Jokowi pasca gabungnya Kaesang Pangarep dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Tentu saja, selama live streaming berlangsung, masyarakat cenderung memasang sorotan kepada Pak Jokowi; mengaktifkan daya imajinasi dan akal mereka untuk menafsirkan setiap senti gesture yang berubah pada sosok Presiden. Saya turut membaca komentar-komentar terkait hal itu di kolom komentarnya sembari turut mengintip-ngintip siapa saja tamu undangan yang hadir.
Singkat cerita, sampailah pada tayangan Ketua Umum PDIP memberi penghantar sambutan dan orasinya yang diawali dengan penjabaran pemilihan tema rakernas dan latar belakang krisis gandum global serta imbasnya ke Indonesia sewaktu pecah perang Rusia-Ukraina. Hadirin yang berada di lokasi terlihat masih menyimak saat saya sudah nyengir dari balik layar smartphone. Seketika saya sudah tidak tertarik lagi menanti "pengumuman" siapa yang kelak mendampingi pak Ganjar Pranowo kelak.
Keluar Topik
Padahal dari pernyataannya, Ibu Ketum pun sudah tahu bahwa tanaman gandum tidak tumbuh di kawasan beriklim tropis, namun tetap saja ketidaksinambungan antara latar belakang dengan tema yang terlanjur fantastis sangat krusial menentukan rumusan masalah.Â
Kedaulatan adalah persoalan dalam teori kekuasaan. Teori kekuasaan konstitusional Republik Indonesia yang berkaitan dengan krisis gandum mensyaratkan bahwa komoditas itu harus terkandung di dalam bumi persada Indonesia, sedangkan komoditas gandum jelas berada di luar kekuasaan Republik Indonesia. Maka tak mengherankan jika negara penghasil gandum tidak dapat didikte untuk terus mengekspor pemenuhan kebutuhan industri pengolahan gandum. Lantas, kedaulatan macam apa yang terpikirkan teknokrat politik dalam rakernas PDIP kemarin?
Selain fokus gandum, dalam gaya orasinya seorang Megawati Soekarnoputeri, akan kita temukan fitur-fitur cerita/romantika gerakan atau semacamnya yang menghabiskan durasi waktu jika harus diulas kembali. Beliau memang tidak hanya menyebut gandum, ada sorgum, porang, dan segala macamnya. Tetapi silahkan putar ulang dan perhatikan dengan saksama rekaman orasi Megawati yang beredar di Youtube. Kita akan temukan poin yang menurut beliau harus diperhatikan oleh Bapak Presiden(?), yang karena disebabkan oleh pemilihan latar belakang krisis gandum menjadi terkesan dagelan politik, yaitu mendorong kebijakan fiskal instrumen pajak dan tariff terhadap impor gandum untuk disubsidikan penggunaan anggarannya kepada lembaga penelitian yang dipimpinya. Apa gak nyengir lu? Poin utama keputusan rakernas hanya dipertunjukkan untuk menegosiasikan politik transaksional di depan hadirin koalisinya.
Yo wes ben, bagaimanapun di kalangan masyarakat kekinian republik master chef pasti punya alasan selera maupun teknis penyajian kuliner dalam pemilihan gandum sebagai bahan baku makanan, oleh sebab itu strategi yang harus diterapkan seharusnya bukan mencari subtitusi gandum atau memaksakan varietas rekayasa genetika gandum supaya dapat tumbuh di Indonesia melampaui kehendak Tuhan YMK, sebab kedaulatan pangan itu sendiri artinya menjunjung prinsip-prinsip akal sehat mengenai otonomi masyarakat, integritas budaya, dan pengelolaan sistem pangan lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H