Sementara itu, Markus Rey dewasa yang muak dengan korupsi yang merajalela, lantas memutuskan untuk membiara dalam Kapusin; pilihan di samping ordo Serikat Yesuit. Hal itu dikarenakan setelah ia sadar bahwa kepintarannya di bidang keilmuan hukum dan filsafat, juga bahasa, tak ada bedanya dengan orang-orang bodoh yang akhirnya korup dan tak bermoral-berada di lingkungannya sebagai advokat. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 3 Oktober 1612, bertugas di Kapusin Freiburg, Swiss, dan berkarya dibeberapa tempat sepanjang Swiss dan Austria saat ini.
Saya pun hanyut dengan keputusan paling krusial St. Fidelis menjadi imam. Luar biasa taatnya seorang Markus Rey alias St. Fidelis dari Sigmaringen. Dasar prinsip moral dari sang ayah tetap ia hayati sampai ajalnya. Selain menjadi advokat bagi yang terpinggirkan, dengan pengetahuan hukum dan filsafat menjadikan St. Fidelis (yang artinya setia) sebagai orator sekaligus propagandis terhadap gejolak reformasi gereja oleh Kalvinisme dan Zwinglianisme; pada saat itu sudah ada anjuran kepada St. Fidelis dari uskup agar mengkhotbahkan iman Katolik tanpa paksaaan.
"Apakah ada bedanya bila mata terpejam?
Fikiran jauh mengembara, menembus batas langit...", Â sepotong lirik dari Ebiet G. Ade terngiang dalam lamunanku.
Pustaka
Waitzenegger, F.J. (1817). Fidelis von Sigmaringen, eine merkwrdige und lehrreiche Geschichte. Augsburg: Doll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H