Di pojokkan itu saya sepintas terpikirkan bahwa ke-iman-an dan ke-percaya-an memiliki perbedaan prinsipil, meski keduanya bisa dan sering digunakan untuk menunjuk/menggambarkan situasi yang serupa.Â
St. Fidelis adalah contoh ke-iman-an yang nyata. Di tengah perdebatan Kontra-Reformis dan Reformis, ia menyatakan iman Gereja yang Apostolik, yakni Gereja Katolik yang berangkat dari dasar Para Rasul dan Para Nabi. Meski tidak ada publikasi yang secara detail menjelaskan pandangan martir ini bertahan pada ajaran gereja katolik, namun kita umat katolik tahu setidaknya sedikit pada sejarah Serikat Yesuit, yang menerima gugatan Lutheran terkait indulgensi berbayar namun menolak reformasi gereja--meski anda sudah tahu arti apostolik, tanpa pengetahuan spiritual/iman anda akan sulit menangkap isi pikiran St. Fidelis. Saya akan terangkan selanjutnya mengenai Apostolik dalam pandangan populer.
Sedangkan ke-percaya-an, lebih seperti halnya Rasul Thomas (tanpa bermaksud merendahkan). Metode dan dasar skeptis adalah hal yang biasa terjadi di kehidupan sehari-hari kita sebagai tuntutan masyarakat berilmu. Thomas memerlukan bukti untuk percaya bahwa Yesus telah bangkit. Ada kemungkinan jika Thomas hanya mengikuti Yesus tanpa dasar ilmu taurat serta mendengar perkataan Yesus namun sering masuk kuping kanan-keluar kuping kiri.
Dasar iman semasa kecil
Selepas misa, saya segera mencari publikasi mengenai St. Fidelis Sigmaringen. Sigmaringen adalah sebuah kota di selatan Jerman, kota kelahiran St. Fidelis pada 1 Oktober 1578.
St. Fidelis yang bernama kecil Markus Rey, adalah anak dari walikota Sigmaringen, yakni Yohanes Rey dengan istrinya Genoveva Rosenberger. Nama baptis Markus merupakan nama yang sama dengan sang bapak baptisnya, Markus Idrch. Ia dibesarkan secara saleh dan penuh ilmu kebijaksaan (filosofis) sang ayah.
Sewaktu kecil, ia diajak sang ayah berjalan-jalan dan menemukan seorang pemabuk berat yang tidak bisa berdiri dan berguling-guling di atas tanah. Kemudian sang ayah mengajaknya mendekati pemabuk tersebut sambil bertanya mengenai keadaannya. Namun, si pemabuk menjawab tak karuan. Markus kemudian mendapati perintah ayahnya,Â
"Lihatlah kekejian ini! Orang malang ini dalam bahaya jika ia tidak dibawa ke tempat yang aman, ia mungkin akan dirampok atau menjadi korban kejahatan lainnya"
Sesudah itu ayahnya bertanya kepada Markus kecil,Â
"Apa pendapatmu mengenai pemabuk ini? apa kamu menyukainya?"
Markus seketika tertegun tak bisa menjawab, tapi kemudian ia bertanya pada ayahnya,Â