Syukur deh paginya Ibu sudah sembuh, wajahnya tak menyeramkan lagi, tidak 'mencureng" menahan cekot-cekot di kepalanya. Seperti biasa aku dan Bapak menunggu nasi goreng tersedia di meja.
"Yuk, Dayuk, sini ibu ajari sesuatu."
Tiba-tiba ibu memanggilku dari arah dapur. Aku pun segera menghampiri.
"Apa sudah jadi Bu?"
"Belum, hari ini ibu ingin nasi goreng buatanmu, seperti yang sudah ibu ajarkan ya."
Ulalaa, ternyata aku yang harus membuatnya. Hla memang kan seharusnya begiti eh begitu sebagai anak yang sudah besar dan mau selalu beramal dengan cara membantu orang tua, minimal membersihkan ruangan atau menyiapakan sarapan.
Dan sekarang aku tertantang untuk membuat sarapan nasi goreng, okeh kalau begitu. Aku pun melancarkan jurus memasak kilat asal cemplang-cemplung dengan ditambah bumbu instan, dan beribu pertanyaan serta aturan yang ibu ucapkan. Maka jadilah "Nasi Goreng Cerewet".
Ternyata Bapak dan Ibu menyukai bahkan dengan nama yang aku beri.Â
***
Kini nasi goreng cerewet tinggal kenangan, sebaiknya aku segera sarapan dengan lipatan kisah kemarin yang masih tersimpan dalam pikiran. Biarlah, mungkin nasi goreng cerewet akan berubah menjadi nasi goreng kenangan.
Aku hanya ingin kehangatan itu kembali meski tak sepenuh kala ibu masih di sini.