"Kakek, lihat!" Tanganku menunjuk ke arah langit ada kerlip cahaya yang bergerak melesat ke suatu arah.
Kakek menghentikan langkahnya ia tertegun menatapku sayu terlihat tubuhnya sedikit gemetar.
"Kakek kenapa?"
Dia mengusap-usap rambutku dengan lembut, lalu mendekap dan mencium kepalaku sedikit lama. Berjuta tanda tanya di langit-langit pikiranku melihat sikap kakek.
Kejadian dua belas tahun lalu masih kuingat, bukan karena kerlip cahaya bintang beralih yang orang bilang fenomena alam, melainkan sikap kakek kepadaku setelah peristiwa itu.
Kakek selalu berkata kepadaku untuk selalu bersabar dan lapang dada. Entah apa yang sedang ia sembunyikan dariku.
"Hey! Minggir!" sedikit dorongan kurasakan pada bahuku, perasan aku sudah benar-benar menepi, tapi kenapa masih juga tersenggol sampai mangkuk bakso yang kupegang hampir tumpah.
"Halo Asfa, wih ... sudah di sini aja gak ajak-ajak."
Segerombolan remaja cowok menghambur masuk dalam kantin, aku cuma senyum-senyum, lalu mempercepat menghabiskan bakso agar segera bisa ngacir dan aman.
Suasana kelas riuh begitu bel istirahat usai. Aku melihat teman-teman yang masuk kelas ibarat ikan gatul yang bergerombol meluncur di selokan.