Aku memang tak bisa langsung melihat siapa tamu itu, Â tapi mendengar suara ibu yang bergetar aku jadi menebak siapa yang datang. Aku bisa, Â hatiku menguatkanku. Kulangkahkan kaki melewati pintu rumah dan bersiap menyapa tamu itu, dia.
"Apa kabar Sari."
"Alhamdulillah, baik." Aku salami pengantin baru di hadapanku
"Bagaimana kalian berdua?"
"Baik, Â juga. Â Terima kasih Sari." Sonia menghampiri dan merangkulku.
Hah, Â ternyata aku hanya penjaga jodoh orang, Â tapi aku bukan penjaga benih Johan. Yang ada di dalam kandunganku adalah hakku, Â tak akan kuberi tahu sampai kapanpun. Ini untukku.
"Silahkan duduk, Â dari mana? Â Kan ada larangan keluar rumah, Â kog kalian kemari? Â Gak takut Corona?"
"Kamu sendiri dari mana?" Johan bertanya dengan nada khawatir yang kentara sampai Sonia sekejap kaget memandangnya.
"Ada urusan sebentar dan penting. Kan bila penting tak mengapa."
"Begitu juga dengan kami, Â datang kemari karena penting. Â Aku harus bertemu ibu, Â dan meminta maaf."
"Owh, oh ya aku tadi beli kue kering masih di motor sebentar aku ambil." Aku berusaha menghindar agar debaran di dadaku redah. Bila tak tenang akan bergetar suaraku. Aku tak mau terlihat gugup, Â aku harus menampakkan semua baik-baik saja.