seperti yang terungkap di dalam sorot kedua matamu
cahaya cinta di hati redup sarat dengan kebimbangan
seperti air sungai kecil yang mengalir keruh dari bukit
dari hulunya keruhnya pikiranmu telah mengaliri diri
Â
menimbang-nimbang dan merasakan getar-getar cintanya
lemah sinyalnya tak menggetarkan ruang rongga dadamu
getar-getarnya ternistakan oleh keruhnya pikiran dan hati
dalam gelombang emosi jiwamu dialah cinta yang dinafikan
Â
pada penyesalan dan keterlambatan diri menyadarinya
waktu telah terbuang percuma, durinya dalam tertancap
pada kereta malam yang telah berlalu jauh dari hadapan
manalah mungkin punai yang terbang tertangkap kembali
Â
sesal, itu suara nyanyian hatimu mengarungi langit malammu
saat nasi telah menjadi bubur, saat butir hujan terlanjur jatuh
puisi-puisimu mengalir deras bagai sungai tak henti mengalir
penghujan datang, engkau masih termangu dalam kemarau!
Batam, 2015
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H