aku tidak sedang meramal apa pun tentang cinta kita
namun mata batinku melihat sesuatu yang ada di depan
engkau dan aku akan menyatu di alam kesunyian abadi
engkau akan menjadi kata-kata yang mengalirkan jiwaku
aku hanya puisi, engkaulah penyair yang menghidupkanku
Â
aku adalah yang terlihat, terdengar, dan yang kau rasakan
perintah jiwamu yang memanggil, menghimpun kekuatanku
lihatlah aku yang menghangatkan hati yang menggigil beku
membangkitkan jiwa mereka yang kehilangan kata-katanya
di tanganmu penyair, aku menjadi matahari kehidupan
Â
tangkap aku penyair, jerat aku ke dalam jejaring kata-katamu
akulah keindahan, akulah makna, akulah alur-alur kehidupan
akulah inspirasi, dan akulah ruh bagi jiwa kepenyairanmu
di jantungku mengalir darah kesunyian, detik-detik perenungan
di dadaku ada nyanyian, dan lebur aku kedalam puisi-puisimu
Â
aku hanya puisi, akulah kertas putih yang kosong di hadapanmu
salurkan bathinmu ke dalam tubuhku, ciptakanlah kata-katamu
biarkan ia menjelma menjadi burung-burung yang terbang tinggi
menjadi hutan rimba, menjadi lautan yang tak henti mengombak
akulah puisi, beri aku nyawa dengan daya cipta kepenyairanmu
Â
engkaulah penyair, persetubuhan kita yang mengukuhkanmu
kenapa mesti malu-malu mengakui dirimu sebagai penyair
padahal ia bukan gelar dan bukan pula pangkat dan kekuasaan
penyair hanyalah soal jiwa dan seni, soal kepedulian dan rasa
raih kebebasanmu dari belenggu pikiran yang merantai jiwamu
Â
wahai penyair, akulah puisi, tanganmu laksana Tuhan bagi diriku
di tanganmu hidup dan matiku, engkau yang meniupkan ruh bagiku
akulah kekasih sejatimu, tempat engkau menumpahkan rasa cintamu
bagaikan sufi yang menemukan puncak pencariannya, menjadi fana
aku kata yang dibangkitkan, dari tiada menjadi ada, karena cintamu
Â
Batam, 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H