Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seorang Bocah Menatap Langit

23 Juli 2015   19:06 Diperbarui: 23 Juli 2015   19:06 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang bocah menatap langit dan berdoa

Namun langit tak mendengar, tertutup awan tebal

Tubuhnya berdiri di bumi dibebani ratapan kesedihan

Terdengar nyanyian dari rerumput ilalang,  dideru angin

 

Seorang bocah menatap langit malam dalam kemurungan

Berharap ayahnya akan datang, turun dari bintang-bintang

Membawanya berjalan jauh ke luar dari tumpukan sampah

Membelikannya sepatu dan baju lalu menyuruhnya sekolah

 

“Tenanglah hatiku” ujarnya, sambil menyusun kardusnya

Satu per satu kardus-kardus itu dihitung dan disusunnya rapih

Bau gunung sampah menyengat, si bocah tak menghiraukannya

Tubuhnya yang kucel dan dekil seakan telah menyatu dengannya

 

Pagi itu dia berdiri lagi di simpang jalan itu, menanti sesuatu

Dia menantikan anak-anak yang berjalan pagi pergi ke sekolah

Matanya menatap dalam ke wajah anak-anak yang melewatinya

Diperhatikannya pula seragam merah putih dan tas sekolahnya

 

Betapa dalam keinginan hatinya bisa bersekolah, menggebu

Namun keinginannya itu hanya dipendamnya, hanya di angannya

Jalan terjal dan keras di kota harus dilaluinya, menekan mimpinya

Bocah sembilan tahun itu sekali lagi menatap langit dan berdoa

 

“Bonar kemarilah, kenapa kau melamun!?”  ibunya memanggil

Anak itu tersentak dari lamunannya, bergegas pulang ke gubuknya

Dipikulnya barang-barang bekas yang berhasil dikumpulkannya

“Aku pingin sekolah mak” ujarnya sambil mendekati ibunya

 

“Iya nak, nanti emak sekolahkan. Kita kumpul-kumpul duit dulu.

Masuk SD sekarang uangnya bukan sikit nak, kita harus nabung”

ujar wanita separuh baya itu sambil berlinang air mata kesedihan

dan mengkhawatirkan masa depan anaknya yang semata wayang

 

Btm2015

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun